Senin, 14 Juli 2014

Selesaikan Semua Pekerjaan dengan Tulis Tangan

Foto ilustrasi (cahyadi-takariawan.web.id)

Semangat itu menular saat aku menyaksikan mama Gina sibuk dengan buku tulisnya yang tebal-tebal. Ada yang bersampul merah, hijau, biru, dan kuning, namun semuanya sudah usang dimakan usia. Ia menumpuknya rapi di meja kerjanya yang sudah penuh. Katanya biar mudah mencari sewaktu-waktu.
Buku itu dibukanya setiap musim ujian kenaikan kelas. Kadang membuka untuk mencari referensi soal atau untuk menambahkan tulisan di halaman baru berupa kumpulan soal. Aku meniliknya perlahan. Satu per satu dirangkainya dengan rapi soal-soal yang akan dikeluarkan saat ulangan. Lengkap dengan kelas, semester, mata pelajaran, dan tahun ajarnya.
Masih ada waktu dua hari yang diberikan bagian kurikulum untuk para guru mengumpulkan soal. Kali ini aku lihat kesibukan mama Gina semakin memadat. Ia mengampu dua mata pelajaran untuk semua kelas. Kelas satu waktu itu masih umum, belum penjurusan. Berbeda dengan kelas dua yang sudah terbagi jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
Kusaksikan sesekali ia melempar tangannya ke depan. Mungkin untuk mengendurkan otot atau memberikan jeda pada tulisan yang sudah terlalu banyak. Di jarinya terselip bolpoin hitam yang tintanya hampir habis. Kalau dihitung tiap semester ia harus menyusun delapan paket soal yang berbeda, tentunya dengan tulisan tangan karena mama Gina tak dapat mengoperasikan komputer.
“Ada yang bisa saya bantu bu? Sepertinya pekerjaanya masih banyak,” tanyaku.
“Oh tidak bu terimasih. Besok saja saya minta tolong ibu ketik soal ini. Biar karyawan TU bisa langsung menggandakan,” jawabnya.
Kalau hanya sekadar mengetik soal yang sudah ada aku sangat tidak keberatan. Apalagi melihat mama Gina yang sedari tadi tidak beranjak dari mejanya. Sampai jam sekolah selesai ia masih tetap setia di depan buku yang memenuhi mejanya. Aku menemaninya dengan kesibukanku sendiri.
Ia harus menyelesaikan pekerjaan ini dalam waktu berhari-hari sedang aku hanya beberapa jam saja. Tinggal menggunakan laptop dan pekerjaan terselesaikan dengan cepat. Berbeda dengan mama Gina yang harus tulis tangan, membuka buku berlembar-lembar, mencari tiap halaman, dan memutihkan kata dengan tipeX kalau salah.
“Saya tidak bisa kerja dengan itu barang jadi lama begini bu,” katanya sambil menunjuk laptopku.
Lewat senyum tipis aku menyatakan kebanggaan padanya. Seorang guru yang tetap semangat menjalankan tugasnya yang seabreg tanpa mengenal IT. Kalau aku jadi dia mungkin sudah enggan dan memilih kabur atau menjiplak soal lama. Tapi mama Gina tetap mengupdate soal yang akan diberikan kepada anak didiknya.
Kata karyawan TU, mama Gina adalah guru paling rajin yang selalu tepat waktu menyetor soal. Meski bebannya yang paling banyak, namun ia juga yang paling disiplin. Kulihat buku-buku di depannya bukan hanya kumpulan soal saja, tapi lengkap dengan perangkat pembelajaran yang juga ditulis tangan. Katanya dari awal menjadi guru ia mengarsipkan semuanya dengan tulisan tangan. Kalau pun ada yang diketik itu pasti pemberian orang atau hanya photo copy saja.
“Ini kalau mendadak ada supervisi saya sudah siap. Semuanya ada di buku-buku ini,” ujarnya.
Mama Gina telah menjadi guru tetap yayasan yang mengajar di sekolah ini. Pengabdiannya selama bertahun-tahun melekatkan jiwa disiplin yang luar biasa pada dirinya. Apalagi di tengah gejolak kebijakan pemerintah tentang guru yang harus melek IT. Di usianya yang tak lagi muda kupikirakan akan kesulitan bagi mama Gina mengimbangi derasnya arus teknologi.
Padahal guru dituntut untuk selalu mengupdate pengetahuan baik akademik maupun non akademik. Aku jadi berfikir disinilah letak keistimewaan mama Gina. Saat yang lain sibuk dengan arus globalisasi pendidikan, ia masih tetap mempertahankan hakikat pendidikan. Menurutnya pendidikan yang terpenting adalah penanaman moral dan karakter pada anak sebagai bekal meraih ilmu pengetahuan. Pendidikan adalah sebentuk pengabdiannya kepada negeri dengan caranya sendiri. Keterbatasan mama Gina akan IT tak pernah menjadi hambatan untuk tetap mendedikasikan diri untuk dunia pendidikan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar