Jumat, 11 Desember 2015

Sejarah Berdirinya Pura di Tengah Pantai

Pura Penataran Luhur, Tanah Lot.
Foto: Eko Rizqa
Duduk santai menghadap pantai sambil menghitung berapa banyak jumlah wisatawan yang melintas dalam sepuluh menit. Ternyata mencapai puluhan, bahkan kalau tidak salah hitung bisa mencapai ratusan. Setiap harinya selalu saja ada rombongan wisatawan yang menyambangi tempat ini. Adalah Tanah Lot, wisata pantai lengkap dengan Pura yang terletak di atas batu besar. Satu Pura terletak di atas bongkahan batu, satunya lagi ada di atas tebing.
Rasanya tak lengkap kalau tidak mengabadikan dalam bentuk foto. Dilihat dari sudut manapun Tanah Lot nampak indah, apalagi langsung dinikmati oleh indera penglihatan. Waktu liburan semacam ini lebih berkualitas kalau dinikmati bersama rombongan, meski durasi yang disediakan oleh tour leader hanya satu jam saja. Maka, tak boleh menyiakan waktu sedikit pun untuk menghirup sejuknya Tanah Lot.
Tanah Lot, Bali. Foto: Eko Rizqa
Menurut legenda, Pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa. Dilansir dari wikipedia.org brahmana itu bernama Danghyang Nirartha. Ia berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu. Saat itu, penguasa Tanah Lot yang bernama Bendesa Beraben merasa iri pada sang brahmana karena semua pengikutnya mulai mengikuti pendatang itu. Sang penguasa kemudian menyuruh Danghyang meninggalkan Tanah Lot.
Brahmana bersedia meninggalkan Tanah Lot dengan mengajukan satu syarat. Bli Sanding, Tour Leader kami mengatakan, sang Brahmana meminta untuk memindahkan bongkahan batu ke tengah pantai, bukan ke tengah laut dan membangun Pura di sana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular hitam dan putih sebagai penjaga Pura. Sang penguasa akhirnya memenuhi permintaan brahmana. Hingga saat ini ular itu masih hidup dan dianggap sebagai ular suci. Secara ilmiah, ular ini termasuk jenis ular laut dengan ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warnanya berbelang kuning dan mempunyai racun yang tiga kali lebih kuat dari ular kobra.
Menuju pintu keluar. Foto: Eko Rizqa
Terlepas dari sejarah dan kepercayaan masyarakat setempat, para wisatawan tetap menikmati keindahan Tanah Lot. Apalagi saat mengabadikan lukisan batu dan Pura yang telah mengalami abrasi. Bentuknya menjadi unik dan menarik untuk menjadi background foto. Dulunya, wisatawan bisa menyeberang hingga ke Pura dengan berjalanan kaki, namun belakangan sudah tidak diizinkan karena ombak yang besar.
Sebagai bentuk pengamanan, pemerintah Bali melalui proyek pengamanan daerah pantai Bali memasang tetrapod sebagai pemecah gelombang dan untuk memperkuat tebing di sekeliling Pura berupa batu karang buatan. Daerah di sekitar Tanah Lot juga ditata, mengingat tempat ini telah menjadi destinasi utama saat wisatawan bertandang ke Bali.  
Siang hari, penguapan disini semakin tinggi dan Tanah Lot menjadi panas. Pada saat-saat seperti ini beberapa tempat akan menjadi pilihan tepat untuk berteduh. Membayangkan sebuah taman dengan tumbuhan yang rindang serta udara sejuk. Ternyata suasana seperti itu pun dapat dijumpai sebelum pintu keluar di objek wisata ini. (*)


:: Berwisata ke Bali sekaligus reportase untuk konsumsi pribadi sungguh menarik

Tanah Lot, 5-9 Desember 2015.

Rabu, 09 Desember 2015

Lewat Tol Mandara, Berwisata Jadi Bebas Hambatan

Yang tidak menyenangkan dari berwisata adalah perjalanan panjang dan melelahkan. Tak jarang orang memilih berdiam diri di rumah ketimbang harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengisi waktu libur. Tapi siapa yang akan menolak kalau ada kesempatan berlibur ke Bali secara gratis. Tentu semuanya akan berkata, ayo liburan!
Jalan tol Mandara, menghubungkan Benoa, Ngurah Rai, dan Nusa Dua.
Sumber: ayomudik.pu.go.id
Liburan saya kali ini awalnya membuat enggan, karena beberapa tahun lalu saya pernah bertandang ke pulau ini. Tapi nikmati saja alhasil liburan menjadi menyenangkan supaya yang didapat tidak hanya lelah, tapi cerita dan tulisan.
Wisata ke Bali kali ini menjadi penutup akhir tahun 2015 bagi saya. Harus ada catatan yang tergores di buku saya. Salah satunya adalah perkembangan kota yang ada di Pulau Dewata. Beberapa orang sangat familiar dengan objek wisata di Bali, karena orientasi mereka memang untuk berwisata. Namun jarang yang mengetahui perkembangan kota di daerah yang mereka kunjungi.
Akses jalan di bagian selatan pulau ini telah berkembang pesat. Perkembangan ini didukung oleh adanya objek wisata, pun demikian dengan pemerintah yang memberi dukungan penuh. Tahun 2013 telah diresmikan jalan tol pertama di Bali yang menghubungkan Benoa, Ngurah Rai, dan Nusa Dua. Dikenal dengan Jalan Tol Bali Mandara. 
Jalan bebas macet ini juga menjadi jalan tol terapung pertama di Indonesia. Membentang sepanjang 12,7 km di atas laut dengan ribuan beton penyangga di bawahnya. Dari jauh nampak seperti kaki seribu yang sedang merambat. Lintasan kendaraan pun dipisahkan. Jalur sepeda motor berada di ruas sisi kiri dan kanan jalan, sedang kendaraan roda empat atau lebih ada di ruas tengah. Panjang jalan tol ini hampir sama dengan Penang Bridge di Malaysia yang panjangnya mencapai 13,5 km, atau seperti Union Bridge sepanjang 12,9 km di Kanada seperti di lansir dari balipedia.id..
Bli Sanding, Tour Leader bus kami menjelaskan tentang keunikan-keunikan yang dimiliki Tol Mandara. Ia mengatakan, jalan ini adalah buatan anak negeri, seratus persen tanpa campur tangan asing. Konstuksinya dibuat oleh konsorsium BUMN dan BUMD Bali. Pun dengan dana yang dihabiskan hanya 2,4 triliun dari pembiayaan sindikasi bank BUMN dan Jasa Marga. Tidak melibatkan dana APBN sama sekali. Sangat mandiri bukan? Material dan teknologi yang digunakan juga seluruhnya merupakan karya anak bangsa.
Lagi-lagi Bli Sanding membuat saya semakin tertarik untuk mendengarkan ceritanya. Cerita tentang pembangunan Tol Mandara yang hanya membutuhkan waktu satu tahun. Dalam satu bulan ditargetkan selesai pengerjaan jalan sepanjang satu kilometer. Target itu terlaksana dengan mulus. Saya membayangkan dalam pembangunan ini tidak ada kata mangkrak sama sekali. Kalau saja seluruh pembangunan jalan di Indonesia seperti Mandara, tentu akses akan mengalami pemerataan.
Pengerjaan jalan tol ini dimulai bulan Maret 2012 dan selesai sekitar bulan Mei 2013. Terhitung cepat untuk pengerjaan tol di atas laut. Tak banyak lahan yang harus dibebaskan, karena sebagian besar tol ini menggantung di atas laut. Hanya saja ada beberapa lahan mangrove yang tergerus pada saat konstruksi. Namun reklamasinya segera dilakukan dengan menanam kembali 16 ribu pohon mangrove setelah konstruksi selesai.
Para wisatawan tak perlu khawatir dengan perjalanan panjang menuju Nusa Dua. Dari Bandara Ngurah Rai cukup ditempuh dalam waktu 15 menit, efisiensi waktu dari yang tadinya 45 menit. Bali semakin berkembang pesat dengan objek wisata yang dikelola dengan baik dari didukung infrastruktur yang baik pula. (*)

oleh Fitri Nurhayati
:: Catatan wisata budaya PPG SM-3T UNY 2015 ke Bali, 5-9 Desember 2015. Berlibur sambil reportase untuk konsumsi pribadi sungguh menarik.  


Kesetiaan Shinta Pada Rama dalam Tari Kecak

Pertunjukan Tari Kecak di Stage Chandra Budaya, Gianyar, Bali (6/12).
Foto: Imas Kurnia

Cak...cak...cak... Begitu bunyian yang keluar dari mulut para penari Kecak. Siapa yang tak kenal tarian ini? selain hits di iklan komersil dalam negeri, tarian khas Bali ini juga sering dikenalkan oleh guru-guru di sekolah dasar. Uniknya, meski meriah saat dimainkan namun tarian ini sama sekali tidak mengandalkan alat musik. Kemeriahannya hanya berasal dari suara ‘cak-cak’ para penari. Mereka duduk melingkar sambil mengangkat kedua tangan ke atas. Pakaian seragamnya hanya setengah badan yaitu kain kotak-kotak yang dikenakan seperti songket, sedang kepalanya diikat udeng khas Bali.
Saya berkesempatan menyaksikan langsung Tari Kecak di Stage Chandra Budaya, Gianyar, Bali (6/12). Pulau Dewata ini kami pilih sebagai destinasi utama untuk mengisi liburan semester genap PPG SM-3T UNY 2015. Bercerita tentang Pulau Bali, seolah semua objek wisata tumplek blek disini. Mulai dari pantai, gunung, dataran tinggi, kebudayaan, religi, hingga wisata belanja tersedia semuanya.
Kali ini saya akan mengulas tentang kebudayaan, khususnya Tari Kecak. Tarian yang sudah sangat familiar bagi masyarakat Indonesia dan informasinya pun bisa didapatkan di banyak media. Kecak adalah tarian sakral Sang Hyang, yaitu seseorang yang kemasukan roh untuk bisa berkomunikasi dengan para dewa atau leluhur yang sudah disucikan. Para penari menjadi media penghubung para dewa atau leluhur untuk menyampaikan sabdanya. Pada tahun 1930-an mulailah disisipkan cerita Epos Ramayana dalam tarian ini.
Ramayana, cerita rakyat yang mengisahkan akal jahat Dewi Keyayi, ibu tiri Sri Rama putra mahkota Kerajaan Ayodya. Sri Rama diasingkan dari istana ayahandanya Sang Prabu Dasarata. Ia pergi ke hutan Dandaka bersama sang istri Dewi Shinta dan adik laki-lakinya yang setia menemani. Keberadaan mereka di hutan diketahui oleh seorang Raja yang zalim, Prabu Dasamuka atau biasa dikenal dengan Rahwana.
Sang Raja pun terpikat dengan kecantikan Dewi Shinta. Singkatnya, Rahwana membuat rencana untuk menculik sang dewi dengan dibantu patihnya, Marica. Dengan kesaktikan yang dimiliki, Marica menjelma menjadi seekor kijang emas yang cantik dan lincah. Rencana jahat sang Raja akhirnya berhasil memisahkan Shinta dan Rama. Sang dewi kemudian dibawa kabur oleh Rahwana ke negeri Alengka Pura. Dengan ditemani Trijata, keponakan Rahwana, Sita meratapi nasibnya di taman istana.
Datanglah Hanoman, kera putih utusan Rama untuk menolong Shinta. Dengan merencanakan suatu tipuan akhirnya Rama berhasil membebaskan Dewi Shinta dengan bantuan bala tentara kera di bawah Panglima Sugriwa. Mereka berhasil mengalahkan tentara Rahwana yang dipimpin Meganada.
Adegan ini memperlihatkan Rama di medan perang melawan Meganada, putra Rahawana yang menembak Rama dengan panah saktinya. Tiba-tiba ia berubah menjadi seekor naga dan langsung melilit Rama. Muncullah Sugriwa, Sang Raja Kera menolong Rama.
Puncak pertunjukkan ini diakhiri dengan kemenangan di pihak Rama yang berhasil membawa Shinta kembali pulang dengan rasa bahagia. Cerita ini diadopsi dari kisah pewayangan Ramayana, namun tetap menarik disajikan dalam tarian khas Pulau Dewata. Tetap menghibur dan mendobrak khasanah budaya Indonesia, bukan? (*)



:: Berwisata ke Bali sekaligus reportase untuk konsumsi pribadi sungguh menarik

Minggu, 13 September 2015

Mengapa Kami Dibedakan?

Foto ilustrasi. Pipit
Seorang direktur perusahaan nampak matching saat mengenakan kemeja dan berdasi. Ia akan lebih disegani oleh bawahannya. Lain cerita ketika yang mengenakan adalah seorang loper koran. Meski tetap serasi, namun perlakuan orang lain akan berbeda. Padahal keduanya berpakaian sama mulai dari merek, harga, warna, hingga motifnya. Ini disebabkan karena status sosial keduanya berbeda.
Analogi di atas juga berlaku bagi para tenaga pendidik atau guru. Hal itu menjadi semacam korelasi yang berbanding lurus antara status sosial dengan perlakukan orang. Para guru mempunyai cerita tersendiri yang mendeskripsikan statusnya dalam kesetaraan rekan seprofesinya. Mereka yang masih menyandang status Guru Tidak Tetap (GTT) mendapat perlakuan yang berbeda dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Meski keduanya sama-sama mendidik dan berdiri di depan kelas, sama-sama membuat perangkat pembelajaran, bergelut dengan buku, mengajarkan kebaikan dan transfer ilmu, tetapi berbeda dalam pendapatan. Perbedaan ini menjadi bentuk diskriminasi profesi yang harus diselesaikan.
Negara memberi penghargaan lebih kepada mereka yang sudah berlabel PNS dengan segala kenikmatan yang dijanjikan. Mulai dari gaji berlipat, tunjangan, asuransi, bahkan baru-baru ini pemerintah juga bekerjasama dengan perusahaan swasta untuk memperlakukan mereka dengan spesial. Lain cerita dengan guru yang menjadi tenaga honorer. Beban kerja sama namun status sosial dan perlakuan negara tidaklah sama.
Para honorer ini menggantungkan nasib kepada yayasan tempat mereka bekerja. Gaji yang mereka dapatkan biasanya diakumulasi hingga beberapa bulan. Padahal kebutuhan sehari-hari mereka tidak dapat diakumulasi. Yang ada malahan hutang menumpuk dan ketika gaji cair akan langsung mengalir untuk membayar hutang. Yayasan seharusnya menetapkan upah minimum yang diberikan kepada GTT sehingga tak lagi ada guru yang digaji Rp 200 ribu per bulan. Namun pada kenyataannya itu pun tak dapat dipenuhi karena keterbatasan dana dari masing-masing yayasan.
Menjadi polemik klasik ketika para honorer menuntut kesejahteraan kepada negara. Memang menjadi guru adalah pengabdian dan tak seharusnya orang mengabdi menuntut imbalan lebih. Namun ketika hal itu malah menjepit dirinya, maka bukan lagi pengabdian yang menjadi tujuan, tapi kesejahteraan.
Kenapa guru? lagi-lagi pahlawan tanpa tanda jasa ini yang digantungkan nasibnya. Sisa hidupnya hanya akan menjadi relawan pendidikan yang digaji ‘seadanya’. Wacana tentang kesejahteraan guru digencarkan setiap musim biasanya ketika memasuki musim CPNS. Tenaga honor di level grass root akan berlomba mengambil antrean keberuntungan, mengadu nasib di tengah ribuan orang. Kalau saja para guru bersedia keluar dari zona nyaman, masih banyak peluang di daerah terpencil yang membutuhkan tenaga-tenaga profesional di dunia pendidikan. Maka, orientasi guru tidak lagi sebatas kesejahteraan, namun meningkatkan kualitas pendidikan.

Tawaran solusi dari pemerintah lagi-lagi menjadi sebatas wacana yang pada akhirnya menguap begitu saja. Sistem pendidikan sudah seharusnya dirancang untuk membenahi diri dalam melakukan reformasi. Sebelum orde baru, guru menjadi semacam primadona yang diagungkan banyak orang. Akhirnya saat ini tenaga guru menumpuk karena dulunya terjebak pada kenikmatan semu. Pada akhirnya profesi guru tak lagi berpegang pada hiroh-nya mengabdi untuk negeri, mencerdaskan anak bangsa. Namun menjadi tempat untuk mengadu nasib mencari kesejahteraan semata. (*)

Senin, 13 Juli 2015

Kunci Sukses Transfer Ilmu Pengetahuan


Judul buku
:
Menjadi Guru Profesional (Disertai Bimbingan Menjadi Pelatih Andal)
Penulis
:
Muhammad Asri Amin
Penerbit
:
Nuansa Cendekia
Tahun terbit
:
Cetakan 1, April 2013
Tebal buku
:
216 halaman
ISBN
:
978-602-7768-04-8



Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas tak terlepas dari alat bantu atau media pembelajaran. Meski bermunculan berbagai macam media pembelajaran yang modern namun papan tulis masih tetap menduduki peranan penting dan belum tergantikan. Banyaknya jenis alat bantu mengajar ini memang memudahkan guru dalam mentrasfer ilmu, namun seperti apa media yang terbaik?
Buku ini memberi pedoman bagi para guru maupun trainer pendidikan untuk memanfaatkan alat bantu mengajar dengan maksimal. Alat bantu ini termasuk dalam ruang belajar sebagai sarana yang tepat, efektif, dan benar-benar mampu menghasilkan target secara maksimal. Penulis menjelaskan beragam jenis alat bantu mengajar mulai dari penggunaannya, kelebihan dan kekurangan, pemilihan yang terbaik sesuai dengan jenis materi yang akan diajarkan oleh guru.
Beberapa alat bantu mengajar memang terbilang kuno, namun bukan itu yang menjadi pokok bahasan. Karena semua alat bantu mengajar tergolong baik sesuai dengan pemanfaatannya masing-masing. Tinggal bagaimana penggunaannya sehingga dapat menunjang proses belajar mengajar di dalam kelas.
Ketersediaan alat-alat itu dipandang sebagai modal untuk kesuksesan pendidikan. Buku ini membahas secara rinci mengenai penggunaan alat-alat seperti papan tulis, flip chart dan flash cards, obyek nyata, makalah atau handout, overhead projector, slide, video dan kamera.
Penulis berusaha untuk memberi masukan kepada para pelatih dan pengajar profesional dalam memilih dan menggunakan beberapa alat bantu atau bahan-bahan yang akan dipakai untuk mengajar. Selain berfungsi sebagai alat bantu, media ini juga berfungsi sebagai pengantar untuk menyalurkan pesan-pesan dari guru kepada muridnya.
Buku ini mempunyai kelebihan tidak hanya menyajikan wacana atau konsep media pembelajaran saja, namun membicarakan wilayah praktis pembelajaran dengan tujuan memaksimalkan penggunaan alat-alat bantu modern. Penulis menyajikannya dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga buku ini dapat dijadikan pedoman bagi para trainer di pendidikan non formal, guru SD, hingga dosen di perguruan tinggi. Penulis juga melengkapi buku ini dengan penjelasan berupa bimbingan menjadi guru atau trainer andal.

Namun yang menjadi kelemahan adalah buku ini tidak menyajikan macam-macam alat bantu mengajar konvensional yang dapat menjadi alternatif media modern. Bisa jadi suatu ketika media modern yang sudah direncakan sebelum proses pembelajaran mengalami hambatan. Buku ini hanya menyajikan permasalahan yang kemungkinan akan terjadi, namun tidak menyajikan solusi atau pengganti media secara sederhana (konvensional). Mengingat alat bantu modern sangat bergantung pada beberapa penunjang seperti ketersediaan aliran listrik, jaringan internet, dan perangkat keras. Apabila satu alat penunjang tidak tersedia maka media modern tersebut tidak dapat digunakan. Untuk itulah diperlukan pengetahuan tentang pemanfaatan media konvensional. (*)

Jumat, 10 Juli 2015

Persaingan Tenaga Pendidik Dalam Pasar Bebas

Mahasiswa PPG SM-3T Geografi UNY 
Baru kali ini sepanjang sejarah, Indonesia menerapkan dua kurikulum dalam waktu yang bersamaan. Meski dengan alasan logis, bahwa ada perbedaan kesiapan di beberapa sekolah, namun hal ini terkesan rancu. Kurikulum 2013 (K13) dirancang istimewa seolah diperuntukkan bagi kalangan istimewa pula. Adalah mereka yang sudah dianggap siap dengan tantangan zaman yang menerapkan K13. Sedang Kurikulum 2006 diperuntukkan bagi sekolah dengan kalangan ‘lama’ yang notabene belum siap dengan perubahan.

Selasa, 30 Juni 2015

Cara Beda Menikmati Berita


Judul buku      : Mata Najwa Mantra Layar Kaca

Penulis             : Fenty Effendy
Penerbit           : Media Indonesia Publishing
Tahun terbit     : Cetakan 1, 2015
Tebal buku      : 328 halaman
ISBN               : 978-602-96184-7-1

Penentuan kebijakan, kekuasaan, hingga polemik yang terjadi pada dunia politik masih menarik untuk dibahas. Hal ini merupakan perwujudan dari transparansi pembuat kebijakan dalam suatu negara. Politik tidak semata berurusan dengan hiruk pikuk dan gemuruh para elite, tapi kesungguhan merumuskan kebijakan publik.
Masyarakat awam tidak akan dapat menjangkau kebijakan elite hingga ke porosnya. Hanya melalui media,  informasi dapat tersalurkan hingga bersentuhan langsung dengan khalayak umum. Terlebih media televisi yang menyajikan informasi menyeluruh baik secara visual maupun auditori. Di tengah demokrasi yang begitu bising, tantangan terbesar media adalah mampu memilih dan memilah suara yang perlu digaungkan.  

Senin, 25 Mei 2015

Guru Harus Pandai Menulis

Pelatihan Jurnalistik Tim Redaksi Pionner, PPG SM-3T UNY

Hal. 1 Tribun Jogja, Senin (25/5)

Puluhan orang tampak sibuk menulis berita yang ditugaskan oleh pembicara. Ada yang sembari melakukan diskusi dengan teman di sebelahnya, ada pula yang fokus dengan laptop di depannya. Suasana ini tidak dijumpai di ruang redaksi sebuah media konvensional, tapi ruang serbaguna Pendidikan Profesi Guru (PPG) UNY Kampus Wates.
Mereka adalah mahasiswa PPG SM-3T UNY yang tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik Pioneer. Para calon guru profesional ini mengikuti pelatihan jurnalistik dengan menghadirkan pembicara dari Tribun Jogja, Ibnu Taufiq Juariyanto, Rabu (20/5).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh tim jurnalistik Pioneer. Peserta yang memiliki basic keguruan dan ilmu pendidikan sangat berantusias mengikuti pelatihan. Ibnu Taufiq menyampaikan materi tentang dasar-dasar kepenulisan yang merupakan modal awal dalam membuat sebuah tulisan.
Menurutnya sebuah tulisan harus memiliki news value diantaranya bersifat penting, menarik, dan aktual atau kekinian. Apalagi ketika seorang penulis ingin mengirimkan hasil tulisannya ke sebuah media konvensional, tentu harus memenuhi kaidah kepenulisan. Tak hanya itu, menurutnya tulisan juga harus berkaitan dengan kepentingan orang banyak (magnitute) dan mengandung kedekatan dengan sasaran pembaca. Sedangkan hal yang paling sederhana tulisan itu harus memiliki keunikan sehingga menarik pembaca untuk menyelesaikan hingga akhir tulisan.
“Kalau teman-teman ingin mengirimkan karya ke sebuah media setidaknya tulisan mengandung news value. Meski beberapa media juga mempunyai standarisasi sendiri,” ujarnya.
Ibnu yang sekaligus pemimpin redaksi ini juga menyampaikan beberapa jenis tulisan yang ada pada media konvensional. Diantaranya straight news, soft news, features, dan opini. Dalam pelatihan ini juga dilakukan simulasi menulis berita straight agar diketahui dimana letak kekurangan sebuah tulisan.
Halaman lanjutan 
Hal yang sama juga disampaikan Eko Risqa Sari, Pemimpin Umum Ekstrakurikuler Jurnalistik Pioneer. Menurutnya pelatihan ini dilakukan untuk membekali para anggotanya dalam menulis, sehingga saat pelatihan dilakukan simulasi.
“Setiap dua bulan kami menerbitkan buletin yang digarap oleh teman-teman PPG SM-3T. Di sela-sela kesibukan kuliah para pengurus masih menyempatkan diri untuk menulis. Kegiatan ini juga untuk mengasah kemampuan calon guru dalam menulis,” kata Eko.
Minimnya minat guru dalam menulis sering menjadi hambatan untuk menghasilkan sebuah karya. Padahal di era maju seperti sekarang ini guru juga dituntut tidak hanya pandai mengajar namun juga menulis. Beberapa media memberi ruang bagi kalangan pendidikan termasuk guru untuk menuangkan gagasannya, namun itu masih sangat minim belum sebanding dengan jumlah guru di Indonesia.
Buletin Pioneer mencoba menjembatani calon guru profesional ini untuk memulai kegiatan menulis. Sehingga rubrik yang disajikan dalam buletin Pioneer sifatnya sederhana dan disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Namun Pioneer juga menyajikan wacana pendidikan yang sifatnya lokal maupun nasional. (*)

oleh Fitri Nurhayati, S.Pd
Pemimpin Redaksi Pioneer,
Mahasiswa PPG SM-3T UNY


Jumat, 08 Mei 2015

Mungkin Berat Badan Saya Akan Bertambah




MENDOAN menjadi klangenan tersendiri bagi siapa saja yang bertandang ke Purwokerto. Bahkan makanan ini menjadi buah tangan spesial untuk keluarga di rumah. Sebagai oleh-oleh, makanan berbahan dasar kedelai ini juga selalu dicari Supratignyo setiap mengunjungi sang istri di Cirebon.
Pria yang baru saja diresmikan sebagai Pemimpin Cabang BNI Syariah Purwokerto ini kembali menjajal mendoan dan makanan lain yang khas dengan lidah orang Jawa. Maklum, sejak puluhan tahun lalu ia meninggalkan kampung halamannya, Jawa Timur untuk menjalankan tugasnya di dunia perbankan.
Setelah menamatkan bangku SMA di Malang, ia langsung hijrah ke Balikpapan untuk melanjutkan kuliah sambil bekerja. Disana, kata Pratignyo ia didampingi sang kakak hingga menamatkan gelar sarjana ekonominya.
Dulu, kata dia sempat menyukai makanan khas beberapa daerah, bahkan saking senangnya berat badannya sempat bertambah. Sekarang ia kembali ditempatkan di daerah yang menyediakan aneka makanan yang pas dengan lidahnya.
"Ditempatkan di Purwokerto, kemungkinan berat badan saya bisa bertambah lagi. Karena kota ini selain makanannya pas dengan lidah orang Jawa, lingkungannya juga nyaman dengan biaya hidup yang masih sangat terjangkau," kata Supratignyo.
Awal mula bekerja diperbankan tahun 1983, pria yang akrab disapa Pratignyo ini ditempatkan di Balikpapan. Disana biaya hidup tentu lebih mahal ketimbang daerah asalnya, Blitar. Begitu juga dengan beberapa tempat lain yang pernah disinggahinya.
Dikota inilah ia merintis karir dan mengembangkan perbankan yang telah membesarkan namanya. Hingga kinerjanya dinilai baik oleh perusahaan, pada tahun 2010 ia dimutasi ke Cirebon. Yang menjadi kebanggaan adalah ditempat barunya, Bapak dua anak ini langsung dipercaya menjadi pimpinan cabang.
Tak berhenti sampai disitu, selama tahun 2012 ia juga dipindahtugaskan hingga tiga kali penempatan. Bulan April di Bandung, September di Batam, dan Desember lalu di Purwokerto.
Ada saja kesan yang ia dapatkan disetiap daerah penempatan kerjanya. Batam misalnya yang berbeda jauh dengan tempat barunya saat ini. Tak heran jika mengingat aneka makanan di Purwokerto, yang ada dibenaknya adalah berat badan yang akan bertambah.
Selain makanan, sebagai seorang pimpinan setiap bertandang ke tempat baru tentu yang ada dibenaknya adalah strategi pasar untuk mengembangkan bisnisnya. Namun tak menjadi masalah bagi pria lulusan Universitas Tri Dharma Balikpapan ditempatkan dimanapun, karena basic awalnya memang sudah belajar tentang perbankan. (nurhayatipipit@gmail.com)

Tak Ingin Mewariskan Karir yang Menyita Banyak Waktu
BERBICARA tentang perbankan tentu yang ada dalam benak setiap orang adalah keuntungan yang akan didapat. Bahkan untuk perbankan syariah sekalipun. Ini menjadi hal yang wajar, namun bukanlah menjadi tujuan awal bagi Supratignyo memilih menceburkan diri di dunia perbankan.

Setiap ia bertandang ke tempat baru untuk menawarkan produk hampir semua yang ditemui tak pernah absen untuk memegang alat hitung yang namanya kalkulator. Tentu ini menjadi hal yang lumrah, padahal ia ingin mengenalkan bahwa yang membedakan tempatnya bekerja adalah proses pengolahan transaksi yang menggunakan sistim syariah.
Kebiasaan semacam ini menjadi PR baginya demi pengembangan bisnis yang akan terus melejit. Namun ini hanya menjadi satu tantangan kecil yang membutuhkan pemikiran serius. Totalitas baik tenaga maupun pikiran tentu ia tuangkan dengan maksimal.
Tak hanya itu, Pratignyo juga harus menggadaikan waktunya demi pekerjaan. Beruntung keluarga memberi dukungan penuh padanya. Namun ia tak ingin mewariskan karirnya ini kepada sang anak yang kini jauh darinya karena sedang menempuh pendidikan.
"Bekerja dimanapun baginya yang penting harus serius, sekalipun harus menyita banyak waktu. Biarkan anak-anak memilih minatnya sendiri yang tidak harus menyita waktu banyak," kata Supratignyo.
Ia sering merasakan kerinduan untuk berkumpul dengan keluarga ketika waktunya tersita untuk pekerjaan. Apalagi komitmen yang harus siap dipindahtugaskan sewaktu-waktu. Meski dimanapun berada, Pratignyo selalu memboyong sang istri untuk menemani.
Setiap hari, kata Pratignyo untuk mengobati kerinduan dirinya maupun istri maka selalu menelopon anak setidaknya dua hari sekali. Meski sudah terbiasa jauh dari anak yang terpenting baginya adalah menjaga komunikasi dengan mereka. Selain itu anak juga diajarkan sikap terbuka apabila sedang menjumpai masalah dalam hal apapun. (fitri nurhayati)

BioFile
Nama   : Supratignyo SE
Alamat: Perum Limas Agung CD1 nomor 6, Purwokerto
TTL     : Blitar, 15 Juli 1963
Profesi : Pemimpin Cabang BNI Syariah Purwokerto
Istri      : Nur Aida Haryati
Anak   : Cicilia Lintang Gentawan (21)
         Wisnu Wangsa Wardana (17)
Pendidikan:
        SD, SMP Blitar
        SMA Malang
        S1 Universitas Tri Dharma Balikpapan

Kehilangan


kapan aku akan kehilangan kemenangan
aku membentang hanya untukmu
dan aku dapat mencapai langit
apapun aku bisa
karena cintamu menjadi mengagumkan
karena cintamu memberi ilham kepadaku
dan kapan aku memerlukan seorang teman
kau selalu memihakku