Kreativitas Dunia Usaha
Pameran kerajinan batok di Pekan Kreatif Nasional (PKN) 2013 |
Batok kelapa yang sudah tidak terpakai ternyata memunyai nilai jual tinggi setelah dilakukan pengolahan. Seperti yang dilakukan Apriyanto warga Desa Sokawera, Kecamatan Somagede, Banyumas. Ia mengolah barang bekas ini untuk dibuat beberapa kreasi yang unik dan mendatangkan keuntungan.
Dengan keterbatasan alat produksi yang dimiliki ia menghasilkan barang yang unik. Saat ditemui pada Pekan Kreatif Nasional (PKN) 2013 yang dilaksanakan di GOR Satria Purwokerto, beberapa waktu lalu, Apriyanto mengatakan, pihaknya melakukan pengerjaan dengan alat-alat yang sederhana.
"Jika ingin memenuhi kebutuhan alat produksi anggarannya bisa mencapai Rp 20 juta. Peralatan yang diperlukan cukup mahal seperti mesin bor, mesin pemotong (circle), mesin gerinda dan mesin poles. Jadi saya pakainya alat yang sederhana," kata Apriyanto.
Penggunaan alat yang seadanya ini membuat ongkos produksi dan waktu pengerjakan menjadi lebih lama. Sejauh ini, kata dia, alat yang diberikan pemerintah Kabupaten Banyumas masih kurang. Apriyanto mendapatkan untung dari hasil produksinya yang berasal dari batok kelapa tidak terpakai. Dia mengaku, usaha kerajinannya telah berjalan sejak tiga tahun terakhir.
“Awalnya, saya hanya memproduksi tempat pakan ayam dan dijajakan dari pasar ke pasar. Harga beli pakan ayam itu berkisar Rp 1.000 dan harga jual Rp 2.500. Setelah mendapatkan alat, kami lakukan diversifikasi produk untuk hasil produk-pruduk unggulan lainnya,” ujarnya.
Sama halnya dengan Apriyanto, Kartam yang juga perajin batok mengatakan, tempurung kelapa ini memang identik dengan produk rumah tangga. Beberapa di antaranya seperti untuk membuat irus, sendok, dan centong.
“Kami menyulap produk itu menjadi helm unik, tempat pensil, patung wajah, tempat tisu, teko, tatakan gelas, cangkir, bahkan lampu dinding menyerupai seekor semut," kata Kartam.
Dalam sebulan perajin batok ini bisa memproduksi hingga 15 ribu tempat pakan ayam dari batok. Lima kota besar yang menjadi daerah pemasarannya antara lain adalah Jakarta, Bandung, Kudus, Semarang, dan Solo.
Mereka mengaku telah mendapatkan bantuan alat dan pelatihan dari pemerintah setempat. Namun, untuk alat yang dimiliki masih kurang. Para perajin ini berharap, pemkab bisa memfasilitasi pengadaan alat sehingga hasil produksi semakin bervariasi.
Harga kerajinan batok dihargai Rp 2.500 hingga Rp 1,2 juta. Masing-masing, seperti tempat pensil harganya Rp 12 ribu, patung wajah dari Rp 25-75 ribu, tempat tissu Rp 40-80 ribu, teko Rp 50 ribu, tatakan gelas Rp 5 ribu, cangkir Rp 10 ribu, asbak Rp 20 ribu, dan tempat permen Rp 18 ribu.
Sementara lampu dinding semut Rp 100 ribu, helm Rp 175 ribu-Rp 300 ribu, list dinding Rp 25 ribu untuk ukuran 60 x 10 cm dan Rp 30 ribu untuk ukuran 100 x 10 cm. Selain itu juga disediakan meja tamu dengan motif batok yang dibanderol dengan harga Rp 800 ribu untuk kayu jawa keras dan Rp 1-1,2 juta untuk kayu jati ukuran standar 55 x 110 cm. (fitri nurhayati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar