Kamis, 11 April 2013

Dari Satpam Kini Jadi Deputi BI



Rusly Albas
WAJAH sumringah selalu ditampilkan Rusly setiap kali berjumpa dengan koleganya. Ia selalu tersenyum meski tekanan kerja yang dialaminya cukup tinggi. Mengingat jabatannya sebagai Deputi Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Purwokerto mengharuskan dirinya selalu bekerja ekstra. Hal inilah yang menjadikan Rusly selalu disegani stafnya sehingga ia dikenal dengan pribadi yang ramah.
Pemilik nama lengkap Rusly Albas ini mengawali karir di tanah kelahirannya, Lhokseumawe. Menjabat posisi strategis di BI sebenarnya bukanlah cita-cita sejak kecil. Pria kelahiran 5 April 1959 ini sejak kecil berkeinginan masuk militer.
Setelah menamatkan sekolah di SMAN Lhokseumawe, Rusly remaja mendaftarkan diri ke AKABRI. Sayang, usahanya gagal saat menjumpai ujian terakhir.
Jiwa mudanya waktu itu masih menggebu sehingga ia melanjutkan pencarian kariernya di setiap lini. Kebetulan, kata dia, BI Lhokseumawe membuka lowongan pekerjaan.
"Dengan bermodal ijazah SMA tentu tidak cukup untuk mendapat jabatan strategis di BI. Saya dipekerjakan di sana tapi sebagai satpam. Tapi itu sama sekali tak masalah bagi saya," kata Rusly mengenang perjalanan karirnya.
Selama 15 tahun, Rusly muda menjalani hari-harinya duduk di pos security. Menerima tamu kemudian mengantarnya masuk ruangan serta memberi pelayanan layaknya satpam yang lain. Seperti tak pernah patah semangat, ia berusaha keras untuk bisa melanjutkan pendidikan agar bisa mengubah nasib.
Sembari bekerja, pria berkacamata ini melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Malikussaleh yang kini telah berganti nama menjadi Universitas Malikussaleh. Hingga tahun 1989, ia berhasil meraih gelar sarjana dan menjadi kebanggaan tersendiri. Betapa tidak, gelar ini didapat dari hasil kerja kerasnya sembari terus berjaga di pos.
Keinginannya untuk mengubah nasib seolah menemui titik terang hingga dua tahun kemudian ia naik jabatan menjadi staf BI dan ditempatkan di Sibolga, Sumatera Utara.
"Waktu itu ada promosi jadi saya ikut seleksi dan alhamdulillah diangkat sebagai staf. Jadi seragam saya ganti, nggak lagi pakai baju satpam," kata dia.
Pertama kali bertugas di Sibolga, ia dipercaya menjadi kepala operasional kas dan sumber daya. Hingga tahun 2002 dipindahkan ke BI Banda Aceh dengan posisi yang sama. Loyalitas dalam bekerja ditunjukkannya sehingga prestasi pun didapat sebagai bentuk hadiah dari kinerja selama itu.
Tepat tanggal 1 Juli 2004, suami Nurhayati Budiman tersebut kembali ditugaskan ke Lhokseumawe sebagai kepala seksi. Tempat ini merupakan kampung halaman tercintanya hingga ia bertekad agar bisa memberi manfaat di daerah asal. Kariernya di sini terus naik hingga 15 Oktober 2008, ia naik jabatan menjadi Deputi di Kantor BI Lhokseumawe.
Berkarier di lembaga milik negara seolah membawanya keliling negeri untuk melakukan tugas. Sampailah Rusly di Purwokerto, yang untuk pertama kalinya, dia ngantor di Kota Keripik. Meski sebelumnya, ia pernah bertandang sebentar saja untuk menjalankan tugas.
"Secara pribadi, saya berharap keberadaan saya dapat benar-benar menjalankan tugas yang dipercayakan lembaga sebagai amanah. Sehingga dapat melayani masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawab," ujar dia.
Amanah baginya adalah sesuatu yang mudah diucapkan namun sejatinya berat dalam implementasinya. Hal ini dikarenakan pertanggungjawaban amanah bukan hanya kepada lembaga saja, tetapi kata Rusly, hakikatnya adalah di yaumil mahsyar di hadapan mahkamah Allah SWT.(nurhayatipipit@gmail.com)

Tsunami yang Sisakan Banyak Cerita
TSUNAMI Aceh tidak hanya menjadi catatan sejarah bagi bangsa Indonesia. Namun juga menyisakan pengalaman yang mengakar dalam benak Ruly Albas.
Saat itu, selama dua hari, ia sempat lost contact dengan keluarga. Anak, istri, beserta keluarga besarnya ada di Aceh, sedangkan ia baru saja terbang ke Yogyakarta untuk perjalanan dinas.
"Saat terjadi gempa, saya masih ada di Bandara Malikussaleh mau ke Yogyakarta. Saat itu, ada sembilan rumah yang rusak dan seorang tetangga tidak ditemukan. Tapi luar biasa, waktu itu, ketiga anak saya sedang try out di luar kota," kata Rusly.
Mengemban amanah untuk perjalanan dinas tetap harus dilakukannya. Pasalnya, kegiatan ini merupakan tanggungjawabnya. Namun, tak bisa dipungkiri, di sisi lain, dirinya juga cemas lantaran tak ada kabar dari keluarga di Aceh.
Ayah empat anak ini pun hanya mendapat informasi dari televisi saja. Pikirannya waktu itu tentu tak karuan. Sebab, ia harus memikirkan antara tugas dan keluarga tercintanya. Keduanya, tak dapat ia tinggalkan begitu saja.
Selang dua hari kemudian, Rusly mendapat kabar dari kantor, jika tak ada korban tsunami yang berasal dari BI. Setelah mendapat kabar tersebut, ia beranjak diri untuk pulang. Apalagi kantor tempatnya bekerja ini juga harus segera beroperasi kembali.
Tak butuh waktu lama, kantornya kembali normal dan ia tetap berada di belakang meja. Sejak itulah, Rusly kian merasa sangat dekat dengan keluarga beserta mitra kerjanya di kantor. Hingga kemana pun di tugaskan bahkan sampai di Purwokerto, ia tetap memboyong keluarga.
Di Purwokerto, pendatang dari Aceh ini menyaksikan kondisi masyarakat yang cukup eksklusif, santun, ramah, dan tidak mudah terpengaruh dengan provokasi. Sekaligus memperlihatkan kerukunan hidup beragama. Menurutnya, hal ini yang mampu mewujudkan Purwokerto sebagai daerah yang aman dan nyaman bagi siapa pun.
Kondisi yang digambarkan ini jauh berbeda dengan daerah asalnya yang sering terlibat konflik. Bahkan Aceh sempat ditetapkan sebagai daerah darurat militer. Ia pun pernah mendapat ancaman lantaran menjalankan kebijakan yang dianggap merugikan sebagian kalangan.
"Jelas saya merasa terintimidasi waktu itu padahal hanya menjalankan kebijakan saja. Bentuk terornya memang tidak berbentuk fisik, paling ya mereka berbicara keras atau mengancam akan datang ke rumah. Tapi demi menjalankan kewajiban ya saya tetap lanjut saja," kata Rusly.
Dari pengalaman yang didapatnya, ia merasa beruntung ditugaskan di Purwokerto. Pihak kepolisian dan kejaksaan setempat proaktif berkoordinasi dengan lembaganya dalam penanganan berbagai kasus.
Di sini, ia bisa menghabiskan waktu dengan nyaman untuk bekerja sembari berkumpul bersama keluarga. Meski waktunya tak bisa diseimbangkan, baik untuk keluarga, bermasyarakat, maupun istirahat. Bagi dia, hari libur adalah waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Biasanya ia lebih memilih jalan-jalan pagi atau bersepeda. (fitri nurhayati)

BioProfil:
Nama   : Rusly Albas
Ttl        : Lhokseumawe, 5 April 1959
Alamat : Jalan Malikussaleh komp BI nomor B Lhokseumawe
Profesi : Deputi Kepala Perwakilan BI Purwokerto
Istri: Nurhayati Budiman
Anak :                        
1. Ayunda Al Qadr Hayati
2. Tarina Al Kautsar
3. Muhammad Hafidh Al Mukmin
4. Muhammad Dzaky Alfajr Dirantona
Pendidikan :
S1 Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Malikussaleh
S2 Program Magister Managemen, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Prestasi :
Juara 1 lomba karya tulis ilmiah se-Indonesia (1987)
Juara 2 lomba resensi buku se-Indonesia (2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar