Rabu, 02 Maret 2016

Persiapan Sebelum Melangsungkan Pernikahan

Judul buku      : Menikah, Memuliakan Sunnah
Penulis             : Moh. Fauzil Adhim, Salim A. Fillah, dkk
Penerbit           : Pro-U Media
Tebal buku      : 188 halaman
Ukuran            : 15x21 cm
ISBN               : 978-602-7820-02-9

Menikah adalah dambaan setiap insan yang ingin meneladani kehidupan Rasulullah SAW. Begitu pentingnya menikah, Nabi sampai berpesan dalam sabdanya, “Menikah adalah Sunnahku, barang siapa tidak mengamalkan Sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sunggu dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyak umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak hendaknya berpuasa karena puasa itu merupakan tameng.” (HR. Ibnu Majah)

Buku ini menyajikan banyak kisah yang sangat menginsprasi bagi siapa saja yang sedang mempersiapkan pernikahan. Di dalamnya terdapat petuah-petuah tentang pernikahan dari beberapa penulis seperti dari Mohammad Fauzil Adhim, nasihat dari Ustaz Salim A. Fillah, motivasi dari Pak Solikhin Abu Izzudin, dan wejangan dari ustaz-ustaz lainnya.

Pernikahan merupakan institusi agung yang berguna untuk mengikat dan menyatukan dua insan lawan jenis dalam satu ikatan keluarga. Ikatan pernikahan bukanlah ikatan main-main karena dalam Al-Quran diistilahkan dengan mitsaaqan ghaliizhan, artinya perjanjian agung atau sumpah setia. Maka pada bab ‘Ada Tanya yang Mesti Kita Jawab’ karya Mas Udik Abdullah dijelaskan lima hal yang perlu dipersiapan agar pasangan dapat mencapai rumahtangga yang sakinah, mawada, warahmah.

Pertama, ilmu. Ilmu ibarat cahaya tatkala kita berada dalam kegelapan. Sehingga ilmu menjadi pedoman sekaligus kendaraan bagi kita untuk bisa mencapai tujuan dengan selamat. Dijelaskan dalam QS. A-Israa’ (17):36 “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabanya.”

Kedua, iman dan takwa. Iman dan takwa yang mantap ibarat tongkat pegangan yang akan menuntun seseorang untuk menetapkan kriteria calonnya bukan atas dasar pertimbangan duniawi. Jika iman dan takwanya berkualitas, niscaya ia hanya akan mencari pasangan yang seiman dan setakwa, tentunya dengan tingkat kesalihan yang baik.

Ketiga, mental. Persiapan mental tidak boleh dipandang sebelah mata. Persiapan ini sangat penting karena pasangan akan memasuki tempat dan dunia yang baru serta meninggalkan lingkungan yang lama.

Keempat, finansial. Kita tidak bisa memungkiri bahwa harta juga merupakan hal yang penting dalam berumah tangga, walaupun bukan segalanya. Islam tidak menghendaki kita untuk berpikiran materialistis. Akan tetapi, bagi seorang suami yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, yang lebih diutamakan adalah kesiapan diri untuk menafkahi. Minimal mempunyai mental dan keinginan kuat untuk mencari nafkah. Sedangkan bagi wanita yang paling utama adalah kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl (16): 72 “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka berikan kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”

Kelima, fisik. Menikah juga membutuhkan persiapan fisik yang prima. Maka, sebaiknya sebelum melangsungkan pernikahan lebih dulu melakukan perawatan tubuh dengan sebaik-baiknya agar penampilan lebih fit.  Dianjurkan pula berolahraga yang cukup agar fisik dalam kondisi bugar ketika menikah.

Selain lima persiapan sebelum melangsung pernikahan di atas, masih ada banyak wejangan yang dapat menjadi bekal bagi para pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. Bahkan pada bab akhir juga disajikan penjelasan tentang kehadiran anak yang menuntut komitmen dari pasangan suami istri.

Buku ini tepat untuk dijadikan referensi bagi para calon pengantin sebelum menikah. Namun, di dalamnya belum banyak disajikan contoh kehidupan sehari-hari tentang gambaran kehidupan berumahtangga. Gambaran tentang konflik, lika-liku berumah tangga, cara mengatasi, dan bagaimana menuju keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah belum banyak disajikan. Maka, para pembaca sebaiknya juga membaca referensi lain agar dapat menambah pengetahuan untuk memuliakan sunnah pernikahan. (*)



oleh: Fitri Nurhayati  

Koordinasi Pejabat Publik Harus Dibenahi

Buletin Pioneer edisi kelima ini berhasil melakukan wawancara eksklusif dengan Drs. Suyud, M.Pd. Kepala Pusat Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan serta Profesi Nonkependidikan (P4TKN) LPPMP UNY, Kamis (31/12) lalu. Tema yang kami angkat tentang peranan Program PPG SM-3T dalam dunia pendidikan di Indonesia. Simak liputannya berikut ini:

Tentang peran SM-3T Pak. Di usianya yang kelima, menurut Bapak sudahkah keberadaan SM-3T mampu menjawab kekurangan guru di daerah 3T?
Berdasarkan sejarah kelahirannya, SM-3T mempunyai tujuan antara, yaitu untuk mempersiapkan tenaga pendidik yang profesional dan memenuhi kekurangan guru di daerah 3T. Sebenarnya program ini hadir bukan untuk menjawab permasalahan pendidikan di Indonesia, karena menyoal tentang masalah pendidikan tentu sangat kompleks. Maka SM-3T hanya menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kekurangan guru, bukan menjawab kekurangan guru.
Sebenarnya yang paling tepat untuk ikut serta menjawab kekurangan guru di daerah 3T adalah putra-putri daerah. Pengalaman di tahun 1990-1992 LPTK mengirim putra-putri daerah untuk kembali membangun daerah asalnya setelah mengikuti program PPGT. Maka, program PPGT lebih efektif karena setelah S1 langsung melanjutkan pendidikan profesi, setelah itu kembali ke daerah asal. Berbeda dengan PPG yang bersifat konsekutif atau berlapis, artinya setelah S1 mereka harus mengabdi terlebih dahulu kemudian baru melanjutkan program profesi.

Melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, perlukah pemerintah melanjutkan program SM-3T?
Kalaupun pemerintah melanjutkan program ini menurut saya itu tidak akan selamanya terus berlanjut. Tapi setidaknya ada program yang modelnya sama seperti SM-3T, kalau secara massif dilanjutkan saya rasa tidak mungkin. Setiap tahun mempersiapkan paling banyak tiga ribu peserta SM-3T saja sudah sangat berat. Menurut saya yang perlu ditingkatkan adalah program PPGT-nya karena ini sangat urgent untuk menarik putra-putri daerah agar kembali ke tempat asal membangun daerahnya.

Efektifkah keberadaan guru SM-3T selama satu tahun mengabdi di daerah penempatan? Karena sampai saat ini tidak ada follow-up bagi alumni SM-3T setelah selesai PPG. 
Sudah menjadi wacana apabila para bupati di kabupaten penempatan ingin mengangkat para alumni PPG SM-3T, namun hal ini terkendala dengan aturan administratif di jajaran kementerian. Tahun 2013 pemerintah mencoba menghadirkan CPNS formasi khusus dengan seribu kuota. Pada kenyataannya formasi itu tidak terisi penuh karena sedikit yang berminat untuk kembali ke daerah penempatan.
Masalah pendidikan di Indonesia, terutama tentang guru sangatlah kompleks. Apalagi bagi peserta PPG yang notabene dinaungi banyak kepentingan dari kementerian. Kemristek Dikti dalam program ini berperan sebagai penyelenggara PPG SM-3T, sedang pelaksanaannya sampai penerjunan ke sekolah-sekolah menjadi tugas Kemendikbud. Sedangkan kabupaten yang menjadi daerah tujuan berada di bawah naungan Kemendagri. Satu lagi, pengangkatan guru termasuk alumni PPG SM-3T merupakan kerja Kemenpan-RB. Jadi sebenarnya program ini merupakan produk bersama dari keempat kementerian yang saya sebutkan tadi. Jadi kalaupun ada follow-up bagi alumni PPG SM-3T ya berasal dari kementerian-kementerian tadi.
Idealnya, penyelenggaraan program ini di bawah satu komando saja. Jadi akan lebih mudah dalam mengeluarkan kebijakan. Wacananya dua tahun terakhir program MBMI akan disentralisasikan di bawah Kemendikbud.

Banyak alumni PPG SM-3T yang memilih tidak mengajar di sekolah karena tidak ada kejelasan tentang kegunaan sertifikat profesi guru. Kebanyakan sekolah atau dinas terkait tidak mengetahui adanya program PPG Prajabatan. Bagaimana pandangan Bapak dengan hal ini?
Ini terkait dengan masalah sosialisasi MBMI yang masih lemah. Pemerintah menganggap masyarakat telah paham dengan isi Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang kualifikasi guru. Dijelaskan bahwa guru harus mempunyai sertifikat pendidik. Seharusnya pejabat publik melaksanakan semua aturan yang berlaku, tapi biasanya regulasi yang telah dibuat kemudian berhenti di lembaran negara saja, tidak ada sosialisasi lebih lanjut dalam pelaksanaan. Ini yang menyebabkan dinas pendidikan di banyak daerah belum paham dengan sertifikat PPG SM-3T. Para alumni PPG diperlakukan sama dengan guru honorer pada umumnya, padahal seharusnya mereka mendapat tunjangan profesi ketika menjadi guru di sekolah.

Apakah LPTK-LPTK yang telah ditunjuk tidak mempunyai kapasitas untuk ikut mensosialisasikan hasil regulasi pak?
Ini pendapat bagus kalau LPTK ikut andil mensosialisasikan regulasi yang telah dibuat. Mungkin akan lebih efektif karena LPTK yang bersangkutan sering mengadakan pertemuan dengan dinas pendidikan. Namun sejauh ini belum ada kebijakan yang mengatur tugas LPTK tersebut. Tapi ini bisa menjadi salah satu masukan bagus yang bisa saya tawarkan ke kementerian.

Kalau melihat permasalah yang komplek di kementerian terkait maka sebenarnya apa yang perlu dibenahi dari penyelenggaran program MBMI, Pak?
Yang perlu dibenahi adalah para pejabat publik, mulai dari kementerian terkait hingga pemerintah kabupaten. Mereka perlu duduk bersama, saling berkoordinasi, membuat regulasi untuk pemerataan guru, kemudian melaksanakannya demi kemajuan pendidikan di Indonesia. Kalau regulasi hanya berhenti sebatas di lembaran negara saja, itu sudah salah besar. Seharusnya semua melaksanakan sesuai aturan perundang-undangan. Tunggu saja CPNS tahun 2106 kalau semua mengikuti aturan tentang kualifikasi tenaga pendidik yang harus bersertifikat profesi, maka di tahun itu akan kekurangan guru profesional.

Apa pesan Bapak kepada peserta PPG SM-3T angkatan tiga yang sebentar lagi akan selesai masa pendidikan?
Harapan saya para peserta PPG SM-3T tetap komitmen di bidangnya, serta berkhidmat pada profesi guru. Karena sedikit sekali yang ingin menjadi guru karena panggilan jiwa. Terlebih PPG telah menjadi investasi pemerintah karena telah menyekolahkan sampai selesai dan mendapat sertifikat profesi. Harapan saya, kalau mengabdi ya tetap di jalur yang linier. (*)

oleh Fitri Nurhayati
latepost-telah dimuat di Buletin Pioneer edisi lima, PPG SM-3T UNY Tahun 2015