NUANSA Ramadhan sore itu terasa begitu nyaring, Selasa (16/7). Aku jumpai orang-orang yang mencari sore di sepanjang perjalananku menunju Panti Asuhan Harapan Mulia. Mereka menamainya dengan istilah ngabuburit sambil nunggu maghrib tiba.
Sesampai di panti pengajian sudah dimulai beberapa menit yang lalu.
Kulihat wajah-wajah lugu penghuni panti dengan serius mendengarkan ceramah
Ustadz Mahfulyono. Ustadz yang sekaligus mengurus panti di bawah naungan
Yayasan Al Kahfi.
Ah, anak-anak ini begitu belia
untuk hidup mandiri di panti. Harusnya mereka masih bisa bermanja dengan kedua
orangtuanya atau sekedar berkumpul bersama keluarga. Meski tidak semuanya yatim
piatu namun tetap saja ada sepenggal rasa haru melihat kemandirian mereka. Karena panti yang berlokasi di Mersi, Purwokerto ini
tidak hanya menampung anak yatim piatu, namun sebagian berasal dari kalangan
yang kurang mampu. Orangtuanya menitipkan ke
panti ini untuk dilatih mandiri dan mendapat pendidikan
baik itu pengetahuan soal agama maupun umum.
Kehidupan di sini bergantung dari donatur dan usaha bersama yang
dilakukan anak-anak panti. Selain belajar agama, mereka ada yang beternak,
berkebun, atau bahkan berjualan makanan sepulang sekolah. Kemudian sebagian
hasilnya ditabung yang dikelola oleh pengasuh di yayasan ini. Dalam kurun waktu
tertentu anak-anak tak boleh mengambil tabungannya, dengan tujuan untuk melatih
kedisplinan dan tentunya sebagai bekal mereka setelah keluar dari panti.
Melihat semangat mereka, hidup apa adanya, tak pernah mengeluh,
rasanya hidup ini sangat bersahabat. Tak pantas rasanya aku mengeluh dengan
nikmat yang telah kudapat selama ini. Hanya rasa syukur yang seharusnya yang
kupanjatkan kepada Tuhanku Yang Maha Kuasa. Tentang kepuasan rizki, memang
manusia akan selalu merasa kurang.
Pada hakikatnya hidup
tidak hanya untuk mencari rizki saja, tapi bagaimana menggapai rahmat Allah yang telah melimpahkan
kenikmatan kepada manusia. Mungkin itu lebih tepatnya. Seperti yang disampaikan
Ustadz Mahfulyono dalam ceramahnya sore itu menjelang maghrib.
Meski datang sedikit terlambat, tapi setidaknya aku bisa mengambil
sekelumit isi ceramah yang disampaikan. Bahwa ada lima hal yang dapat dilakukan
untuk menggapai rahmat Allah, terutama di Bulan Ramadhan ini.
Dikatakan sang ustadz bahwa yang pertama adalah semangat beribadah.
Ibadah bukan berarti hanya menjalankan kewajiban sebagai umat muslim, namun
amalan lain yang bersifat sosial atau hubungannya dengan manusia. Kemudian yang
kedua adalah dengan menggunakan waktu sebaik-baiknya. Berpuasa bukan berarti
bermalas-malasan. Kuakui rasa malas memang menjadi kendala besar untuk
melakukan banyak aktivitas. Dengan sedikit pencerahan ini semoga ada perbaikan
untuk mengurangi rasa malas. Karena betapa berharganya waktu yang tidak akan
pernah kembali, sehingga apabila tidak digunakan dengan baik akan sia-sia dan
terlewat begitu saja.
Pesan yang ketiga adalah menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak
baik, misalnya maksiat. Memang cukup sederhana seperti pesan yang disampaikan
kepada anak-anak usia SD. Namun, dalam pelaksanaannya tidaklah mudah. Keempat
adalah peduli kepada sesama, bisa diwujudkan dengan bersedekah. Telah
disebutkan bahwa amalan baik di bulan puasa pahalanya akan dilipatgandakan. Meski sejatinya sedekah tidak hanya untuk mencari pahala saja,
karena itu urusannya dengan Allah tanpa melalui perantara. Yang terpenting
adalah sedekah yang kita berikan dapat bermanfaat bagi orang lain.
Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezeki) dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan. QS. Al-Baqarah (2) :
245
Satu lagi,
pesan kelima adalah banyak berdoa. Usaha keras yang dilakukan tanpa didukung dengan doa rasanya ada yang kurang.
Doa bagiku adalah komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhannya. Soal
dikabulkan atau tidak itu urusan belakangan. Siapa tahu doa yang dipanjatkan malah akan diganti dengan yang lebih
baik, tanpa disadari.
Akhirnya, adzan maghrib terdengar lantang dari masjid yang entah dimana letaknya.
Hanya suara dari muadzin yang menggema, menandakan sudah waktunya untuk berbuka. Takjil dari
kardus snack kami nikmati bersama. Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan makanan
yang ada di dalamnya, kemudian sambil menenteng bingkisan kecil yang berisi
perlengkapan sekolah mereka mengantre berwudhu dan salat maghrib berjamaah. Bingkisan kecil itu mereka dapatkan sebagai
bantuan untuk melengkapi kebutuhan sekolah.
Akhirnya aku pulang saat langit sudah mulai gelap. Setidaknya ada
sedikit oleh-oleh yang kubawa dari pertemuan sore itu. Oleh-oleh cerita dan
sepenggal pengetahuan yang mahal harganya. Sore yang begitu bersahabat bersama
anak-anak panti.
Purwokerto, 17 Juli 2013
08.25 WIB