Rumyati mendapat penghargaan dari Horison Ultima Purwokerto sebagai wanita tanggung paling inspiratif 2013 beberapa waktu lalu. Foto: Fikri |
HILIR mudik orang berkendara menjadi teman sehari-hari bagi Rumyati (39). Hampir separuh hidupnya ia habiskan di pinggir jalan. Ia memilih berprofesi sebagai tukang parkir yang kesehariannya berkecimpung dengan kebisingan kendaraan yang berlalu lalang.
Profesi ini terhitung sejak sang suami meninggalkannya untuk bekerja ke Jakarta. Ia tak berkeinginan untuk diboyong merantau ke kota metropolitan. Alasannya cukup sederhana, hanya tak ingin meninggalkan sang ibu yang sendirian di rumah.
Rumyati waktu itu lebih memilih menjanda ketimbang harus meninggalkan kampung halamannya Banjarsari Wetan, Sumbang, Purwokerto. Suami waktu itu meninggalkan dirinya dan seorang anak, Eka Purwati namanya.
Hidup menjadi ibu sekaligus kepala keluarga tidaklah mudah bagi tukang parkir yang kesehariannya 'mangkal' di depan RM Intansari ini. Banyak cemoohan yang menghampirinya karena hidup menjanda. Tak cukup dengan cemoohan itu, keterbatasan ekonomi juga memaksanya untuk melahap pekerjaan apa saja, baginya yang penting halal. Bahkan terkadang dianggap rendah oleh orang-orang disekitarnya.
"Saya dulu jual jajanan keliling setiap pagi, tapi ngga lama. Karena keuntungannya sedikit ya karena ngga laris," kata Rumyati.
Merasakan susahnya mencari uang, lantas tidak membuatnya patah semangat. Hal ini dikarenakan adanya anak dan ibu yang masih harus mendapat perhatiannya. Kemudian wanita ini mencoba peruntungan menjadi tukang parkir di kompleks alun-alun.
Disinilah, ibu satu anak ini mengawali profesinya sebagai tukang parkir. Tak peduli dirinya sebagai wanita yang melakukan pekerjaan laki-laki, bertopi, bersepatu, dan sesekali menggeser motor agar di parkir dengan rapi. Aktivitas ini dilakukannya dengan sabar dan penuh harap akan ada perubahan yang lebih baik ke depannya.
Tak cukup markir di satu tempat, kemudian ia mencari peruntungan yang sama di kompleks pasar wage. Karena melihat kondisi tempat baru ini serasa lebih ramai Rumyati memutuskan untuk berpindah tempat.
Hasil markirnya tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Karena Rumyati bertekad untuk bisa menyekolahkan putri satu-satunya sampai batas kemampuannya. Eka Purwati, gadis yang menjadi belahan jiwanya ini kemudian dikuliahkan di kota jantungnya Jawa Tengah, Semarang.
Tak pernah terbayang dalam benaknya bisa mengantarkan sang anak ikut menjadi bagian dari kampus megah ini. Hanya satu yang menjadi pegangannya selama ini, adalah sebuah keyakinan penuh harap disertai dengan usaha terus menerus. Menurutnya, Tuhan tidak akan tinggal diam ketika umatnya punya keyakinan dan usaha yang tangguh. Pasti akan diberi kemudahan untuk melaluinya.
Tahun 2008 lalu Eka memasuki bangku kuliah. Beban hidup tentu bertambah dari biasanya. Namun keyakinannya untuk mengantarkan sang anak pada gerbang sukses tak tergoyahkan sedikitpun. Bekerja keras akan terus dilakoni wanita ini demi buah hati satu-satunya.
Berbagai pekerjaan sambilan juga dilakoni untuk menambah pemasukan. Tidak menjadi tukang parkir saja, namun ia juga menjadi tukang kupas bawang di RM Intansari, Jalan dr Angka Purwokerto. Agar bisa mendapatkan sambilan ini, untuk yang kesekian kalinya Rumyati pindah tempat 'mangka' parkir.
Sepeda motor tua menjadi kuda besi yang mengantarkannya sehari-hari ke tempat kerja. Sebelum matahari terik mengurus rumah terlebih dahulu dengan menyiapkan sarapan untuk sang ibu yang tinggal di rumah. Kemudian mencuci pakaian, barulah setelah itu bersiap-siap berangkat kerja.
Sesampai di tempat kerja ia tidak langsung markir, karena masih pagi tentu pelanggannya juga masih jarang. Keadaan ini ia gunakan untuk berjualan koran yang keuntungannya diambil sebagian untuk menambah kebutuhan keluarga. Barulah seusai matahari terik ia mulai menjalankan aksinya seperti halnya laki-laki.
Menjadi tukang parkir baginya bukan sebuah nasib, namun pilihan untuk mengais rizki halal. Namun darisitulah ternyata Tuhan menunjukkan jalan terang untuk mewujudkan mimpi yang tak disangkanya akan terwujud.
Hingga akhir tahun 2012 kemarin putri tercintanya menyandang gelar sarjana pendidikan. Tentu menjadi kepuasan yang luar biasa bagi Rumyati dengan kesuksesan anaknya saat ini. Bahkan ia pun menawarkan kepada sang anak untuk melanjutkan kuliah pasca sarjana.
Tekad luar biasa yang dimiliki wanita ini dan tentunya jarang dimiliki wanita lain. Namun tawarannya ini ditolak Eka yang sudah keburu ingin bekerja. Selain itu sang anak juga tentunya ingin membalas kebaikan sang ibu yang telah bertahan melewati hari-hari selama ini dengan penuh keterbatasan.
Kini, kata Rumyati buah hatinya telah mengajar di sebuah sekolah dekat rumah. Satu mimpi sudah terwujud namun masih banyak mimpi lain yang terus menghampiri. Dari kesuksesan yang telah didapat, Rumyati bertekad untuk terus menjadi tukang parkir hingga batas kemampuannya nanti. (fitri nurhayati)
Profesi ini terhitung sejak sang suami meninggalkannya untuk bekerja ke Jakarta. Ia tak berkeinginan untuk diboyong merantau ke kota metropolitan. Alasannya cukup sederhana, hanya tak ingin meninggalkan sang ibu yang sendirian di rumah.
Rumyati waktu itu lebih memilih menjanda ketimbang harus meninggalkan kampung halamannya Banjarsari Wetan, Sumbang, Purwokerto. Suami waktu itu meninggalkan dirinya dan seorang anak, Eka Purwati namanya.
Hidup menjadi ibu sekaligus kepala keluarga tidaklah mudah bagi tukang parkir yang kesehariannya 'mangkal' di depan RM Intansari ini. Banyak cemoohan yang menghampirinya karena hidup menjanda. Tak cukup dengan cemoohan itu, keterbatasan ekonomi juga memaksanya untuk melahap pekerjaan apa saja, baginya yang penting halal. Bahkan terkadang dianggap rendah oleh orang-orang disekitarnya.
"Saya dulu jual jajanan keliling setiap pagi, tapi ngga lama. Karena keuntungannya sedikit ya karena ngga laris," kata Rumyati.
Merasakan susahnya mencari uang, lantas tidak membuatnya patah semangat. Hal ini dikarenakan adanya anak dan ibu yang masih harus mendapat perhatiannya. Kemudian wanita ini mencoba peruntungan menjadi tukang parkir di kompleks alun-alun.
Disinilah, ibu satu anak ini mengawali profesinya sebagai tukang parkir. Tak peduli dirinya sebagai wanita yang melakukan pekerjaan laki-laki, bertopi, bersepatu, dan sesekali menggeser motor agar di parkir dengan rapi. Aktivitas ini dilakukannya dengan sabar dan penuh harap akan ada perubahan yang lebih baik ke depannya.
Tak cukup markir di satu tempat, kemudian ia mencari peruntungan yang sama di kompleks pasar wage. Karena melihat kondisi tempat baru ini serasa lebih ramai Rumyati memutuskan untuk berpindah tempat.
Hasil markirnya tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Karena Rumyati bertekad untuk bisa menyekolahkan putri satu-satunya sampai batas kemampuannya. Eka Purwati, gadis yang menjadi belahan jiwanya ini kemudian dikuliahkan di kota jantungnya Jawa Tengah, Semarang.
Tak pernah terbayang dalam benaknya bisa mengantarkan sang anak ikut menjadi bagian dari kampus megah ini. Hanya satu yang menjadi pegangannya selama ini, adalah sebuah keyakinan penuh harap disertai dengan usaha terus menerus. Menurutnya, Tuhan tidak akan tinggal diam ketika umatnya punya keyakinan dan usaha yang tangguh. Pasti akan diberi kemudahan untuk melaluinya.
Tahun 2008 lalu Eka memasuki bangku kuliah. Beban hidup tentu bertambah dari biasanya. Namun keyakinannya untuk mengantarkan sang anak pada gerbang sukses tak tergoyahkan sedikitpun. Bekerja keras akan terus dilakoni wanita ini demi buah hati satu-satunya.
Berbagai pekerjaan sambilan juga dilakoni untuk menambah pemasukan. Tidak menjadi tukang parkir saja, namun ia juga menjadi tukang kupas bawang di RM Intansari, Jalan dr Angka Purwokerto. Agar bisa mendapatkan sambilan ini, untuk yang kesekian kalinya Rumyati pindah tempat 'mangka' parkir.
Sepeda motor tua menjadi kuda besi yang mengantarkannya sehari-hari ke tempat kerja. Sebelum matahari terik mengurus rumah terlebih dahulu dengan menyiapkan sarapan untuk sang ibu yang tinggal di rumah. Kemudian mencuci pakaian, barulah setelah itu bersiap-siap berangkat kerja.
Sesampai di tempat kerja ia tidak langsung markir, karena masih pagi tentu pelanggannya juga masih jarang. Keadaan ini ia gunakan untuk berjualan koran yang keuntungannya diambil sebagian untuk menambah kebutuhan keluarga. Barulah seusai matahari terik ia mulai menjalankan aksinya seperti halnya laki-laki.
Menjadi tukang parkir baginya bukan sebuah nasib, namun pilihan untuk mengais rizki halal. Namun darisitulah ternyata Tuhan menunjukkan jalan terang untuk mewujudkan mimpi yang tak disangkanya akan terwujud.
Hingga akhir tahun 2012 kemarin putri tercintanya menyandang gelar sarjana pendidikan. Tentu menjadi kepuasan yang luar biasa bagi Rumyati dengan kesuksesan anaknya saat ini. Bahkan ia pun menawarkan kepada sang anak untuk melanjutkan kuliah pasca sarjana.
Tekad luar biasa yang dimiliki wanita ini dan tentunya jarang dimiliki wanita lain. Namun tawarannya ini ditolak Eka yang sudah keburu ingin bekerja. Selain itu sang anak juga tentunya ingin membalas kebaikan sang ibu yang telah bertahan melewati hari-hari selama ini dengan penuh keterbatasan.
Kini, kata Rumyati buah hatinya telah mengajar di sebuah sekolah dekat rumah. Satu mimpi sudah terwujud namun masih banyak mimpi lain yang terus menghampiri. Dari kesuksesan yang telah didapat, Rumyati bertekad untuk terus menjadi tukang parkir hingga batas kemampuannya nanti. (fitri nurhayati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar