Pertunjukan Tari Kecak di Stage Chandra Budaya, Gianyar, Bali (6/12). Foto: Imas Kurnia |
Cak...cak...cak...
Begitu bunyian yang keluar dari mulut para penari Kecak. Siapa yang tak kenal
tarian ini? selain hits di iklan komersil dalam negeri, tarian khas Bali
ini juga sering dikenalkan oleh guru-guru di sekolah dasar. Uniknya, meski
meriah saat dimainkan namun tarian ini sama sekali tidak mengandalkan alat
musik. Kemeriahannya hanya berasal dari suara ‘cak-cak’ para penari. Mereka
duduk melingkar sambil mengangkat kedua tangan ke atas. Pakaian seragamnya
hanya setengah badan yaitu kain kotak-kotak yang dikenakan seperti songket, sedang
kepalanya diikat udeng khas Bali.
Saya
berkesempatan menyaksikan langsung Tari Kecak di Stage Chandra Budaya, Gianyar,
Bali (6/12). Pulau Dewata ini kami pilih sebagai destinasi utama untuk mengisi
liburan semester genap PPG SM-3T UNY 2015. Bercerita tentang Pulau Bali, seolah
semua objek wisata tumplek blek disini. Mulai dari pantai, gunung,
dataran tinggi, kebudayaan, religi, hingga wisata belanja tersedia semuanya.
Kali
ini saya akan mengulas tentang kebudayaan, khususnya Tari Kecak. Tarian yang
sudah sangat familiar bagi masyarakat Indonesia dan informasinya pun bisa
didapatkan di banyak media. Kecak adalah tarian sakral Sang Hyang, yaitu
seseorang yang kemasukan roh untuk bisa berkomunikasi dengan para dewa atau
leluhur yang sudah disucikan. Para penari menjadi media penghubung para dewa
atau leluhur untuk menyampaikan sabdanya. Pada tahun 1930-an mulailah
disisipkan cerita Epos Ramayana dalam tarian ini.
Ramayana,
cerita rakyat yang mengisahkan akal jahat Dewi Keyayi, ibu tiri Sri Rama putra
mahkota Kerajaan Ayodya. Sri Rama diasingkan dari istana ayahandanya Sang Prabu
Dasarata. Ia pergi ke hutan Dandaka bersama sang istri Dewi Shinta dan adik
laki-lakinya yang setia menemani. Keberadaan mereka di hutan diketahui oleh
seorang Raja yang zalim, Prabu Dasamuka atau biasa dikenal dengan Rahwana.
Sang
Raja pun terpikat dengan kecantikan Dewi Shinta. Singkatnya, Rahwana membuat
rencana untuk menculik sang dewi dengan dibantu patihnya, Marica. Dengan
kesaktikan yang dimiliki, Marica menjelma menjadi seekor kijang emas yang
cantik dan lincah. Rencana jahat sang Raja akhirnya berhasil memisahkan Shinta
dan Rama. Sang dewi kemudian dibawa kabur oleh Rahwana ke negeri Alengka Pura. Dengan
ditemani Trijata, keponakan Rahwana, Sita meratapi nasibnya di taman istana.
Datanglah
Hanoman, kera putih utusan Rama untuk menolong Shinta. Dengan merencanakan
suatu tipuan akhirnya Rama berhasil membebaskan Dewi Shinta dengan bantuan bala
tentara kera di bawah Panglima Sugriwa. Mereka berhasil mengalahkan tentara
Rahwana yang dipimpin Meganada.
Adegan
ini memperlihatkan Rama di medan perang melawan Meganada, putra Rahawana yang
menembak Rama dengan panah saktinya. Tiba-tiba ia berubah menjadi seekor naga dan
langsung melilit Rama. Muncullah Sugriwa, Sang Raja Kera menolong Rama.
Puncak
pertunjukkan ini diakhiri dengan kemenangan di pihak Rama yang berhasil membawa
Shinta kembali pulang dengan rasa bahagia. Cerita ini diadopsi dari kisah pewayangan
Ramayana, namun tetap menarik disajikan dalam tarian khas Pulau Dewata. Tetap
menghibur dan mendobrak khasanah budaya Indonesia, bukan? (*)
::
Berwisata ke Bali sekaligus reportase untuk konsumsi pribadi sungguh menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar