Kamis, 19 Januari 2012

Musim Kedua


 Setinggi, seluas gunung dan lautan
sejuta harapan dipertaruhkan
walaupun pedih menguras tabah harus kita pikirkan
aku sendiri bukan tak peduli
diam bukan berarti aku tak menegerti
haruskah kita akan terus seperti ini
dalam mencari arti cinta
hingga kita bisa tersenyum walau dengan sedikit luka
sesungguhnya cinta yang pasti tak akan lelah untuk menanti
walau sejati tahu akan berganti
roda kehidupan terus berputar meninggalkan kenangan semalam
berteman setangkai hati yang bakal pergi
bersama pemergian yang mengharukan
sekiranya ada rahmat tuhan
musim kedua pasti mempertemukan
karena aku yakin
suatu hari pasti ada sinar di ujung jalan

Pertemuan kita


Dengan apakah kita bandingkan pertemuan kita, kekasihku
dengan senja samar, sepoi pada malam purnama
meningkat naik setelah mengahalu panas, terik
angin malam menghempas lemah menyejukkan badan
melambung rasa, menayang piker, membawa angan
hatiku tanag menerima katamu
bagai bintang memasang lilinnya
hatiku terbuka menunggu kasihmu
bagai sedap malam menyirak kelopak
aduhai kekasihku
isi hatiku dengan katamu
penuhi dadaku dengan cayamu
biar bersinar mataku
biar berbinar gelakku rayu

Kehilangan


kapan aku akan kehilangan kemenangan
aku membentang hanya untukmu
dan aku dapat mencapai langit
apapun aku bisa
karena cintamu menjadi mengagumkan
karena cintamu memberi ilham kepadaku
dan kapan aku memerlukan seorang teman
kau selalu memihakku

Hukum Alam


sudah menjadi hukum alam
bertemu dan berpisah itu adat manusia biasa
dengan ikatan yang semakin rapuh ini
kita perlu akur dengan suaratan
bukan cinta yang memisahkan kita
bukan cumbu rayu yang membuat kita rindu
namun pada hakikatnya takdir yang tak memihak pada kita

Semesta


Cinta…
Kembalilah ke puri ini
Satu semesta mungil yang mampu melihat bumi
Kalau aku mau membentangkannya
Inilah nirwana yang mampu menampung perasaan kita
Bumi punya langit sebagai jendela terhadap galaksi maha luas
Yang berjaya dalam misteri
Jendelaku adalah carik-carik kertas
Berisi daftar pertanyaan tentang dunia yang takkan habis dimengerti
Bumi menggetarkan nyali dalam palung-paluing dalam
Aku hanya punya beberapa piringan hitam luat pribadiku
Yang didalamnya ada kamu, dan kamu lagi
Samudera kata terbelit musik dan di udara kenangan
Didalamnya aku bisa berenang selama ikan
Bumi adalah sebuah kumparan besar
Menlingkarkan makhluk dalam kefanaannya
Melingkarkan kau dan aku
selamanya

Sesaat Lagi


Sesaat lagi aku akan mengetahui perbedaan yang halus
Antara bergandengan tangan dengan merantai jiwa
            Sesaat lagi aku akan mengetahui
bahwa ciuman bukanlah kontak dan hadiah bukanlah janji
sesaat lagi aku akan mulai menyadari
bahwa cinta bukanlah sandaran dan teman bukan berarti rasa aman
            Sesaat lagi aku akan mulai belajar  membangun jalanku sendiri
            Karena esok terlalu tak pasti untuk rencana
Dan aku akan mulai menyadari bahwa matahari bisa membakar
Jikalau aku menerima terlalu banyak
            Untuk itu aku Tanami dan hiasi hatiku sendiri
            Daripada menunggu seseorang memberiku bunga
Tunjukkan pada semua
Bahwa aku benar-benar kuat
Bahwa aku benar-benar bissa memikul beban
Dan bahwa aku benar-benar berharga 

Senin, 02 Januari 2012

Kaum Komunal Intelektual

Mahasiswa adalah kelompok intelektual yang berada pada posisi edukasional sehingga mampu membawa perubahan progresif dalam masyarakat. Sebagai agent of change, yang menggelitik pemikiran kita adalah perubahan apa yang akan di lakukan, bagaimana caranya, dengan siapa, dimana dan kapan perubahan itu akan dilakukan, entah sampai kapan limitnya. Kampus ibarat medan kecil bagi mahasiswa untuk melakukan perang pemikiran, perang idiologi bahkan sampai perang fisik. Sejarah telah mencatat, gerakan mahasiswa dimulai tahun 1908. Sepak terjang mahasiswa telah terbukti mampu menggoyahkan kelompok yang secara arogan membuat kebijakan-kebijakan elit.
                Mahasiswa adalah pemuda, dimana daya kritis dan ideologis menguasai jalan pikirannya. Mudah meledak, ibarat granat bila sedikit saja tersentuh. Dan mudah melunak ketika melihat realitas yang jauh dari idealisnya. Kebebasan yang ada pada dirinya terkadang membuat jalan pemikirannya terpancing emosi dengan serta merta. Rasa tanggung jawab seharusnya berjalan beriringan dalam menggiring perubahan. Sehingga kebebasan tersebut bermakna kebebasan yang bertanggung jawab. 
Idealnya kaum intelektual ini bekerja dengan berdasar pada logika, dan retorika, bukan dengan fisik yang selama ini masih sering dijumpai disekeliling kita. Mahasiswa bukanlah golongan komunal robotik yang bekerja atas dasar otot atau fisik semata tanpa mempertimbangkan etika dan nalarnya. Jalanan telah menjadi lahan garap mahasiswa, baik dengan massa ribuan hingga segelintiran. Dari isu internasional, nasional, sampai isu internal kampus. Dan sekarang sepertinya gerakan mahasiswa menjadi hablur dengan anarkisme mahasiswa yang lebih memperjuangkan kepentingan golongan masing-masing.
                Berfikir dan berjuang, itu yang menjadi senjata dalam berkontribusi terhadap negara. Berfikir untuk melihat realitas yang ada dan bagaimana seharusnya. Mencoba menerawang lintasan negara, kemana arahnya. Karena muatan dari negara ini adalah jutaan rakyat indonesia yang beragam, yang menumpukkan nasibnya pada pemegang lintasan itu. Berjuang demi menegakkan kebenaran dan keadilan agar kesejahteraan rakyat terpenuhi. Semua itu dapat terealisasi dengan gerakan mahasiswa yang berproses secara ilmiah, bukan dengan otot semata. Kegiatan diskusi dan aksi damai yang dilakukan  dengan golongan yang berbeda akan mengembalikan arah gerak mahasiswa.

Minggu, 01 Januari 2012

Dalam Munajatku

Ya Rabb, aku datang bermunajat kepadaMu
Aku mengadu tentangnya yang pernah membuatku menari di atas awan
Bukan dia yang hebat, tapi karena kemauanku yang kuat
Angin telah membawaku terbang mencari
Tangis telah membawaku melangkah
Impianku menjadi senjata ketika berperang melawan kesunyian
Bulanlah yang telah menerangiku dimalam hari
Hingga aku bangkit melawan kesunyian.
Aku berjuang di antara tinta dan lembaran kertas yang bertaburan
Bersijingkat disekelilingku, menertawakan karena aku tak mampu menguasainya
Cinta… bagiku datang dan pulangmu sama saja
Kau boleh menertawakan diatas mimbar itu
Karena semakin aku menadalami jiwanya,
Aku semakin tahu bahwa begitu luas ayat-ayat semesta yang belum aku mengerti.
Tapi tawa itu takkkan menghancurkanku
Karena aku telah berdiri kokoh dengan tiangMu.