Jumat, 11 Desember 2015

Sejarah Berdirinya Pura di Tengah Pantai

Pura Penataran Luhur, Tanah Lot.
Foto: Eko Rizqa
Duduk santai menghadap pantai sambil menghitung berapa banyak jumlah wisatawan yang melintas dalam sepuluh menit. Ternyata mencapai puluhan, bahkan kalau tidak salah hitung bisa mencapai ratusan. Setiap harinya selalu saja ada rombongan wisatawan yang menyambangi tempat ini. Adalah Tanah Lot, wisata pantai lengkap dengan Pura yang terletak di atas batu besar. Satu Pura terletak di atas bongkahan batu, satunya lagi ada di atas tebing.
Rasanya tak lengkap kalau tidak mengabadikan dalam bentuk foto. Dilihat dari sudut manapun Tanah Lot nampak indah, apalagi langsung dinikmati oleh indera penglihatan. Waktu liburan semacam ini lebih berkualitas kalau dinikmati bersama rombongan, meski durasi yang disediakan oleh tour leader hanya satu jam saja. Maka, tak boleh menyiakan waktu sedikit pun untuk menghirup sejuknya Tanah Lot.
Tanah Lot, Bali. Foto: Eko Rizqa
Menurut legenda, Pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa. Dilansir dari wikipedia.org brahmana itu bernama Danghyang Nirartha. Ia berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu. Saat itu, penguasa Tanah Lot yang bernama Bendesa Beraben merasa iri pada sang brahmana karena semua pengikutnya mulai mengikuti pendatang itu. Sang penguasa kemudian menyuruh Danghyang meninggalkan Tanah Lot.
Brahmana bersedia meninggalkan Tanah Lot dengan mengajukan satu syarat. Bli Sanding, Tour Leader kami mengatakan, sang Brahmana meminta untuk memindahkan bongkahan batu ke tengah pantai, bukan ke tengah laut dan membangun Pura di sana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular hitam dan putih sebagai penjaga Pura. Sang penguasa akhirnya memenuhi permintaan brahmana. Hingga saat ini ular itu masih hidup dan dianggap sebagai ular suci. Secara ilmiah, ular ini termasuk jenis ular laut dengan ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warnanya berbelang kuning dan mempunyai racun yang tiga kali lebih kuat dari ular kobra.
Menuju pintu keluar. Foto: Eko Rizqa
Terlepas dari sejarah dan kepercayaan masyarakat setempat, para wisatawan tetap menikmati keindahan Tanah Lot. Apalagi saat mengabadikan lukisan batu dan Pura yang telah mengalami abrasi. Bentuknya menjadi unik dan menarik untuk menjadi background foto. Dulunya, wisatawan bisa menyeberang hingga ke Pura dengan berjalanan kaki, namun belakangan sudah tidak diizinkan karena ombak yang besar.
Sebagai bentuk pengamanan, pemerintah Bali melalui proyek pengamanan daerah pantai Bali memasang tetrapod sebagai pemecah gelombang dan untuk memperkuat tebing di sekeliling Pura berupa batu karang buatan. Daerah di sekitar Tanah Lot juga ditata, mengingat tempat ini telah menjadi destinasi utama saat wisatawan bertandang ke Bali.  
Siang hari, penguapan disini semakin tinggi dan Tanah Lot menjadi panas. Pada saat-saat seperti ini beberapa tempat akan menjadi pilihan tepat untuk berteduh. Membayangkan sebuah taman dengan tumbuhan yang rindang serta udara sejuk. Ternyata suasana seperti itu pun dapat dijumpai sebelum pintu keluar di objek wisata ini. (*)


:: Berwisata ke Bali sekaligus reportase untuk konsumsi pribadi sungguh menarik

Tanah Lot, 5-9 Desember 2015.

Rabu, 09 Desember 2015

Lewat Tol Mandara, Berwisata Jadi Bebas Hambatan

Yang tidak menyenangkan dari berwisata adalah perjalanan panjang dan melelahkan. Tak jarang orang memilih berdiam diri di rumah ketimbang harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengisi waktu libur. Tapi siapa yang akan menolak kalau ada kesempatan berlibur ke Bali secara gratis. Tentu semuanya akan berkata, ayo liburan!
Jalan tol Mandara, menghubungkan Benoa, Ngurah Rai, dan Nusa Dua.
Sumber: ayomudik.pu.go.id
Liburan saya kali ini awalnya membuat enggan, karena beberapa tahun lalu saya pernah bertandang ke pulau ini. Tapi nikmati saja alhasil liburan menjadi menyenangkan supaya yang didapat tidak hanya lelah, tapi cerita dan tulisan.
Wisata ke Bali kali ini menjadi penutup akhir tahun 2015 bagi saya. Harus ada catatan yang tergores di buku saya. Salah satunya adalah perkembangan kota yang ada di Pulau Dewata. Beberapa orang sangat familiar dengan objek wisata di Bali, karena orientasi mereka memang untuk berwisata. Namun jarang yang mengetahui perkembangan kota di daerah yang mereka kunjungi.
Akses jalan di bagian selatan pulau ini telah berkembang pesat. Perkembangan ini didukung oleh adanya objek wisata, pun demikian dengan pemerintah yang memberi dukungan penuh. Tahun 2013 telah diresmikan jalan tol pertama di Bali yang menghubungkan Benoa, Ngurah Rai, dan Nusa Dua. Dikenal dengan Jalan Tol Bali Mandara. 
Jalan bebas macet ini juga menjadi jalan tol terapung pertama di Indonesia. Membentang sepanjang 12,7 km di atas laut dengan ribuan beton penyangga di bawahnya. Dari jauh nampak seperti kaki seribu yang sedang merambat. Lintasan kendaraan pun dipisahkan. Jalur sepeda motor berada di ruas sisi kiri dan kanan jalan, sedang kendaraan roda empat atau lebih ada di ruas tengah. Panjang jalan tol ini hampir sama dengan Penang Bridge di Malaysia yang panjangnya mencapai 13,5 km, atau seperti Union Bridge sepanjang 12,9 km di Kanada seperti di lansir dari balipedia.id..
Bli Sanding, Tour Leader bus kami menjelaskan tentang keunikan-keunikan yang dimiliki Tol Mandara. Ia mengatakan, jalan ini adalah buatan anak negeri, seratus persen tanpa campur tangan asing. Konstuksinya dibuat oleh konsorsium BUMN dan BUMD Bali. Pun dengan dana yang dihabiskan hanya 2,4 triliun dari pembiayaan sindikasi bank BUMN dan Jasa Marga. Tidak melibatkan dana APBN sama sekali. Sangat mandiri bukan? Material dan teknologi yang digunakan juga seluruhnya merupakan karya anak bangsa.
Lagi-lagi Bli Sanding membuat saya semakin tertarik untuk mendengarkan ceritanya. Cerita tentang pembangunan Tol Mandara yang hanya membutuhkan waktu satu tahun. Dalam satu bulan ditargetkan selesai pengerjaan jalan sepanjang satu kilometer. Target itu terlaksana dengan mulus. Saya membayangkan dalam pembangunan ini tidak ada kata mangkrak sama sekali. Kalau saja seluruh pembangunan jalan di Indonesia seperti Mandara, tentu akses akan mengalami pemerataan.
Pengerjaan jalan tol ini dimulai bulan Maret 2012 dan selesai sekitar bulan Mei 2013. Terhitung cepat untuk pengerjaan tol di atas laut. Tak banyak lahan yang harus dibebaskan, karena sebagian besar tol ini menggantung di atas laut. Hanya saja ada beberapa lahan mangrove yang tergerus pada saat konstruksi. Namun reklamasinya segera dilakukan dengan menanam kembali 16 ribu pohon mangrove setelah konstruksi selesai.
Para wisatawan tak perlu khawatir dengan perjalanan panjang menuju Nusa Dua. Dari Bandara Ngurah Rai cukup ditempuh dalam waktu 15 menit, efisiensi waktu dari yang tadinya 45 menit. Bali semakin berkembang pesat dengan objek wisata yang dikelola dengan baik dari didukung infrastruktur yang baik pula. (*)

oleh Fitri Nurhayati
:: Catatan wisata budaya PPG SM-3T UNY 2015 ke Bali, 5-9 Desember 2015. Berlibur sambil reportase untuk konsumsi pribadi sungguh menarik.  


Kesetiaan Shinta Pada Rama dalam Tari Kecak

Pertunjukan Tari Kecak di Stage Chandra Budaya, Gianyar, Bali (6/12).
Foto: Imas Kurnia

Cak...cak...cak... Begitu bunyian yang keluar dari mulut para penari Kecak. Siapa yang tak kenal tarian ini? selain hits di iklan komersil dalam negeri, tarian khas Bali ini juga sering dikenalkan oleh guru-guru di sekolah dasar. Uniknya, meski meriah saat dimainkan namun tarian ini sama sekali tidak mengandalkan alat musik. Kemeriahannya hanya berasal dari suara ‘cak-cak’ para penari. Mereka duduk melingkar sambil mengangkat kedua tangan ke atas. Pakaian seragamnya hanya setengah badan yaitu kain kotak-kotak yang dikenakan seperti songket, sedang kepalanya diikat udeng khas Bali.
Saya berkesempatan menyaksikan langsung Tari Kecak di Stage Chandra Budaya, Gianyar, Bali (6/12). Pulau Dewata ini kami pilih sebagai destinasi utama untuk mengisi liburan semester genap PPG SM-3T UNY 2015. Bercerita tentang Pulau Bali, seolah semua objek wisata tumplek blek disini. Mulai dari pantai, gunung, dataran tinggi, kebudayaan, religi, hingga wisata belanja tersedia semuanya.
Kali ini saya akan mengulas tentang kebudayaan, khususnya Tari Kecak. Tarian yang sudah sangat familiar bagi masyarakat Indonesia dan informasinya pun bisa didapatkan di banyak media. Kecak adalah tarian sakral Sang Hyang, yaitu seseorang yang kemasukan roh untuk bisa berkomunikasi dengan para dewa atau leluhur yang sudah disucikan. Para penari menjadi media penghubung para dewa atau leluhur untuk menyampaikan sabdanya. Pada tahun 1930-an mulailah disisipkan cerita Epos Ramayana dalam tarian ini.
Ramayana, cerita rakyat yang mengisahkan akal jahat Dewi Keyayi, ibu tiri Sri Rama putra mahkota Kerajaan Ayodya. Sri Rama diasingkan dari istana ayahandanya Sang Prabu Dasarata. Ia pergi ke hutan Dandaka bersama sang istri Dewi Shinta dan adik laki-lakinya yang setia menemani. Keberadaan mereka di hutan diketahui oleh seorang Raja yang zalim, Prabu Dasamuka atau biasa dikenal dengan Rahwana.
Sang Raja pun terpikat dengan kecantikan Dewi Shinta. Singkatnya, Rahwana membuat rencana untuk menculik sang dewi dengan dibantu patihnya, Marica. Dengan kesaktikan yang dimiliki, Marica menjelma menjadi seekor kijang emas yang cantik dan lincah. Rencana jahat sang Raja akhirnya berhasil memisahkan Shinta dan Rama. Sang dewi kemudian dibawa kabur oleh Rahwana ke negeri Alengka Pura. Dengan ditemani Trijata, keponakan Rahwana, Sita meratapi nasibnya di taman istana.
Datanglah Hanoman, kera putih utusan Rama untuk menolong Shinta. Dengan merencanakan suatu tipuan akhirnya Rama berhasil membebaskan Dewi Shinta dengan bantuan bala tentara kera di bawah Panglima Sugriwa. Mereka berhasil mengalahkan tentara Rahwana yang dipimpin Meganada.
Adegan ini memperlihatkan Rama di medan perang melawan Meganada, putra Rahawana yang menembak Rama dengan panah saktinya. Tiba-tiba ia berubah menjadi seekor naga dan langsung melilit Rama. Muncullah Sugriwa, Sang Raja Kera menolong Rama.
Puncak pertunjukkan ini diakhiri dengan kemenangan di pihak Rama yang berhasil membawa Shinta kembali pulang dengan rasa bahagia. Cerita ini diadopsi dari kisah pewayangan Ramayana, namun tetap menarik disajikan dalam tarian khas Pulau Dewata. Tetap menghibur dan mendobrak khasanah budaya Indonesia, bukan? (*)



:: Berwisata ke Bali sekaligus reportase untuk konsumsi pribadi sungguh menarik