Jumat, 11 November 2011

Sifat Lingkungan Hidup

Oleh Fitri Nurhayati

Ruang lingkup peninjauan tentang lingkungan hidup dapat sempit, misalnya sebuah rumah dengan pekarangannya, atau luas, misalnya Pulau Irian. Lapisan bumi dan udara yang ada mahluknya, dapat juga dianggap sebagai suatu lingkungan hidup yang besae, yaitu biosfer. Bahkan tatasurya kita atau malahan seluruh alam semesta dapat menjadi objek tinjauan. Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut. Dengan mudah dapat kita lihat, suatu lingkungan hidup dengan 10 orang manusia, seekor anjing, tiga ekor burung perkutut, sebatang pohon kelapa dan sebuah bukit batu akan berbeda sifatnya dari lingkungan hidup yang sama besarnya tetapi hanya ada seorang manusia, 10 ekor anjing, tertutup rimbun oleh pohon bamboo dan rata tidak berbukit batu.
Dalam golongan jenis unsure lingkungan hidup termasuk pula zat kimia. Kedua, hubungan atau interaksi antara unsure dalam lingkungan hidup ini. Misalnya, dalam suatu ruangan terdapat delapan buah kursi, empat buah meja dan empat buah pot dengan tanaman kuping gajah. Dalam ruangan itu delapan kursi diletakkan sepanjang satu dinding, dengan sebuah meja di muka setiap dua kursi dan sebuah pot di atas masing-masing meja. Sifat ruangan berbeda jika dua kursi dengan sebuah meja diletakkan di tengah masing-masing dinding dan sebuah pot di masing-masing sudut.  Hal yang serupa berlaku juga untuk hubungan atau interaksi sosial dalam hal unsur-unsur itu terdiri atas benda hidup yang mobil, yaitu manusia dan hewan. Dengan demikian lingkunga hidup tidak saja menyangkut komponen biofisik, melainkan juga hubungan social budaya manusia. Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup. Misalnya, suatu kota yang penduduknya aktif dan bekerja keras merupakan lingkungan hidup yang berbeda dari sebuah kota yang serupa, tapi penduduknya santai dan malas. Demikian pula suatu daerah dengan lahan yang landai dan subur merupakan lingkungan yang berbeda dari daerah dengan lahan yang berlereng dan tererosi. Keempat, faktor non-materiil suhu, cahaya dan kebisingan. Kita dapat dengan mudah merasakanini. Suatu lingkungan yang panas, silau dan bising sangatlah berbeda dengan lingkungan yang sejuk, cahaya yang cukup, tapi idak silau dan tenang. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Ia membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Manusia seperti ia adanya, yaitu yang disebut fenotipe, adalah perwujudan yang dihasilkan oleh interaksi sifat keturunannya dengan faktor lingkungan. Sifat keturunan, yang terkandung di dalam gen yang merupakan bagian kromosom di dalam masing-masing sel tubuh, menentukan potensi perwujudan manusia, yaitu genotipe. Apakah suatu sifat dalam genotipe itu akan terwujud atau tidak, tergantung ada atau tidaknya faktor lingkungan yang sesuai untuk perkembangan sifat itu. Dobzhansky, seorang ahli ilmu keturunan terkenal, malahan menyatakan, gen menentukan tanggapan apa yang akan terjadi terhadap faktor lingkungan. Jadi menurutnya, gen bukanlah penentu sifat, melainkan penentu reaksi atau tanggapan terhadap lingkungan. Hal ini terlihat pada tumbuhan hijau yang di tempatkan di dalam kamar gelap. Tumbuhan itu tidak mampu membentuk zat hijau daun, walaupun ia mempunyai gen untuk pembentukan zat hijau daun. Setelah ia dikeluarkan dari kamar gelap dan terkena cahaya, terbentuklah zat hijau daun. Jadi mahluk hidup itu juga terbentuk oleh lingkungannya. Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup nya adalah sirkuler. Kegiatannya, apakah sekedar bernafas atau membendung sungai, sedikit atau banyak akan merubah lingkungannya. Perubahan pada lingkungan itu pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Misalnya, seseorang yang bekerja dalam sebuah ruangan kecil yang tertutup. Dengan pernapasannya ia akan mengurangi kadar gas oksigen dalam udara di kamar itu dan menambah gas karbon dioksida. Pernapasannya juga menghasilkan panas, sehingga suhu dalam ruangan naik. Kenaikan suhu menstimulasi pembentukan keringat, sehingga hawa dalam ruangan itu menjadi tidak sedap. Dengan penurunan kadar gas karbon dioksida, kenaikan suhu dan bau keringat, menjadi pengaplah ruangan itu. Prestasi kerja orang itu akan menurun. Makin lama menurunlah kualitas lingkungan dalam kamar itu dan seiring dengan itu makin menurun pulalah prestasi orang itu. Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya tidaklah sesederhana seperti diuraikan di muka, melainkan kompleks, karena pada umumnya dalam lingkungan hidup itu terdapat banyak unsure. Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain, sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera terlihat dan terasakan. Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan hidupnya: udara untuk pernapasannya, air untuk minum, keperluan rumah tangga dan kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan untuk tempat tinggal dan produksi pertanian. Oksigen yang kita hirup dari udara dalam pernapasan kita, sebagian besar berasal dari tumbuhan dalam proses fotosintesis dan sebaliknya gas karbondioksida yang kita hasilkan dalam pernapasan digunakan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Jelaslah manusia adalah bagian intergral lingkungan hidupnya. Ia tak dapat terpisahkan daripadanya. Manusia tanpa lingkungan hidupnya adalah suatu abstraksi belaka. (Sumber: Otto Soemarwoto. Ekologi dan Pembangunan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar