Dalam
ketidakmengertianku, kugoreskan luka ini. Luka yang mungkin tiada lagi
tersembuhkan karena ketidakberdayaanku. Luka yang semakin menganga karena tak
henti kau menyayatnya, walaupun kau tahu aku menjerit kesakitan. Kutahan
nafasku dalam-dalam sesaat setelah kau menyentuh lukaku. Aku terhenyak dalam
kebimbangan. Sudah benarkah yang aku jalani? Berartikah apa yang aku lakukan?
Aku terus bertanya dalam hati walau kutahu pasti aku takkan bisa menjawabnya.
Aku
terus menipu diriku sendiri walau aku tak ingin. Aku hibur hati ini dengan
kata-kata yang pernah terucap. Aku hiasi hari ini dengan canda yang dulu pernah
aku rasakan. Kusejukkan jiwa ini dengan bayangmu yang semakin lama kian
memudar, kian menghilang, dan terus menghilang. Aku tak lagi bisa melihat kesejukkan
diindahnya pagi. Karena matahari terlalu cepat membenamkanku sebelum aku
terbangun. Menertawakan aku karena aku tak mampu mengingkarinya.
Aku
terus menatap hari dalam kehampaan yang semakin lama tak bisa kuterawang.
Kupalingkan wajahku tertunduk bisu. Kuhadirkan kebekuan dalam hati. Kegalauan
terus membebaniku. Hariku semakin suram. Aku tak lagi percaya akan semua. Karena hatiku, nuraniku, penuntun hidupku. Aku
tak lagi percaya akan janji karena sumpah bisa dirubah dan kata tak lagi
bermakna. Terlalu banyak sudah aku kehilangan. Terlalu banyak sudah yang pergi.
Entah karena ingin atau karena terpaksa. Semua begitu dan terlalu berarti
bagiku. Semua pergi disaat aku belum sanggup untuk melangkah sendiri. Hingga
akhirnya aku tertatih-tatih, terjatuh, dan terjerembam. Dan kini setelah kuyakin kutemukan lagi jiwaku, aku tak mampu menjaganya. Mungkin bintangku ingin
pergi disaat aku mengharapnya, karena mungkin aku memang belum pantas
menemaninya. Mungkin bintangku ingin menghiasi langit lain yang lebih indah
dari langitku. Karena ia nyaman berada disisinya. Tapi aku terus berharap
hatinya hanya untukku. Cintanya hanya bagiku. Walau mungkin ia lebih memilih
dirinya. Karena aku sendiri yang merasakan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar