Aku sedikit berbeda dengan orang-orang
disekililingku yang menjumpaimu esok hari. Aku ingin lebih awal, karena sudah
tak sabar lagi setelah setahun lamanya kita tidak berjumpa. Selain itu juga
bukan tanpa alasan, karena aku meyakini bahwa memang sudah benar-benar waktunya
aku menyegerakan pertemuan denganmu.Sebagian orang mengatakan bahwa hilalNya
sudah terlihat di ufuk barat yang artinya aku harus berjumpa denganmu dengan
segera.
Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan waktu bersamamu,
karena aku benar-benar menikmatinya. Perjumpaan yang begitu mesra selayaknya
wanita bertemu dengan kekasihnya di pelataran malam yang remang. Apalagi hanya
aku dan kamu yang ada di ruangan ini. Memerangi kesunyian karena ini adalah
teman kita yang ada sekarang. Teman yang akan selalu ada disaat keramaian tak
mampu lagi datang di tengah-tengah hiruk pikuk takbir yang saling bersautan.
Yah, ternyata sudah waktunya kita berpisah. Bukan
berarti perpisahan sesungguhnya, kita harus pergi dari waktu ijabah yang sangat
istimewa ini. Sudah tidak lagi sepertiga malam terakhir, sekarang tinggal
menjumpai waktu subuh yang tak kalah indah untuk dinikmati.
Pagi itu, memang benar-benar indah. Aku menyadari
bahwa pagi ini memang sebuah kenikmatan yang luar biasa. Perutku tak lapar,
mataku tak mengantuk, bahkan badan ini rasanya segar sekali. Dihinggapi
semangat bersama sang pagi yang membawa cerita tentang burung-burung kecil yang
terbang di setiap musim. Mereka tak pernah lelah mengepakkan sayapnya, bertaburan
di awan, berkicauan menyanyikan cerita pagi yang telah siap menghadapi hari
yang sedikit menantang.
“Hari ini akan menjadi sangat istimewa. Biasanya
kalau pagiku sudah semangat akan berdampak pada perjalanan panjang untuk
melewati hari ini. Semangat harus dijaga sampai sore nanti saat berbuka. Kalau
mau bermalas-malasan nanti malam saja,” ujarku dalam hati.
Setiap harapan memang akan selalu terwujud
meskipun sedikit. Karena nyatanya tak genap sehari aku bisa menjaga semangat
ini. Akhirnya aku makan, minum, dan lepas sudah serangkaian rencana yang sudah
kurancang sejak semalam. Rencana berjumpa lagi denganmu malam nanti, rencana
menikmati seteguk air putih untuk menandakan syukurku padaNya, dan rencana lain
untuk mengawali perbaikan diri selama sebulan ini.
Ah, artinya aku harus menunggu seminggu lagi untuk
berjumpa denganmu. Rasanya pertemuan semalam yang begitu istimewa sangat
sia-sia. Sebenarnya ini adalah sebuah keringanan bagiku untuk tidak menjalankan
perintahNya. Untuk sejenak terbebas dari rutinitas umat muslim tiap kali
berjumpa mengabsen di hadapan Tuhannya.
Aku akan merindukan masa-masa itu, dimana Dialah
satu-satunya pendengarku yang paling setia. Dia satu-satunya tempat paling
nyaman untukku mengadu, dan tentunya hanya Dia yang tahu akan dijadikan apa aku
ini.
Sekarang sudah memasuki malam kelima, aku masih tetap tak bisa menjumpaimu. Rasanya Dia menjauh, sedang tak ingin dekat denganku. Baik pagi, siang, malam, seperti malam, ah yang jelas setidaknya tiap lima waktu aku absen dulu berjumpa denganNya. Saat ini Bulan Ramadan, pasti Dia lebih mesra ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Kata orang selama sebulan ini Dia membuka pintu maaf lebar-lebar, banyak permintaan umatNya yang dikabulkan, bahkan Dia juga mengkhususkan diri untuk berjumpa dengan umatNya yang sengaja menunggu pada sepertiga malam.
Sekarang sudah memasuki malam kelima, aku masih tetap tak bisa menjumpaimu. Rasanya Dia menjauh, sedang tak ingin dekat denganku. Baik pagi, siang, malam, seperti malam, ah yang jelas setidaknya tiap lima waktu aku absen dulu berjumpa denganNya. Saat ini Bulan Ramadan, pasti Dia lebih mesra ketimbang bulan-bulan sebelumnya. Kata orang selama sebulan ini Dia membuka pintu maaf lebar-lebar, banyak permintaan umatNya yang dikabulkan, bahkan Dia juga mengkhususkan diri untuk berjumpa dengan umatNya yang sengaja menunggu pada sepertiga malam.
Sudahlah, aku masih tetap merindu pertemuan denganmu.
Kalau sekarang kita jauh, maka tunggulah, beberapa hari lagi kupastikan akan
datang. Sekarang Dia membiarkan aku berjalan di daratan seperti kaki menapak di
tanah basah yang merendah, agar aku terus merendah di hadapanNya dan umat yang
lain. Dia bebaskan aku berenang di air agar aku bisa merasakan ketenangan untuk
kembali mensucikan diri saat berjumpa denganNya nanti. Dan dibiarkannya aku
terbang di langit layaknya burung liar agar aku dapat memilih mana tangkai kuat
yang dapat kuhinggapi. Terimakasih pagi... Aku rindu perjumpaan ini.
Purwokerto, 13 Juli 2013
02.10 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar