Jelang Senja di tepian Serayu, Sabtu (16/6)_Pipit_doc |
Sore itu aku menyisir senja di
tepian Serayu, Sabtu (16/6). Baru saja aku menjemput bahagia karena dapat
melewati perjumpaan denganmu.
Sepanjang jalan aku melihat
cahaya jingga memusat pada satu pusaran. Ia terlihat mengintip di balik bukit dan
kian bersembunyi.
Seolah ia mengiring di sebelah
kiri sepanjang perjalananku. Tak ingin sekejappun lirikan ini berpaling
darinya. Aku tak ingin melewatkan momen indah terbenamnya pusaran senja.
Setelah terbenam jalanpun mulai
gelap, menggiringku untuk berfikir bahwa inilah gambaran kehidupan. Seperti
cahaya yang merasakan lelah sehingga ia harus beristirahat dalam peraduannya.
Namun esok terlalu tak pasti untuk
dapat menemuinya lagi. Senja harus berjuang untuk kembali menyinari bumi.
Karena ia lahir lewat fajar yang menyingsing di ufur timur. Warnanya kuning
emas bersepuh ungu seperti campuran warna orange dan merah di luasan langit yang
tak berujung.
Dan kondisi inilah yang
menjadikan nalar kita mencari jalan terang pada masanya. Karena semua yang bersemayam
dibumi mempunyai energi untuk tetap bertahan. Begitu juga dengan manusia.
Manusia berjuang untuk
melanjutkan roda kehidupan. Ia berjuang melawan dunia yang kian kejam dan tak
terkendali. Sesunguhnya setiap nafas yang kembang kempis dalam raga manusia adalah
sebuah perjuangan. Sama halnya dengan euforia diantara kita.
Kita berjalan menjemput senja
dari arah yang berbeda. Namun suatu saat nanti kita akan dipertemukan pada
sebuah persimpangan. Dimana jalan kita akan menjadi satu, lurus, dan tiada akhir.
Perjalanan itu tak menghadirkan
sebuah pilihan. Karena takdir tak dapat kita negosiasi lagi. Meskipun
masing-masing mampu berretorika, memperjuangkan keinginan untuk saat ini, namun
sejatinya takdir yang akan mengakhirkan.
Nalar kita tak akan sampai untuk
menelusuri alasan mengapa suatu saat kita akan memilih jalan yang sama. Kita
tak bisa lagi berrenang selama ikan, karena kekuatan untuk menyelam adalah
hasil perpaduan energi untuk melakukan sebuah perjuangan.
Kita hanya mampu berharap bahwa
jalan yang kita pilih bukanlah menuju alamat yang salah. Berdasar sebuah
coretan yang menjadi pegangan, agar kita berhenti pada sebuah gubug untuk
membangun istana bersama.
Fitri Nurhayati
Minggu, 16 Juni 2012 00:57
“Sesungguhnya lelaki hebat tak pernah lepas dari wanita yang hebat
pula.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar