HARI kedua
masuk sekolah aku masih belum mendapat jadwal mengajar. Ada dua kelas yang
kebetulan jamnya kosong karena guru pengampu mapel jadwalnya bentrok dengan
jadwal mengajar di sekolah lain. Hal ini sudah biasa terjadi di sekolah kami
bahkan hampir di semua sekolah yang ada di Kecamatan Riung. Tak heran apabila
siswa sering ketinggalan materi pelajaran.
Beberapa
guru masih disibukkan dengan persiapan kunjungan kerja perdana Kepala Dinas
PKPO Kabupaten Ngada. Maklum kunjungan ini merupakan yang pertama dilakukan
oleh orang nomor satu di Dinas PKPO setelah sebulan ia menjabat. Untuk itulah
butuh persiapan yang matang, terlebih kunjungan ini melibatkan seluruh sekolah
baik sekolah negeri maupun swasta yang ada di Kecamatan Riung. Kebetulan
sekolahku ketempatan untuk kunja perdana ini.
Waktu itu kelas
X A dan B yang kosong, seharusnya mereka belajar TIK. Dua kelas ini terpaksa
digabung karena satu ruangan sedang direnovasi untuk sementara waktu. Sebagian
siswa kelas A ada yang digabungkan dengan kelas C dan sisanya digabungkan
dengan kelas B.
Daripada
duduk di ruang guru mending aku masuk kelas. Ada waktu dua jam untukku
bercakap-cakap dengan mereka. Seperti di kelas lain aku selalu mengenalkan diri
dan sedikit menceritakan profil singkat tentang diriku sendiri. Bukan apa-apa
tujuannya untuk memberi motivasi kepada mereka untuk terus belajar bahkan kalau
perlu mereka merantau ke tanah orang dan kembali ke kampung halaman untuk
membangun kampung halamannya.
TIK
sebenarnya adalah pelajaran yang sangat menyenangkan, seperti pengalamanku dulu
saat duduk di bangku SMP. Selain bisa mengenal teknologi aku juga tidak perlu
banyak berfikir seperti halnya saat mata pelajaran yang lain. Mapel yang satu
ini tinggal praktik langsung, tinggal klik dan layar akan berubah dengan
seketika. Mengenal teknologi seperti komputer waktu itu memang sangat luar
biasa, maklum kami orang desa yang sebelumnya tidak pernah mengenal teknologi
yang terbilang canggih ini. Tak heran jika muridku saat ini merasakan hal yang
sama, hanya saja persentase praktik mereka lebih sedikit ketimbang teori,
bahkan nyaris tidak ada praktik sama sekali.
Bahkan KBM
sudah berjalan hampir tiga bulan namun guru mapel TIK sama sekali belum pernah
masuk kelas. Siswa hanya diberi tugas mengerjakan soal yang ada dalam buku
paket, membaca materi sendiri, dan memahaminya sendiri. Sudah salah kaprah
pembelajaran semacam ini. Tapi apa mau dikata kondisi sekolah yang tidak
memungkinkan.
“Kalian
pernah belajar komputer?” tanyaku dalam kelas.
“Pernah bu
waktu SMP tapi sudah lupa. Diajari ngetik saja,” kata seorang anak.
Dalam
benakku seharusnya mereka sudah tak asing dengan komputer tapi pada kenyataannya
tidak. Pelajaran ini butuh praktik sehingga siswa bisa memahami langsung apa
yang mereka pelajari.
“Sekarang
tutup bukunya. Kita belajar ngetik yaa,”
“Asyik...”
Kebetulan
aku membawa laptop dan terpaksa aku juga meminjam netbook Mba Septi yang waktu itu
sedang duduk santai di ruang guru. Ia bersedia membantuku untuk mengawasi
anak-anak saat belajar mengetik. Hanya ada dua laptop di dalam kelas, tak apa
setidaknya mereka bisa menyentuh yang namanya komputer.
Sebelumnya
kujelaskan beberapa bagian yang di dalamnya, mulai dari layar monitor,
keyboard, mouse, dan coolpad yang aku bawa. Meski sebenarnya aku juga tidak menguasai semua piranti dalam
teknologi ini. Ternyata sebagian dari mereka masih ada yang ingat terbukti ada
yang menirukan suaraku saat menyebutkan beberapa perangkat keras ini.
Satu per
satu aku menyuruh mereka menulis nama dan cita-cita yang ingin dicapai kelak
setelah mereka dewasa. Tujuanku tidak hanya belajar saja, namun aku juga ingin
membangun motivasi belajar siswa untuk meraih cita-cita.
Semua
siswa kegirangan saat laptop kusiapkan di depan kelas. Aku mempersilakan siapa
saja yang ingin mencoba menulis nama dan cita-citanya. Ternyata tidak ada satu
pun yang berani maju ke depan kelas.
“Takut
rusak bu guru,” kata Maria
Yuniarti Anu Wona, seorang siswa yang duduk di kursi deretan paling depan.
Aku
sedikit tergelitik dengan pengakuan mereka. Lugu, jujur, tapi sebenarnya
mempunyai semangat belajar yang tinggi. Sebenarnya sekolah mempunyai beberapa
unit komputer, kelihatannya ada enam komputer yang masih baru hanya saja
sepertinya jarang sekali digunakan. Hal ini dikarenakan terbatasnya tenaga
pengajar yang terbilang mumpuni di bidang ini, kalau pun ada harus membagi
waktu dengan kelas atau sekolah lain.
Aku
memandu mereka agar semua siswa bisa mencoba mengetik di laptopku. Mulai dari
Maria Yuniarti yang kebetulan memang duduk di kursi paling depan. Kemudian
diikuti siswa lain yang duduk disampingnya. Setelah seorang siswa maju untuk
praktik langsung maka siswa lain sudah tak lagi segan untuk mencoba kegiatan
yang sama.
Ini hasil
tulisan mereka yang terhimpun di laptopku:
Nama
maria yuniarti anu wona
Cita
–cita;ahli psikologis
Nama
:maria margareta saun
Cita-cita:guru
fisika
Nama:maria
melatriks
Cita-cita:dokter
hewan
Nama:maria
andaresta ndusing
Cita-cita:guru
bahasa indonesia
Nama:mariana
mena
Cita-cita :polwan
Petrosa
awe
Cita
–cita :guru
Ermelinda
nambe
Cita-cita
:guru kimia
Klemensia
mapung
Guru matematika
Odalia
jelita tae
Guru
bahasa inggris
Maria
apriliana zaung
Guru
kimia
Yunita
keso soli
Bidan
Maria
adelberta roja
Bidan
Nama
;klaudius lendes
Ahli
fisika
Albertus
fides
Tentara
AD
Apolonarius
pau
Ir
pertanian
Gregorius
kako
Pemain
bola
Dua jam
pelajaran serasa sangat cepat untuk praktik langsung menggunakan komputer. Di
luar sana terdengar lonceng berbunyi nyaring pertanda sudah waktunya ganti
pelajaran. Aku bergegas menutup pertemuan kali ini dan kukatakan suatu saat aku
akan kembali ke kelas ini, kalau ada jadwal mengajar atau hanya ingin menengok
mereka di kelas.
Aku
bergegas mematikan laptop dan segera menuju ruang guru. Mama Sisi sudah bersiap
diri untuk masuk ke ruang kelas yang sama. “Nah begitu ibu Fitri anak-anak
senang kalau belajar komputer apalagi praktik langsung. Sekarang gantian ibu
yang masuk kelas,” kata Mama Sisi sembari membawa Buku Biologi yang akan
disampaikan kepada siswaku tadi.
Riung, 19
September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar