Kamis, 11 Februari 2016

Menggapai Titik Tertinggi Inerie

Gunung Inerie, Kabupaten Ngada, NTT
Inerie, 2 September 2014. Dua hari sebelum mudik aku menunaikan janji untuk menggapai titik tertinggi Pulau Flores. Adalah Gunung Inerie yang setahun belakangan hanya dapat dinikmati oleh mata. Bagi para pendaki, ketinggian 2.245 mdpl terbilang landai, namun tidak bagiku. Tetap butuh perjuangan untuk bisa mencapai puncak.

Letaknya Inerie tak jauh dari pusat kota Kabupaten Ngada, Flores, NTT. Sore itu ketika kabut tipis mulai menutupi Bajawa, aku dan tiga orang teman kabur dari hotel menuju Langa. Dua ojek yang telah kami pesan sebelumnya telah menunggu di seberang jalan. Aku, Yanti, Mas Aziz, dan Deni mengistilahkan acara kabur, karena seharusnya dua hari ini kami stay di hotel menunggu jemputan dari Jawa.

Mas Aziz berangkat dari Were, maka ia bisa membawa motor pinjaman dari bapak asuh. Kami bertemu di Langa dan menginap di rumah kepala sekolah. Tuan rumah menyambut hangat kedatangan kami. Tak lama, kabut sore berubah menjadi gelap menandakan waktu sudah malam. Tuan rumah mengajak makan bersama dan segera beristirahat karena dini hari nanti kami akan melakukan pendakian.

Foto bersama di puncak Inerie
Kepala sekolah akhirnya memutuskan untuk ikut mendaki. Dulu ia sering naik gunung, jadi sekarang ingin mengulang masa mudanya lagi. Seorang bernama Om Pius juga akan ikut bersama kami. Mereka akan berperan sebagai guide. Maka personel bertambah menjadi enam orang.

Perjalanan dimulai jam dua dini hari. Carrier dan aksesori pendakian telah siap. Kami langsung menyusuri pekarangan warga di Watumeze, satu-satunya jalur pendakian ke Inerie. Malam kian mencekam dengan gonggongan anjing yang terusik dengan langkah kami. Usai menembus rerumputan yang basah oleh embun, kami memasuki kaki gunung menuju lereng. Perjalanan diperlambat karena medan mulai menanjak. Disana sudah jarang dijumpai vegetasi.

Igir Wolo Deru
Udara kian dingin, perjalanan pun semakin menguras tenaga. Om Pius memastikan jalur yang kami lewati tidak keliru. Terkadang jalur pendakian menghilang karena tertutup longsoran pasir. Di kanan dan kiri banyak jurang sempit yang dalam. Kami hanya mengandalkan bebatuan sebagai pegangan, bahkan ketika medan mengharuskan kami berjalan merayap.
Waktu menunjukan pukul 05.00 WITA. Pendakian hampir mencapai puncak ketika fajar menyingsing di ufuk timur. Tak lama muncul bola merah di atas Gunung Ebulobo. Embun perlahan menguap dan seolah alam sedang melakukan pertunjukan, kami disuguhi pemandangan yang menakjubkan. Di sebelah Utara nampak bukit Wolo Gedha, di Timur Laut adalah Desa Langa dan Bajawa. Sedang di Tenggara ada kampung adat Bena dan di Selatan igir Wolo Deru disambung pantai yang memanjang ke Timur. Sungguh lukisan Maha Pencipta yang sempurna. Kami tidak bosan menggumamkan kalimat Tasbih. Banyak harapan muncul ketika aku menyapu pandangan ke Wolo Gedha. Bumi pertiwi ini sangat indah, suatu saat aku ingin kembali lagi. Akhirnya, kami melanjutkan perjalanan ke puncak.
Berada di puncak Inerie
Dari puncak aku jadi tahu bahwa Inerie merupakan gunung bertipe strato. Ia pernah erupsi yang dibuktikan dengan sisa kawah di puncaknya. Kami menikmati tiap sudut Flores dari puncak, mengabadikan dengan kamera, dan mencari inspirasi di titik tertinggi ini. Setelah puas kami memutuskan untuk turun sebelum matahari terik. Medan yang terjal membuat kami ngeri ketika perjalanan menuruni gunung. Aku memilih meluncur di lereng berpasir untuk sampai di bawah. Namun, ketakutan berubah menjadi tawa riang saat kami bermain luncuran. Puncak Inerie telah menjadi titik perpisahan kami dengan Flores sebelum kembali ke kampung halaman di Jawa. (*)


Selasa, 09 Februari 2016

Persiapan Sebelum Melangsungkan Pernikahan

Judul buku      : Menikah, Memuliakan Sunnah
Penulis             : Moh. Fauzil Adhim, Salim A. Fillah, dkk
Penerbit           : Pro-U Media
Tebal buku      : 188 halaman
Ukuran            : 15x21 cm
ISBN               : 978-602-7820-02-9

Menikah adalah dambaan setiap insan yang ingin meneladani kehidupan Rasulullah SAW. Begitu pentingnya menikah, Nabi sampai berpesan dalam sabdanya, “Menikah adalah Sunnahku, barang siapa tidak mengamalkan Sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sunggu dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyak umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak hendaknya berpuasa karena puasa itu merupakan tameng.” (HR. Ibnu Majah)

Buku ini menyajikan banyak kisah yang sangat menginsprasi bagi siapa saja yang sedang mempersiapkan pernikahan. Di dalamnya terdapat petuah-petuah tentang pernikahan dari beberapa penulis seperti dari Mohammad Fauzil Adhim, nasihat dari Ustaz Salim A. Fillah, motivasi dari Pak Solikhin Abu Izzudin, dan wejangan dari ustaz-ustaz lainnya.

Pernikahan merupakan institusi agung yang berguna untuk mengikat dan menyatukan dua insan lawan jenis dalam satu ikatan keluarga. Ikatan pernikahan bukanlah ikatan main-main karena dalam Al-Quran diistilahkan dengan mitsaaqan ghaliizhan, artinya perjanjian agung atau sumpah setia. Maka pada bab ‘Ada Tanya yang Mesti Kita Jawab’ karya Mas Udik Abdullah dijelaskan lima hal yang perlu dipersiapan agar pasangan dapat mencapai rumahtangga yang sakinah, mawada, warahmah.

Pertama, ilmu. Ilmu ibarat cahaya tatkala kita berada dalam kegelapan. Sehingga ilmu menjadi pedoman sekaligus kendaraan bagi kita untuk bisa mencapai tujuan dengan selamat. Dijelaskan dalam QS. A-Israa’ (17):36 “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabanya.”

Kedua, iman dan takwa. Iman dan takwa yang mantap ibarat tongkat pegangan yang akan menuntun seseorang untuk menetapkan kriteria calonnya bukan atas dasar pertimbangan duniawi. Jika iman dan takwanya berkualitas, niscaya ia hanya akan mencari pasangan yang seiman dan setakwa, tentunya dengan tingkat kesalihan yang baik.

Ketiga, mental. Persiapan mental tidak boleh dipandang sebelah mata. Persiapan ini sangat penting karena pasangan akan memasuki tempat dan dunia yang baru serta meninggalkan lingkungan yang lama.

Keempat, finansial. Kita tidak bisa memungkiri bahwa harta juga merupakan hal yang penting dalam berumah tangga, walaupun bukan segalanya. Islam tidak menghendaki kita untuk berpikiran materialistis. Akan tetapi, bagi seorang suami yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, yang lebih diutamakan adalah kesiapan diri untuk menafkahi. Minimal mempunyai mental dan keinginan kuat untuk mencari nafkah. Sedangkan bagi wanita yang paling utama adalah kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl (16): 72 “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka berikan kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”

Kelima, fisik. Menikah juga membutuhkan persiapan fisik yang prima. Maka, sebaiknya sebelum melangsungkan pernikahan lebih dulu melakukan perawatan tubuh dengan sebaik-baiknya agar penampilan lebih fit.  Dianjurkan pula berolahraga yang cukup agar fisik dalam kondisi bugar ketika menikah.

Selain lima persiapan sebelum melangsung pernikahan di atas, masih ada banyak wejangan yang dapat menjadi bekal bagi para pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. Bahkan pada bab akhir juga disajikan penjelasan tentang kehadiran anak yang menuntut komitmen dari pasangan suami istri.

Buku ini tepat untuk dijadikan referensi bagi para calon pengantin sebelum menikah. Namun, di dalamnya belum banyak disajikan contoh kehidupan sehari-hari tentang gambaran kehidupan berumahtangga. Gambaran tentang konflik, lika-liku berumah tangga, cara mengatasi, dan bagaimana menuju keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah belum banyak disajikan. Maka, para pembaca sebaiknya juga membaca referensi lain agar dapat menambah pengetahuan untuk memuliakan sunnah pernikahan. (*)



oleh: Fitri Nurhayati