Selasa, 27 Januari 2015

Gandaria

Mungkinkah mati itu tidur? Bila hidup hanyalah mimpi
Dan gambaran bahagia luput seperti hantu berlalu
Segala kesenangan  fana seakan-akan khayali
Betapapun hebat kita, matilah terperi antara pilu
Alangkah anehnya insan harus mengembarai bumi
Dan walau hidup serba sengsara
Namun masih saja setia di jalanNya
Tegar dan berani sendiri
Menatap bencana yang hakikatnya bangun kembali.

Gelora asa

Dalam ketidakmengertianku, kugoreskan luka ini. Luka yang mungkin tiada lagi tersembuhkan karena ketidakberdayaanku. Luka yang semakin menganga karena tak henti kau menyayatnya, walaupun kau tahu aku menjerit kesakitan. Kutahan nafasku dalam-dalam sesaat setelah kau menyentuh lukaku. Aku terhenyak dalam kebimbangan. Sudah benarkah yang aku jalani? Berartikah apa yang aku lakukan? Aku terus bertanya dalam hati walau kutahu pasti aku takkan bisa menjawabnya.
Aku terus menipu diriku sendiri walau aku tak ingin. Aku hibur hati ini dengan kata-kata yang pernah terucap. Aku hiasi hari ini dengan canda yang dulu pernah aku rasakan. Kusejukkan jiwa ini dengan bayangmu yang semakin lama kian memudar, kian menghilang, dan terus menghilang. Aku tak lagi bisa melihat kesejukkan diindahnya pagi. Karena matahari terlalu cepat membenamkanku sebelum aku terbangun. Menertawakan aku karena aku tak mampu mengingkarinya.

Aku terus menatap hari dalam kehampaan yang semakin lama tak bisa kuterawang. Kupalingkan wajahku tertunduk bisu. Kuhadirkan kebekuan dalam hati. Kegalauan terus membebaniku. Hariku semakin suram. Aku tak lagi percaya akan semua.  Karena hatiku, nuraniku, penuntun hidupku. Aku tak lagi percaya akan janji karena sumpah bisa dirubah dan kata tak lagi bermakna. Terlalu banyak sudah aku kehilangan. Terlalu banyak sudah yang pergi. Entah karena ingin atau karena terpaksa. Semua begitu dan terlalu berarti bagiku. Semua pergi disaat aku belum sanggup untuk melangkah sendiri. Hingga akhirnya aku tertatih-tatih, terjatuh, dan terjerembam. Dan kini setelah kuyakin kutemukan lagi jiwaku, aku tak mampu menjaganya. Mungkin bintangku ingin pergi disaat aku mengharapnya, karena mungkin aku memang belum pantas menemaninya. Mungkin bintangku ingin menghiasi langit lain yang lebih indah dari langitku. Karena ia nyaman berada disisinya. Tapi aku terus berharap hatinya hanya untukku. Cintanya hanya bagiku. Walau mungkin ia lebih memilih dirinya. Karena aku sendiri yang merasakan. (*)