Senin, 22 September 2014

Kerinduan Di Kaki Ragajembangan

Gunung Ragajembangan 

JIKA ada yang menyukai pegunungan, datanglah ke kampung halamanku. Di sana ada gunung yang menjulang tinggi, indah, bak lukisan yang baru saja diselesaikan dan siap untuk dipamerkan. Kampungku berada tepat di kaki Gunung Ragajembangan, Desa Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Kalau ingin menyaksikan air terjun di gunung ini aku tinggal keluar rumah dan mendengarkan desir airnya tanpa terhalang oleh sebatang pohon pun. Air terjun turun seperti gadis kecil pemalu tetapi selalu riang. Ia mengalir ke seluruh rumah penduduk untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Saat hujan turun, aku paling suka duduk dekat jendela sambil melipat tangan di dada. Dari jendela tampak dinding-dinding dan atap rumah yang sederhana mewakilkan nuansa pedesaan yang sejuk dan asri. Kulayangkan pandangan ke luar rumah sambil menyimak ketukan air yang tempias ke kaca. Tahun lalu aku merasakan kesejukan yang luar biasa ini dikampung halamanku. Tapi sekarang aku berada di suatu tempat yang tanahnya kering dan jarang sekali turun hujan, tanah Flores. Saat ini pula aku sangat rindu Wanayasa, kampung halaman yang aroma hujannya wangi dan udaranya sejuk.
Lebaran tahun kemarin adalah terakhir kali aku menikmati hujan di kampung halaman. Tepatnya sehari sebelum kami sekeluarga merayakan hari raya Idul Fitri. Hujan yang turun lebat waktu itu mengharuskanku untuk berjibaku dengannya. Beruntung pada hari H pelaksanaan solat Id di lapangan, cuaca sedang bersahabat jadi kami bisa melihat keindahan Wanayasa beserta Ragajembangannya.
Karena cuaca sedang bagus, kami merayakan lebaran dengan menerbangkan balon raksasa yang dibuat oleh para pemuda desa. Kebersamaan begitu terasa di desa ini, khas masyarakat tradisional yang keakrabannya masih sangat kental. Background yang melatarbelakanginya adalah gundukan tanah yang menjulang tinggi dikelilingi deretan pegunungan dan pepohonan yang subur. Gambaran alam ini pula yang mewakilkan kemakmuran tanah yang sudah tergolong dataran tinggi ini.
Keseruan menerbangkan balon bersama warga setempat usai solat Id menyisakan rindu yang saat ini sangat kurasakan. Acara ini menjadi ritual tahunan yang tak pernah ketinggalan setiap tahun. Uniknya balon raksasa ini dapat menyatukan seluruh perbedaan yang melekat dari masing-masing warga. Mempertemukan warga desa yang sebelumnya berpencar di tempat lain untuk mencari nafkah. Ada yang bekerja didesa tetangga, kota tetangga, bahkan di negara tetangga. Hiburan rakyat ini pada akhirnya mengumpulkan kami dalam waktu bersamaan.
Balon raksasa ini diterbangkan dengan bantuan tenaga bahan bakar yang dimodifikasi dengan apik. Sembari menungggu balon diterbangkan, para ibu asyik mempersiapkan hidangan berupa tumpeng dari masing-masing RT. Sedang anak-anak sibuk mengerubungi para pemuda yang sedang bersiap menerbangkan balon. Usai balon melesat mendekati Gunung Ragajembangan, kami berkumpul dan menikmati makan bersama di Lapangan Kertiyasa. Kampung halamanku selain bersahabat juga mengisahkan kenangan tersendiri setiap tahunnya.
Kalau mau melanjutkan perjalanan naik gunung juga tidak sulit. Bisa melalui jalan setapak di desa ini. Beberapa warga disini juga ada yang mempunyai lahan pertanian di gunung. Setiap harinya mereka naik gunung, berangkat pagi dan pulang sore. Membawa bekal yang mereka nikmati digubug (rumah kecil) yang sengaja dibangun di tengah ladang. Alas makannya biasanya menggunakan daun pisang jadi kalau sudah selesai bisa langsung dibuang agar tidak mengotori lingkungan.
Untuk sampai ke kampung halamanku tidaklah sulit. Biar pun desa, lebih tepatnya berada di kaki gunung tapi angkutan umum melaju setiap hari. Kalau dari kota Banjarnegara cukup naik bus sekitar satu jam. Selama perjalanan akan Anda jumpai nuansa kota karena tempat ini masih tergolong sub urban fringe. Tak lama setelah itu barulah udara mulai terasa dingin, di kanan kiri jalan hanya ada pepohonan dan beberapa rumah warga yang jaraknya saling berjauhan. Dingin kian menusuk saat melewati Gunung Lawe yang biasa menjadi destinasi para traveller untuk panjat tebing. Dari jalan nampak gunung batu yang menjulang dan cukup menghibur mata selama perjalanan.

Ini baru setengah perjalanan karena setelah mengikuti alur jalan ini selanjutnya akan dijumpai wisata kolam renang, Paweden namanya. Disini dinginnya semakin menjadi. Nah, barulah setelah itu seterusnya yang dilihat pepohonan rindang saja, namun sesekali akan ada hal yang mengejutkan selama perjalanan. Sejam hampir berlalu sampai Anda menjumpai keramaian tepatnya di perempatan Desa Karangkobar. Namun keramaian ini bukan berarti perjalanan Anda telah sampai. Tak perlu khawatir karena sepuluh menit lagi sampai di Wanayasa. Biasanya angkutan umum akan berhenti beberapa menit untuk mencari penumpang. Barulah di lintasan terakhir akan Anda jumpai lagi wisata kolam renang di tempat sepi yang dikelilingi pepohonan rindang. Meski ini sudah masuk kawasan dataran tinggi yang dingin namun tetap saja ada kolam renang yang ramai setiap hari libur. Terus melintas, nah akhirnya Anda sampai di desa Wanayasa. Meski masih di jalan raya tapi Anda akan melihat langsung gunung yang menjulang tinggi dan langsung terhirup aroma desa yang sejuk, Ragajembangan. (*)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar