Selasa, 27 September 2011

Tidak Sekadar Perayaan


I
Putri sejati, Putri Indonesia
Pendekar bagi kaumnya

Sosok wanita Jawa yang tulisan -tulisannya mampu   mendobrak posisi kaum wanita m asa penjajahan Belanda , akrab kita kenal dengan nama Kartini.  Dalam sejarah, Raden Ajeng Kartini (1879-1904) diperkenalkan sebagai pahlawan nasional  yang memperjuangkan kesetaraan    bagi wanita bumiputera, melalui pemikirannya dalam kumpul an surat berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Kartini adalah milik kita, milik bangsa Indonesia . Sebelum makin ditelan lupa, tak ada salahnya  kita  merenungkan  dan  mengapresiasi  kembali  pemikiran -pemikiran  Kartini   yang terangkum lewat surat-suratnya yang legendaris
itu. Tokoh feminis pertama Indonesia yang   pemikirannya diakui dunia, rasanya rugi bila kita tidak mengikuti   jejaknya.  Setiap tanggal 21 April kita peringati sebagai hari Kartini  yang biasa dirayakan dengan diidentikkan  pada sosok  ibu, wanita perkasa yang tiada tandingannya . Wanita Indonesia  berpawai  dalam  baju   nasional  sambil  menyanyik an  lagu  Ibu  Kita  Kartini. Tidak hanya  itu,  slogan  digemborkannya     kesetaraan  posisi  wanita dengan  laki -laki  juga melengkapi perayaan  itu.  Sosok  ibu  begitu  ditinggikan,  terlebih  perannya  dalam  masyarakat  yang  mampu mendobrak program pemerintah dalam pember dayaan wanita Indonesia. Begitu kiranya penulis menggambarkan  perjalanan  kaum wanita yang d ibawa oleh sang pendekar bagi kaumnya, yang menuliskan catatan harian   selama dalam   persembunyiannya di Belanda   saat Perang Dunia II (dibukukan dengan judul Th e Diary of Anne Frank).

II
Ibu, sebagai pendekar selanjutnya
Ia nan  anggun namun perkasa, mampu bekerja selama 24 jam
Terlebih tekanan yang di alami, menjadikannya tetap tegar

Memahami  sosok  Kartini  tentunya  kita  kaitkan  dengan  dunia  zaman  sekarang.  Kaum wanita waktu itu dibelenggu sebagai pelengkap dalam   menyelesaikan tugas rumah tangga, saat ini  memposisikan  diri  sebagai  tokoh  dalam  masyarakat.  Berbicara   tentang  wanita  tentu  tidak terlepas   dari   yang   namanya   ibu   rumah   tangga ,   beliau   mempunyai   peran   ganda   dalam masyarakat. Ibu rumah tangga  saat ini tidak hanya berperan dalam melengkapi kehidupan laki - laki  saja,  namun  mampu  mencukupi  kebutuhannya  sendiri  tanpa   harus  menunggu  dari  sang suami. Menyaksikan   perannya yang mampu   menggeser budaya patrilinear memicu persaingan antara  kaum laki-laki  dan  perempuan.  Kita  saksikan  dalam  rumah  tangga,  saat  ini banyak terjadi konflik so sial akibat ketidaksetaraan gender d alam masyarakat.

Eksistensi ibu dalam keluarga sangat berjasa. Sang ibu mempunyai peran ganda. Artinya, ketika berada dirumah, ibu berperan sebagi melayani suami dan anak -anak mereka. Namun disisi lain ketika keluar rumah dan terjun dimasyarakat ibu mempu nyai peran sesuai dengan profesinya saat itu. Beliau memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif        sehingga mampu memperjuangkan haknya dalam masyrakat.  Hal  ini  menjadi  landasan  untuk  meneruskan perjuangan  kartini  dalam  meningkatkan  sumberdaya wanita Indonesia. Dibuktikan dengan bermunculan  para  pemimpin  dan  anggota  legislative dalam pemerintahan. Ini menunjukkan bahwa ibu-ibu zaman mampu menunjukkan eksistensinya di masyarakat.
Namun tidak sedikit pula para ibu yang belum mampu memerdekakan diri dari be lenggu sang suami.  Mereka masih  mengandalkan  ketergantungan  pada suami,  karena keterbatan  yang dimiliki  terutama dalam  hal  pendidikan,  kesehatan,  ekonomi,  perlindungan  hukum,  dan  sektor tenaga   kerja.   Kita   renungkan   sejenak,   bahwa   sistem   kebudayaan   di   Indon esia   masih menggunakan system patriarki, dimana garis keturunan laki -laki lebih diutaman daripada wanita.
Di bidang pendidikan, kaum  ibu masih tertinggal dibandingkan  bapak. Kondisi ini antara lain  disebabkan  adanya  pandangan  dalam  masyarakat  yang menguta makan  dan  mendahulukan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan daripada  wanita. Dalam bidang k esehatan  ditunjukkan dengan  status  gizi  wanita  yang   menjadi  masalah  utama,  ditunjukkan  dengan  masih  tingginya angka  kematian  ibu  (AKI) .  Di  bidang  ekonomi,  secara  umum  partisipasi  perempuan  masih rendah,   kemampuan   perempuan   memperoleh   peluang   kerja   dan   berusaha   masih   rendah, demikian juga dengan akses terhadap sumber daya ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan  tingkat Partisipasi Angkatan Kerj a (TPAK) yang masih jauh lebih rendah dibandingkan laki -laki. Untuk itu harus ada kesetaraan gender dalam masyarakat.

III
Akibat ketidaksetaraan gender
Insan yang tertekan, akan bangkit dari keterpurukannya
Tidak ada diferensiasi, untuk sebuah pembaharuan

Suatu pandangan yang membedakan   peran, kedudukan, dan tanggungjawab   antara ibu dan  bapak  dalam  rumah  tangga  memicu  munculnya   ketidaksetaraan  gender.  Sang  i bu  lebih termarjinalisasi,  subo rdinasi,  memiliki  beban  ganda,  double  burden,  terjadi  kekerasan  seperti yang  sering  kita  saksikan  sekarang  ini.  Maraknya  diskursus  tentang  kesetaraan  gender  adalah suatu        hal       yang  wajar,  fakta-fakta  terkait  ketidaksetaraan  gender  masih  jelas  terpampang  d i depan  mata.  Diskriminasi,  perlakuan  tida k  adil,  eksploitasi,  pelecehan,  penistaan ,  kekerasan, masih  sering  dialami  sang  ibu  dalam  rumah  tangga.  Padahal  sosok  ibu  sangat  berpengaruh terhadap  perkembangan   anak  dalam  keluarga,   baik  fisik  maupun  psikis nya.  Wanita  dalam berbagai bidang pekerjaan hanyalah sebagian dari hasil perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender,  sementara  perjuangannya  sendiri  terletak  pada  upaya  meningkatkan  sumber  daya perempuan   agar  memiliki  keunggulan  komparatif  sekaligus  kompetitif ,  seperti  yang  telah dimiliki sebagian besar kaum laki -laki.
Akibat dari ketidaksetaraan inilah muncul feminisme liberal yang nantinya akan menjadi ancaman  bagi  keluarga  karena  pada  kenyataannya   ibu tidak  mendapatkan  hak -hak  yang semestinya, tidak  ada  ya ng menyangkal bahwa memang harus dibela. Apabila tidak dilakukan pembelaan   sama   saja   dengan   membiarkan   kedzaliman   merajalela   dimuka   bumi.   Karena menginginkan  hak   yang  sama  dalam  setiap  peran  dan  fungsi  antara  kaum  laki -laki  dan perempuan. Dengan adanya kon sep tersebut, menjadikan kaum perempuan mene ntang ketentuan yang sudah ada. Sang ibu bisa saja memunculkan penolakan -penolakan yang sudah dikonsepkan oleh  sang  suami.  Ancaman  karena  mempunya i  hak  sama  dengan  laki -laki  cenderung  kaum perempuan merasa berkuasa.
Oleh karena itu diperayaan hari ibu, pemerintah perlu  mengkaji lagi dalam menjalankan programnya  dalam  upaya  mengoptimalkan  pemberdayaan  wanita.  Tidak  hanya  perayaan  saja. Eksploitasi  tenaga  wanita  Indonesia  sebagai  sumber  devisa  Negara   perlu  dikurangi karena wanita adalah sebagai tonggak kemajuan bangsa.

Oleh Fitri Nurhayati
dalam peringatan hari ibu 2010 sebagai persembahan teruntuk Ibunda tercinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar