Kamis, 09 Agustus 2012

Wir Kanthong Diserbu Warga Saat Menari Ebeg

TLATAH Banyumas tempat dimainkannya ebeg dan cowongan masih panas dengan tingkah Wir Kanthong yang tetap kukuh memainkan tarian ebeg dan cowongan. Meski terus mendapat kecaman dari masyarakat namun tak sedikit pun ia goyah untuk meninggalkan kebudayaan ini.
Bahkan hampir setiap hari ia melakukan latihan dengan iringan gamelan dan menggunakan properti kuda lumping. Setiap gerakan yang dimainkannya memunyai makna mendalam yang tidak semua orang dapat memahaminya.
Hingga keresahan warga semakin menjadi dan dibetuklah sebuah forum yang digawangi oleh ketua RT untuk mengatasi tingkah Wir Kanthong. Hingga mereka memutuskan untuk menyerbu Wir Kanthong saat melakukan latihan.
Suatu ketika saat Wir Kanthong sedang asyik menari ebeg di pinggir sawah, saat itulah waktu yang tepat bagi warga untuk menyerbunya. Bahkan ada yang membawa kayu untuk memukul  Wir Kanthong.
Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa ebeg yang dibawakan Wir Kanthong adalah sebuah tarian yang mengundang setan. Mereka menganggap tarian ini musyrik dan harus dimusnahkan. Warga tidak mengetahui filosofi setiap gerakan yang dimainkan Wir Kanthong.
Keramaian semakin tak terkendali hingga datanglah perwakilan dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Banyumas menengahi pertikaian itu.
Mas Wigrantoro Noer Sigid, Dindukcapil Kabupaten Banyumas yang ikut berperan dalam film ini. Ia memainkan peran sebagai wakil Dinas Kebudayaan yang menengahi pertikaian.
Sosoknya arif, bijaksana, dan tenang sehingga ia dapat memberi pemahaman kepada warga tentang tarian yang dibawakan Wir Kanthong.
Ia mengatakan bahwa ebeg dan cowongan bukanlah menjadi suatu kepercayaan yang membawa pada kemusyrikan. Namun tarian ini adalah bentuk kreativitas nenek moyang yang sedang mencari kepercayaan.
Mereka menggunakan berbagai media seperti properti cowongan untuk menyampaikan permintaan kepada tuhan. Namun setelah ilmu pengetahuan berkembang maka tarian ini menjadi kebudayaan daerah yang patut untuk dipertahankan. Tarian ini akan menjadi ikon daerah di kancah nasional maupun internasional.
Berbeda dengan warga yang menyerang Wir Kanthong, wakil dinas ini malah membela Wir Kanthong dan mendukungnya agar terus memertahankan budaya Banyumasan.
"Wir Kanthong ditunjuk oleh pemerintah daerah untuk mewakili Indonesia memainkan ebeg dalam festival kebudayaan internasional di Malaysia," kata Wakil Dindukcapil dalam adegan yang sudah klimaks ini.
Sejak saat itulah dalam film ini, budaya Banyumasan mulai bangkit dan warga membuka diri untuk ikut memertahankan budaya Banyumas.
Titut, yang berperan sebagai Kyai Brewok mengatakan banyak pelajaran yang dapat diambil dari setiap adegan yang dimainkan dalam film ini.
Ia berharap dengan tema yang diangkat ini dapat merangsang komunitas film Banyumas untuk bangkit kembali meramaikan festival film banyumasan.
Pembuatan film Wir Kanthong yang rencana akan berdurasi selama 20 menit ini digawangi oleh rumah produksi Makarya Polahe Cah Banyumas. Para seniman ini akan terus nguri-nguri budaya Banyumas bahkan mereka akan memutar film ini saat hari jadi Banyumas.
Mengingat pemerintah daerah juga telah memberikan support untuk terus memertahankan budaya asli daerah agar tidak punah karena kalah dengan kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia. Mereka ingin menciptakan desa budaya melalui tiga pilar yang menjadi kunci utama yaitu seniman, pemerintah daerah, dan pihak swata. (fitri nurhayati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar