Ilustrasi.net |
The 5th COTEFL International Conference di UMP
BAHASA Inggris dianggap penting bagi sebagian kalangan. Bahkan mulai dari anak-anak pun sudah dibekali bahasa ini. Setelah anak mahir berbahasa asing, tentunya menjadi kebanggaan tersendiri bagi para orangtua. Namun hal ini justru menjadi polemik bagi para ahli bahasa yang mendiskusikannya dalam kegiatan The 5th COTEFL International Conference, 11-12 Mei 2013.
BAHASA Inggris dianggap penting bagi sebagian kalangan. Bahkan mulai dari anak-anak pun sudah dibekali bahasa ini. Setelah anak mahir berbahasa asing, tentunya menjadi kebanggaan tersendiri bagi para orangtua. Namun hal ini justru menjadi polemik bagi para ahli bahasa yang mendiskusikannya dalam kegiatan The 5th COTEFL International Conference, 11-12 Mei 2013.
Kegiatan yang rutin diselenggarakan Fakultas Sastra Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) setiap tahun ini mendiskusikan tentang seberapa perlunya belajar bahasa Inggris sejak usia dini. Didatangkan langsung keynote speaker dari luar negeri, satu di antaranya Prof Andy Kirkpatrick dari Griffith University, Australia.
Ia menyampaikan pentingnya penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa yang telah mendunia. Namun menurutnya, anak harus dibekali terlebih dahulu dengan bahasa ibu yaitu bahasa lokalnya. Lalu merambah kepenguasaan bahasa nasionalnya, hingga kemudian belajar bahasa asing. Dengan begitu, kata dia, anak akan memunyai bekal untuk menguasai bahasa asing tanpa melupakan bahasa daerahnya sendiri.
Sementara saat ini, banyak anak yang tidak mengenal bahasanya sendiri. Memang tidak salah, namun setelah dewasa nantinya anak tidak kenal dengan bahasa lokalnya.
Hal yang sama juga disampaikan Santhy Hawanti PhD, ketua panitia. Menurutnya, pada dasarnya bahasa lokal merupakan pengantar untuk mengenal pembelajaran bahasa Inggris. "Indonesia memunyai beragam bahasa yang unik jadi kalau ditinggal ya sangat disayangkan. Kalau sejak dini anak sudah menguasai bahasanya sendiri maka nantinya akan lebih baik. Barulah ia dikenalkan bahasa Inggris dengan perlahan," kata Santhy.
Hal yang terjadi di Indonesia adalah seorang anak sejak dini sudah dikenalkan dengan bahasa asing dan seolah melupakan bahasa daerahnya. Bahkan terjadi pula di beberapa sekolah yang penyampaian materi pelajarannya menggunakan bahasa Inggris. Hal ini malah menjadikan pembelajaran tidak fokus, yang ada kata Santhy, malah bahasa lokal tidak dikuasai dan materi sekolah tidak terserap dengan baik.
Penundaan belajar bahasa asing pada usia anak dianggap akan lebih baik karena mereka akan semakin siap. Menurutnya, tak perlu euforia mengajarkan bahasa asing, namun cukup diperlakukan secara normal. Mulai dari pengenalan hingga nantinya penguasaan.
Dalam diskusi kali ini juga diperbincangkan mengenai esensi pendidikan yang masih belum tercapai tujuannya. Santhy mengatakan, sejauh ini esensi pendidikan masih sebatas pada pengajaran saja bukan pada taraf mendidik untuk perbaikan sikap dan perilaku pada anak.
Acara yang diselenggarakan di Aula AK Anshori ini juga mendatangkan keynote speaker lainnya yaitu Prof Dr ZN Patil dari University of English and Other Foreign Language, India. Kemudian Dr Mariana bt Yussof dari Universiti Teknikal Malaysia Melaka dan Prof Chuch Sandy dari TDI-Internasional Teacher Development Institute.
Santhy mengatakan, secara umum pertemuan ini mendiskusikan tentang bagaimana mendefinikan pengajaran bahasa Inggris. Dilihat dari berbagai segi mulai dari kebijakan pemerintah, implementasi di sekolah, guru, fasilitas, pengelolaan pembelajaran, dan posisi bahasa Inggris sebagai muatan lokal, ekstrakurikuler, maupun mata pelajaran wajib. Dengan adanya diskusi ini diharapkan akan ada sebuah pemikiran yang dapat dikontribusikan kepada pemerintah untuk pembelajaran bahasa Inggris di sekolah.
Ia menyampaikan pentingnya penguasaan bahasa Inggris sebagai bahasa yang telah mendunia. Namun menurutnya, anak harus dibekali terlebih dahulu dengan bahasa ibu yaitu bahasa lokalnya. Lalu merambah kepenguasaan bahasa nasionalnya, hingga kemudian belajar bahasa asing. Dengan begitu, kata dia, anak akan memunyai bekal untuk menguasai bahasa asing tanpa melupakan bahasa daerahnya sendiri.
Sementara saat ini, banyak anak yang tidak mengenal bahasanya sendiri. Memang tidak salah, namun setelah dewasa nantinya anak tidak kenal dengan bahasa lokalnya.
Hal yang sama juga disampaikan Santhy Hawanti PhD, ketua panitia. Menurutnya, pada dasarnya bahasa lokal merupakan pengantar untuk mengenal pembelajaran bahasa Inggris. "Indonesia memunyai beragam bahasa yang unik jadi kalau ditinggal ya sangat disayangkan. Kalau sejak dini anak sudah menguasai bahasanya sendiri maka nantinya akan lebih baik. Barulah ia dikenalkan bahasa Inggris dengan perlahan," kata Santhy.
Hal yang terjadi di Indonesia adalah seorang anak sejak dini sudah dikenalkan dengan bahasa asing dan seolah melupakan bahasa daerahnya. Bahkan terjadi pula di beberapa sekolah yang penyampaian materi pelajarannya menggunakan bahasa Inggris. Hal ini malah menjadikan pembelajaran tidak fokus, yang ada kata Santhy, malah bahasa lokal tidak dikuasai dan materi sekolah tidak terserap dengan baik.
Penundaan belajar bahasa asing pada usia anak dianggap akan lebih baik karena mereka akan semakin siap. Menurutnya, tak perlu euforia mengajarkan bahasa asing, namun cukup diperlakukan secara normal. Mulai dari pengenalan hingga nantinya penguasaan.
Dalam diskusi kali ini juga diperbincangkan mengenai esensi pendidikan yang masih belum tercapai tujuannya. Santhy mengatakan, sejauh ini esensi pendidikan masih sebatas pada pengajaran saja bukan pada taraf mendidik untuk perbaikan sikap dan perilaku pada anak.
Acara yang diselenggarakan di Aula AK Anshori ini juga mendatangkan keynote speaker lainnya yaitu Prof Dr ZN Patil dari University of English and Other Foreign Language, India. Kemudian Dr Mariana bt Yussof dari Universiti Teknikal Malaysia Melaka dan Prof Chuch Sandy dari TDI-Internasional Teacher Development Institute.
Santhy mengatakan, secara umum pertemuan ini mendiskusikan tentang bagaimana mendefinikan pengajaran bahasa Inggris. Dilihat dari berbagai segi mulai dari kebijakan pemerintah, implementasi di sekolah, guru, fasilitas, pengelolaan pembelajaran, dan posisi bahasa Inggris sebagai muatan lokal, ekstrakurikuler, maupun mata pelajaran wajib. Dengan adanya diskusi ini diharapkan akan ada sebuah pemikiran yang dapat dikontribusikan kepada pemerintah untuk pembelajaran bahasa Inggris di sekolah.
Pipit Nurhayati/SatelitPost
Tidak ada komentar:
Posting Komentar