Mahasiswa PPG SM-3T Geografi UNY |
Wacana
tentang kurikulum tidak akan basi untuk dibahas selama pendidikan belum mencapai
kata layak. Ini baru analisa yang paling mendasar dari sistem yang menjadi
garda depan proses pembelajaran. Belum lagi dengan persaingan zaman di luar
sana yang memaksa siapa pun untuk selalu siap, termasuk kepada sekolah dengan
kurikulum lama.
Baru-baru
ini ramai dibahas tentang persiapan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA). Beberapa lini sedang gencar memantaskan diri untuk bisa bersaing
dalam pasar bebas se-Asia Tenggara, termasuk lini pendidikan.
Ketidakmerataan
pendidikan di Indonesia menjadi masalah rumah tangga yang semestinya sudah
selesai jauh-jauh hari sebelum dilancarkannya MEA. Guru Besar Fakultas Ekonomi
UNY, Prof. Suyanto, Ph.D dalam seminarnya pernah menyampaikan tantangan guru
menuju MEA. Menurutnya, secara internal Indonesia seharusnya memiliki daya saing
dan produktivitas tinggi. Sumber daya manusianya juga dituntut memiliki
spesialisasi, kompetensi, etos kerja, kultur, dan produktivitas yang tinggi
pula. Sedangkan secara eksternal, harus ada pemenuhan komitmen terhadap roadmap
menuju MEA 2015 baik secara individu maupun kolektif di ASEAN.
Melihat
orientasi MEA yang lebih mengarah pada hasil finansial, tentu tak sejalan
dengan konsep pendidikan Indonesia yang berpegang teguh pada
pembangunan karakter. Kurikulum 2013 gencar menyuarakan pembentukan karakter
bagi peserta didik, namun sudahkah sejalan dengan persiapan menghadapi persaingan
secara internasional? Pertanyaan ini seharusnya menjadi refklesi tersendiri dalam dunia
pendidikan.
Satu
hal yang menjadi kekhawatiran nantinya adalah tenaga kerja profesional ASEAN yang
bisa membanjiri pasar tenaga kerja Indonesia. Hal ini akan semakin menggerus
posisi tenaga pendidik dalam negeri. Sedang tenaga profesional Indonesia akan memilih
pasar luar negeri yang lebih menjanjikan.
“Saat
ini kondisi Indonesia terbilang lemah dalam daya saing nasional, apalagi nanti
secara internasional. Begitu juga dengan kesiapan teknologi nasional yang masih
rendah pula,” kata Prof. Suyanto, Ph.D.
Dr.
Paidi, Dosen FMIPA UNY dalam kuliah umumnya (29/5) mengatakan saat ini sistem
pendidikan Indonesia lebih menekankan higher order thinking skill. Dikatakan
bahwa kondisi pendidikan Indonesia masih sangat kurang dalam foundational
knowledge, berpikir tidak kreatif (konvergen), dan masih mudah dipengaruhi.
Kondisi
ini akan menjadi persaingan bagi para pendidik profesional. Saat ini, di dalam
negeri pun sudah terjadi antrean panjang
untuk mengisi kekosongan tenaga pendidik. Setelah pasar bebas ASEAN dibuka
secara resmi, tentu daftar antrean panjang
tenaga pendidik akan bertambah. Berbagai kemungkinan akan terjadi. Jangan
sampai Indonesia kembali ‘bekerja di rumah sendiri’ seperti yang terjadi pada awal
abad 20. (*)
Mantaap...
BalasHapusterimakasih...
Hapus