Biarkan sejenak aku menikmati subuh yang dingin, sebelum fajar menghangatkan tiap celah ruanganku
Biarkan pula sejenak aku beranjak menyambut embun, sebelum sang surya membakar ubun di siang hari.
Karena aku rindu pada hujan yang tidak menjamin akan turun dengan tenangnya.
Setelah itu biarkan pula aku mengukir senja, jangan pernah engkau mengusik soreku dengan rintihan rindu.
Aku terlalu sulit menggambarkan zaman yang membahagiakan ini, karena dunia akan semakin mesra bagi kami disaat perang semakin melawan.
Bersamanya hari akan menjadi indah hingga nyaman akan tetap lahir diantara kami.
Musim akan semakin bersahabat karena kami melakukannya dengan ikhlas, dan sepertinya Tuhan pun mengizinkan. Ia seolah memberi isyarat untuk menuntun kami menapaki waktu melalui yang jalan berbeda, meskipun dengan tujuan yang sama.
Kami saling mengadu di antara celah hari yang kian mesra, menyusun sketsa rembulan yang tak pernah selesai karena selalu kalah dengan cahaya bintang.
Tak menjadi soal bagi kami, karena esok senja akan kembali bersinar dan kami akan memulai hari dihitungan tahun yang kedua.
Masa yang telah terlewat mengisahkan malam yang tak pernah habis memakan bayangan.
Tak akan berhenti mengukir kisah karena sejarah pun tak akan habis dimengerti.
Entah apa yang harus tersampaikan, namun yang terpenting adalah keadilan bagi setiap jiwa oleh para tuannya.
Bahagia menjadi hak mereka, nyaman menjadi tuntutan mereka, dan senyum menjadi bagian yang harus mereka penuhi.
Kami akan tetap tegar menanti hujan, sisa tangisan langit yang menenteramkan. Kami akan tetap tegar mengukir rindu sebagai harapan yang akan selalu diimpikan.
FN; Rabu, 11 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar