Terimakasih
untuk sentuhan atas hidupku
Baik
dengan cara biasa maupun luar biasa
Aku
bersyukur karena kau mengetahui banyak hal tentang diriku
Kepercayaanku
dan kasihmu, melapangkan jalanku
Untuk
menjadi diriku sendiri
(Sepenggal
puisi yang dibawakan Gabie dalam acara Ngada Edu-Culture Fair 2014)
Ayunan
tangan Gabriel Nggoli (17) nampak mungil memperagakan setiap bait puisi yang ia
bawakan. Tangan kirinya mahir memegang microphone yang sesekali dipindahkannya ketangan
kanan. Ia tampil percaya diri dihadapan ratusan orang yang hadir dalam acara
Ngada Edu-Culture Fair 2014 yang digelar guru SM-3T Ngada, NTT.
Siapa
pun tak akan menyangka jika Gabriel adalah siswa SMP. Melihat tinggi badannya
yang tidak sampai satu meter orang mengira dirinya baru masuk SD. Meski
tingginya tidak sempurna seperti anak seusianya, siswa kelahiran 22 September
1996 ini tetap percaya diri. Tak ayal aksinya dipanggung mampu memukau ratusan
penonton yang hadir di Lapangan Kartini, Kota Bajawa, Sabtu (10/5). Bahkan tak
sedikit dari mereka yang meneteskan air mata. Penampilan Gabie kali ini merupakan
satu dari sederet aksinya di depan banyak orang.
Saat
ditanya kenapa Gabie begitu percaya diri, ternyata ada satu hal yang memotivasi
dirinya untuk berani tampil di panggung. Katanya, siswa SLB Negeri Bajawa ini
ingin menjadi artis seperti pelawak, Daus Mini.
“Cita-citanya
pengin jadi artis seperti Daus Mini. Jadi bisa sering tampil di panggung. Kalau
tidak jadi artis ya jadi MC tidak apa-apa,” kata Gabie sambil tersipu malu.
Anak
kedua dari empat bersaudara ini nyalinya tak pernah ciut meski dirinya tak
sempurna seperti anak pada umumnya. Air mukanya tetap ceria dengan senyum yang
menggemaskan.
Pada
gelaran Ngada Edu-Culture Fair beberapa waktu lalu ia membawakan sebuah puisi
dan pantun yang membuat semua pasang mata tertuju padanya. Selain syairnya yang
menggelitik hati, pembawaan Gabie juga menjadi inspirasi banyak anak lain yang tergolong
normal.
Arum
Puspitaningtyas, guru SM-3T yang ditugaskan di SLB pun sempat meneteskan air
mata. Tidak menyangka muridnya bisa tampil memukau banyak orang. Menurutnya,
yang terpenting saat mengajar anak luar biasa adalah ikhlas dan mencurahkan
kasih sayang kepada sang anak.
“Yang
terpenting tidak pilih kasih. Mereka semua sama, tinggal bagaimana kita
memotivasi dan menggali potensi mereka. Saya bangga dengan Gabie,” kata Arum.
Putih
warnanya bunga melati
Pastilah
tentu harum baunya
Belajarlah
kamu sedari dini
Kelak
berguna di hari tua
(Pantun
yang dibawakan Gabie dalam acara Ngada Edu-Culture Fair 2014)
Kepandaian
Gabie juga disampaikan Maria Yasinta Naru, wali kelasnya di sekolah. Menurut
Yasinta, muridnya yang satu ini memang tergolong pintar. Bahkan seringkali ia
menugaskan Gabie untuk mengajari teman-temannya pelajaran matematika. Kepandaian
siswa berkulit hitam manis ini mengantarkannya mewakili sekolah untuk mengikuti
olimpiade matematika tingkat Provinsi NTT di Kupang.
“Dulu
ikut lomba matematika dapat juara dua di Kupang. Rasanya senang bisa naik
pesawat terbang sampai Kupang,” ujar Gabie sambil memainkan jari-jarinya untuk
menghilangkan grogi.
Tepat
Bulan Mei 2013 lalu ia mengikuti olimpiade matematika khusus untuk anak SLB.
Dari situ semangat belajarnya terus terpacu bahkan seolah tak pernah mengikis.
Dari wajahnya selalu menyiratkan senyum yang menginspirasi banyak orang.
Dulu
saat akan menamatkan sekolah dari SD Ije Kecamatan Wolomeze, ia langsung
mengikuti ujian nasional di SLB N Bajawa. Ia mendapat nilai delapan untuk mata
pelajaran matematika. Beruntung saat duduk di bangku SD teman seusianya
memahami keterbatasan Gabie. Sehingga ia tetap percaya diri saat berada
diantara siswa normal lainnya.
Dengan
begitu ia pernah mengenyam pendidikan bersama siswa normal lainnya. Dunia
pendidikan biasa mengenalnya dengan istilah inklusi, dimana siswa berkebutuhan
khusus mendapat layanan pendidikan yang sama dengan siswa normal lainnya.
Pendidikan
inklusif adalah penempatan anak berkebutuhan khusus baik tingkat ringa, sedang,
dan berat secara penuh di kelas reguler. Disini, ditemukan sisi positif
pendidikan inklusif bagi siswa berkebutuhan khusus. Dimana dapat terbangun
kesadaran dan menghilangkan sikap diskrimatif terhadap penyandang disabilitas.
Drs.
Vinsensis Milo, Kepala Dinas PKPO Kabupaten Ngada mengatakan pentingnya
pendidikan inklusif karena semua anak mempunyai hak yang sama untuk belajar
bersama anak yang lain. Mereka tidak dibedakan secara rigrid, tetapi yang perlu
diperhatikan bahwa mereka memiliki kesulitan dalam belajar. Tidak ada alasan
yang mendasar untuk memisahkan anak dalam pendidikan.
Saat
ditanya bagaimana cara belajar Gabie, anak kedua dari empat bersaudara ini
mengatakan cukup sederhana. Ia hanya memanfaatkan waktu sore hari untuk sekadar
membaca buku. Biasanya yang dibaca adalah buku cerita. Katanya, ia menyukai
pelajaran IPA.
Aktivitasnya
setiap hari memang terbilang monoton, tapi ia nampak sangat menikmati hal itu.
Mulai dari jam lima pagi Gabie sudah bangun. Anak dari pasangan Yosep Mena dan
Filonimat ini tinggal di asrama bersama teman-teman lain.
“Setelah
bangun pagi langsung berdoa, kemudian beres-beres di asrama. Setelah itu baru
mandi trus makan dan pergi ke sekolah,” jawabnya sambil berfikir mengurutkan
aktivitasnya pagi hari.
Di
sekolah banyak hal yang dilakukan Gabie. Diantara enam orang sekelasnya, ia
tergolong yang paling pandai. Karena dibanding siswa lain, ia hanya memiliki keterbatasan
secara fisik saja.
Burung
merpati terbang lepas
Burung
dara memakan roti
Jadi
anak janganlah malas
Sudah
tua menyesal nanti
(Pantun
yang dibawakan Gabie dalam acara Ngada Edu-Culture Fair 2014)
“Saya
suka membuat syal. Ibu guru yang mengajari bikin syal,” ujarnya sambil menunjuk
hasil kerajinannya yang terpajang dilemari sekolah.
Tangan
terampilnya ini terus merajut merampungkan tugasnya membuat syal yang sering
dibawa dalam pameran. Biasanya ia mampu menyelesaikan satu syal dalam empat
hari. Hasilnya tidak hanya cantik, namun syal istimewa yang dihasilkan dari
tangan anak luar biasa.
Selain
syal, kata Gabie hasil merajutnya juga banyak dijadikan taplak meja, tas, topi,
atau kerajinan lain. Beberapa hasil karya anak SLB ini sering menarik minat
orang untuk membelinya. Kerajinan ini merupakan satu dari banyak hiburan yang
membuat Gabie tetap ceria menjadi anak luar biasa.
Sepulang
sekolah ia tidak langsung makan siang atau beristirahat, namun rutinitas telah
mengajarkannya untuk menyelesaikan tugas terlebih dahulu.
“Pulang
sekolah cuci piring dulu setelah itu baru makan siang. Kalau sudah selesai
semua baru istirahat,” ujarnya.
Dari
rutinitas yang melekat pada diri Gabie menjadikannya pribadi yang disiplin dan
penuh percaya diri. Anak yang tidak suka membeli jajanan bocah di luar rumah
ini mengaku suka dengan semua makanan. Yang ada di depannya itulah yang
dimakan.
Gabie
mini berusaha memanfaatkan semua waktunya untuk melakukan kegiatan yang
bermanfaat. Blandina Owa, Guru SLB N Bajawa mengatakan selain hobi membaca buku
Gabie menyisakan waktu di sekolah untuk merajut atau membuat kerajinan lain.
“Kelak
keahlian yang mereka miliki akan berguna di masa depan,” ujarnya. (*)
dimuat di Harian Pagi SatelitPost