Di Balik Hingar Bingar Perayaan HUT RI
EUFORIA Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 2013
terjadi di setiap sudut kota. Kemeriahan ini menandakan kebanggaan bangsa
Indonesia di usianya yang ke-68. Ada yang sudah merasa merdeka, namun sebagian
lainnya masih menyayangkan banyak hal yang tidak menyempurnakan makna
kemerdekaan itu.
Seperti cerita yang disampaikan Yohanes Baptista Noor
Sahid seorang saksi sejarah asal Jepara yang kini tinggal di Desa Pasirmuncang,
Purwokerto. Di rumahnya ini, kepada SatelitPost, ia menceritakan
detik-detik perjumpaannya dengan kemerdekaan Indonesia saat usianya masih
remaja.
Pria yang akrab disapa Noor ini berkesempatan mendapat
pekerjaan sebagai pegawai negeri. Noor muda waktu itu berusia 23 tahun. Saat
sedang giat bekerja, hatinya tidak tenang karena bersamaan dengan gejolak pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Para pegawai negeri seperti dirinya dicurigai menjadi
anggota PKI. Setiap orang yang dicurigai atau tidak disenangi maka akan
langsung ditahan oleh pasukan 1965.
Tanpa alasan yang jelas, pria yang saat ini berusia 71
tahun ini kemudian menjadi tahanan politik (Tapol) di tahanan Semarang.
Perlakukan kepada para tahanan dirasa tidak manusiawi dengan banyaknya
kekerasan, bahkan tak sedikit pula yang meninggal dunia.
"Waktu itu ada surat yang menerangkan bahwa saya
tidak bersalah tapi tetap saja ditahan. Selama 14 tahun saya menjadi tahanan
karena dituduh sebagai anggota PKI," ujarnya.
Hidup 14 tahun dalam tahanan tanpa alasan tentu
membuatnya merasa tidak mendapat keadilan sebagai warga negara. Hingga akhirnya
tahun 1979 ia mendapat surat pembebasan sementara. Meski bias bernafas lega
menghirup udara bebas di luar tahanan namun rasa cemas masih muncul dalam
benaknya.
Status pegawai negerinya hilang tanpa ada keterangan yang
jelas. Tidak dicabut, dipecat, atau status lainnya yang menerangkan bahwa
sebelumnya ia seorang pegawai negeri. Bahkan sampai saat ini tidak ada bekas
apapun yang menerangkan hal itu. Ini pula yang disayangkan Noor bersama sang
istri, Maria Magdalena Kusyati.
Ibu tiga anak yang kini berusia 68 tahun ini berharap
akan ada sedikit keadilan kepada mantan tahanan yang tidak bersalah ini.
"Seharusnya pemerintah bertanggungjawab terhadap
tahanan politik ini. Sudah ditahan selama 14 tahun tanpa alasan kemudian status
pegawainya dicabut dan tidak ada ganti rugi," kata Maria penuh harap.
Keluarga ini hanya bisa pasrah, berharap suatu saat nanti
pemerintah akan menepati janji untuk mengganti rugi terhadap tahanan tapol.
Apabila dihitung secara matematis tentu ganti ruginya sudah triliunan rupiah.
Apalagi korban tapol tidak hanya satu orang saja. Di
sekitar rumahnya, ada juga beberapa tapol yang masih berharap akan mendapat
ganti rugi yang layak. Setidaknya diberikan kepada ahli waris atau keluarganya
masing-masing.
Ketakutannya waktu itu juga terjadi saat kepemimpinan
zaman Soeharto. Dikatakan bahwa tujuh turunan bekas tahanan tidak akan menjadi
pegawai negeri. Hal ini tentu tidak adil bagi Noor dan keluarga. Apalagi di
tengah keramaian perayaan kemerdekaan Indonesia seperti saat ini.
"Secara yuridis Indonesia memang sudah merdeka namun
secara defacto belum merdeka. Hakikat merdeka adalah adanya keadilan
kepada warga negara. Saat ini banyak orang yang masih mencari penghidupan
layak, tidak digusur, tidak dioyak-oyak. Karena mereka mempunyai hak untuk
hidup yang layak," kata Noor dengan suara rentanya.
Menurutnya sebagai warga negara Indonesia, haknya telah
dirampas sejak tahun 1966 hingga hari ini. Tidak ada kejelasan tentang
statusnya yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Padahal, kata dia Indonesia
mempunyai landasan hokum yang jelas dengan mengacu pada Pancasila.
Setelah membongkar arsip dalam tas tuanya untuk mencari
surat pembebasan sementara Noor yang ditunjukkan kepada SatelitPost,
Maria kemudian melanjutkan cerita. Dikatakan bahwa memaknai kemerdekaan tidak
hanya dengan euforia saja, namun bagaimana meneruskan cita-cita bangsa menuju
masyarakat yang adil dan makmur.
Peringatan 17 Agustus adalah kejadian akbar satu bangsa,
seperti apapun perayaannya menurut Noor adalah hal yang baik yang terpenting
adalah kebijakan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Meski sudah merdeka, kata dia tanda-tanda keadilan belum
nampak jelas. Malahan keadilan semakin tenggelam karena rakyat yang kaya
semakin kaya, begitu juga dengan yang miskin malahan semakin miskin. Kejadian
yang dialaminya pada tahun 1965 ini dimata dunia telah menjadi pelanggaran HAM
terberat, karena siapa saja yang tidak disenangi akan ditahan tanpa alasan yang
jelas.(fitri nurhayati)