Kamis, 30 April 2015

UN Bukan Lagi Penentu Kelulusan

UN di SMA Regina Pacis, NTT

Entah menjadi angin segar atau malah menjadi bumerang bagi dunia pendidikan di Indonesia, pada penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) tahun ini, setiap sekolah diberi kebebasan untuk menentukan kelulusan para siswanya sendiri. UN tidak lagi menjadi syarat utama atau syarat mutlak kelulusan siswa pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SMP, dan SMA).
Berdasarkan Permendikbud No. 5 Tahun 2015 Pasal 4 ayat 1 tentang kelulusan peserta didik, kriteria kelulusan siswa untuk semua mata pelajaran diperoleh dari gabungan rata-rata nilai UN dan nilai rapor dengan rasio 30 berbanding 70 persen. Artinya, sekolah diberi keleluasan lebih untuk mengevaluasi hasil belajar siswanya sendiri. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan, pernah menyampaikan bahwa kebijakan UN yang dibuat kali ini lebih menekankan pada nilai kejujuran, bukan semata pada tingkat kelulusan siswa saja.
Apa yang disampaikam Mendikdasmen tadi juga disampaikan oleh Muhammad Nursa’ban, M.Pd dosen Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Beliau mengatakan bahwa kelulusan siswa ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rapat dewan guru. “Ketentuannya sudah ada dalam peraturan menteri yang baru,” kata dia.

Senin, 20 April 2015

Pendekatan Geografi

Ruang lingkup geografi sangat luas. Rung lingkup yang sangat luas itu mencakup materi pokok dan masalah yang dikajinya. Pada ilmu geografi, dalam melakukan pendekatan sekurang-kurangnya harus melakukan dua hal pendekatan yaitu yang berlaku pada sistem keruangan dan yang berlaku pada sistem ekologi atau ekosistem. Untuk mengkaji perkembangan atau dinamika suatu fenomena atau masalah, seorang geograf harus pula menggunakan pendekatan lainnya.
Para ilmuan geograf telah mengembangkan 3 pendekatan utama. Pendekatan ini, banyak diikuti oleh geografiwan dunia. Adapun pendekatannya adalah pendekatan keruangan, pendekatan ekologi, pendekatan kewilayahan.
Pendekatan merupakan suatu konsep dasar dalam mengkaji masalah yang berkaitan dengan objek material geografi. Menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 12-24), ada tiga pendekatan dalam geografi yaitu :

Pendekatan keruangan
Pendekatan keruangan (spatial approach) adalah suatu metode analisis untuk mempelajari eksistensi ruang (space) sebagai wadah mengakomodasi kegiatan manusia dalam menjelaskan fenomena geosfer. Pendekatan keruangan merupakan metode pendekatan yang khas geografi, pada pelaksanaannya, pendekatan keruangan harus tetap berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku yakni prinsip persebaran, interelasi dan deskripsi. Pendekatan ini mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat- sifat penting. Dalam analisa keruangan ini yang harus diperhatikan adalah penyebaran penggunaan ruang yang ada, dan penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang dirancangkan. Dalam analisa keruangan ini dapat dikumpulkan data lokasi yang terdiri dari data titik (point data) dan data bidang (areal data). Data titik digolongkan menjadi data ketinggian tempat, data sampel batuan, data sampel tanah dan sebagainya. Data bidang digolongkan menjadi data luas hutan, data luas daerah pertanian, data luas padang alang-alang, dan sebagainya.
Analisis suatu masalah menggunakan pendekatan ini dapat dilakukan dengan pertanyaan 5W+1H seperti berikut ini :
a.            Pertanyaan What (apa), untuk mengetahui jenis fenomena alam yang terjadi.
b.            Pertanyaan When (kapan), untuk mengetahui waktu terjadinya fenomena alam.
c.            Pertanyaan Where (di mana), untuk mengetahui tempat fenomena alam berlangsung.
d.            Pertanyaan Why (mengapa), untuk mengetahui penyebab terjadinya fenomena alam.
e.            Pertanyaan Who (siapa), untuk mengetahui subjek atau pelaku yang menyebabkan terjadinya fenomena alam.
f.             Pertanyaan How (bagaimana), untuk mengetahui proses terjadinya fenomena alam
Contoh: penggunaan pendekatan keruangan misalnya di daerah kita ada perencanaan pernbukaan lahan untuk daerah permukiman yang baru. Maka yang harus kita perhatikan adalah segala aspek yang berkorelasi terhadap wilayah yang akan digunakan tersebut.
Pendekatan  kelingkungan (Ecological Approach)
Pendekatan kelingkungan (ekologi) merupakan metodologi untuk mendekati, menelaah dan menganalisis suatu gejala atau masalah geografi mengenai hubungan manusia sebagai makhluk hidup dengan lingkungannya. Contoh :  Daerah Jakarta banjir karena hutan di daerah Bogor/puncak terjadi penggundulan hutan.
Oleh karena itu untuk mempelajari ekologi seseorang harus mempelajari organisme hidup, seperti manusia, hewan dan tumbuhan serta lingkungannnya seperti hidrosfer, litosfer, dan atmosfer. Selain itu organisme hidup dapat pula mengadakan interaksi dengan organisme hidup yang lain.
Kata ekologi berasal dari kata Yunani eco yang berarti rumah atau rumah-tangga yang diperuntukan sebagai suatu keluarga yang hidup bersama dan saling mengadakan interaksi di antara anggota keluarga tersebut. Manusia merupakan suatu komponen dalam organism hidup yang penting dalam proses interaksi. Oleh karena itu timbul pengertian ekologi dimana dipelajari interaksi antar manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Jadi dalam pendekatan ekologi ini manusia tidak hanya tertarik kepada tanggapan dan penyesuaian terhadap lingkungan fisikalnya tetapi juga tertarik kepada interaksinya dengan manusia lain yaitu ruang sosialnya.
Contoh interaksi makhluk hidup dengan lingkungan:
-                      Manusia memerlukan lahan untuk pertanian, begitupun lahan memerlukan manusia dalam hal pemberian pupuk untuk kesuburan tanah.
Pendekatan Ekologi ada 2 macam analisis : 
1)   Analisis perilaku manusia terhadap lingkungan (human behaviour-environment analisys) 
Fokus dari analisis tema ini adalah perilaku manusia baik perilaku sosial, perilaku ekonomi, perilaku kultural, dan bahkan perilaku politik yang dilakukan oleh sesorang atau komunitas tertentu. Contoh analisis: Penambangan liar 
Beberapa tahun terakhir, penambangan liar sangat marak di Kalimantan Selatan. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian dari pemerintah, minimnya pengetahuan masyarakat, kondisi ekonomi masyarakat yang masih memprihatinkan sehingga mereka mudah terbuai janji-janji manis para investor penambang liar, dan adanya oknum-oknum tertentu di balik kegiatan penambangan liar tersebut. Prosesnya terbilang mudah, masyarakat hanya perlu menyerahkan lahannya untuk digali, setelah penggalian selesai lahan tersebut dikembalikan dan masyarakat mendapat uang ganti atas bahan yang telah diambil dari lahannya tersebut. Akan tetapi dampak yang dihasilkan sangat besar, lubang-lubang bekas galian tambang dibiarkan begitu saja, menjadi sumber berkembangnya penyakit dan menjadi lahan kritis. Hal ini tentu pada akhirnya merugikan masyarakat itu sendiri. Disini, pemerintah sebagai pihak yang berwenang seharusnya dapat lebih mengawasi kegiatan penambangan di wilayahnya. Selain itu juga harus memberikan pengertian kepada masyarakat tentang betapa merugikannya bekerjasama dengan para penambang liar serta memberantas para oknum yang berada dibalik penambangan liar itu sendiri. 
2)     Analisis aktivitas manusia terhadap lingkungan (human activity/performance-environment nalysis) 
Fokus dari analisis tema ini menekankan pada keterkaitan antara aktivitas manusia dengan lingkungannya. Kegiatan manusia ini terkait dengan tindakan manusia dalam menyelenggarakan kehidupannya, misalnya : kegiatan pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, pertambangan, pembangunan perumahan, transportasi, dan lain sebagainya.  Contoh analisis :  Perkebunan kelapa sawit 
Wilayah di Kalimantan Selatan terbilang cukup luas, tetapi perkebunan kelapa sawit yang berkembang pesat bisa dikatakan hanya di daerah Tanah Laut. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi tanah dan iklim Tanah Laut yang cocok untuk usaha perkebunan kelapa sawit. Selain itu perhatian pemerintah daerahnya yang cukup pada bidang ini menyebabkan banyak investor dan masyarakat yang berminat untuk menanam kelapa sawit.

Pendekatan  Kewilayahan (Regional Complex Approach)
Pendekatan Kewilayahan adalah kombinasi antara analisa keruangan dan analisa ekologi. Pada analisa sedemikian ini wilayah-wilayah tertentu didekati atau dihampiri dengan pengertian areal differentiation, yaitu suatu anggapan bahwa interaksi antar Organisme hidup Lingkungan wilayah akan berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain, oleh karena terdapat permintaan dan penawaran antar wilayah tersebut. Pada analisa sedemikian diperhatikan pula mengenai penyebaran fenomena tertentu (analisa keruangan) dan interaksi antar variabel manusia dan lingkungannya untuk kemudian dipelajari kaitannya (analisa ekologi).
Pendekatan komplek kewilayahan ini mengkaji bahwa fenomena geografi yang terjadi di setiap wilayah berbeda-beda, sehingga perbedaan ini membentuk karakteristik wilayah. Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya interaksi suatu wilayah dengan wilayah lain untuk saling memenuhi kebutuhannya. semakin tinggi perbedaannya maka interaksi dengan wilayah lainnya semakin tinggi.
Contoh :
-                Fenomena urbanisasi di berbagai kota besar tidak terkontrol. Urbanisasi meyebebabkan perbedaan jumlah penduduk pada beberapa wilayah. Pergerakan barang cenderung terjadi di tempat yang jumlah penduduknya banyak. Sehingga mereka yang berada di wilayah yang penduduknya sedikit, harus saling berinteraksi dengan wilayah yang penduduknya banyak, untuk memenuhi kebutuhan hidup.
-             Untuk mengatasi banjir di Jakarta, Pemda DKI bekerjasama dengan Pemda daerah sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) untuk memperbaiki DAS dan menggalakkan penghijauan
-                 Pembangunan permukiman di wilayah perbukitan dan dataran rendah memerlukan kajian karakteristik tiap-tiap wilayah. Untuk mendapatkan perencanaan kawasan yang tepat, diperlukan pendekatan kompleks wilayah.


Pendidikan Menuju Era Digital

Isu pendidikan selalu menarik untuk diperbincangkan. Lebih dari satu dekade, pendidikan di Indonesia mengalami banyak perubahan. Ada perubahan yang menggembirakan, namun tak sedikit pula yang masih diam di tempat. Seperti yang baru saja digelar adalah momentum tahunan Ujian Nasional (UN).
Tahun 2015 UN diselenggarakan dengan wajah yang berbeda. Pertama, UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan, namun hanya digunakan untuk pemetaan mutu pendidikan. Kedua, penyelenggaraan UN daring/online (dalam jaringan) dengan berbasis komputer .
Harian Kompas (Selasa, 14 April 2015) menyajikan headline tentang UN Generasi Z. Generasi Z adalah mereka yang akrab dengan dunia digital. Tercatat ada 515 sekolah menengah atas sederajat telah menjalani UN berbasis komputer. Itu artinya era digital mulai menghampiri dunia pendidikan. Hal ini hendaknya menjadi satu langkah progresif untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. 
Melalui media digital, beberapa masalah klasik dalam penyelenggaraan UN dapat diminimalisir. Seperti halnya masalah pendistribusian soal. Juataan naskah dengan rantai distribusi yang panjang akan di-cut sehingga dapat digantikan dengan sinkronisasi data dalam hitungan menit saja. Dengan begitu media digital dapat menghemat waktu, tenaga, maupun biaya.
Berbicara soal biaya, dalam UN kali ini media digial sudah mampu menghemat anggaran hingga 20 persen atau sekitar 70 miliar. Hasil penghematan ini seharusnya dapat dialihkan untuk pengembangan beberapa sekolah yang belum menerapkan UN berbasis komputer. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tahun pertama penyelenggaraan UN berbasis komputer ada 160.947 murid yang mengikuti UN berbasis komputer di 29 provinsi. Angka ini masih tergolong kecil apabila dibandingkan dengan jumlah peserta UN yang setidaknya mencapai 2,8 juta siswa.
Selain menghemat biaya, UN daring pun akan memberi kemudahan kepada siswa dalam mengerjakan soal. Keamanan juga akan lebih terjaga karena proses pengoreksian dilakukan oleh sistem. Seharusnya  hal ini dapat memperkecil kecurangan yang sering terjadi.
Perubahan cara lama menuju era digital tentu tidaklah mudah. Apalagi masih ada banyak sekolah yang menyelenggarakan UN dengan cara lama. Harus ada persiapan yang matang baik dari guru, siswa, maupun sekolah. Siswa yang saat ini sudah terbiasa mengerjakan soal menggunakan LJK, tentu membutuhkan adaptasi untuk beralih mengerjakan soal di depan komputer. Memang siswa saat ini sudah memasuki generasi Z yang melek IT, namun selama ini penggunaannya tidak dikhususnya untuk evaluasi pendidikan dalam satu jenjang. Maka mereka harus melakukan kesiapan tidak hanya secara mental saja, namun juga teknik pelaksaan.
Sama halnya dengan siswa, sekolah pun harus benar-benar siap memberikan fasilitas yang memadai. Khususnya perangkat keras, jaringan internet, dan ketersediaan listrik yang lancar saat pelaksanaan UN.
Memang banyak manfaat yang terkandung dalam sistem baru ini, namun kendalanya juga tidak sedikit. Bagi sekolah yang kondisi geografisnya tidak memadai penyelenggaraan UN berbasis komputer tentu menjadi kesulitan. Bayangkan saja, sekolah yang berada di daerah pedalaman. Untuk mendapat aliran listrik pun sulit, apalagi menghadirkan UN daring yang membutuhkan jaringan internet dengan lancar. Ini menjadi PR besar bagi Kemendikbud pada tahun-tahun mendatang. Pemerintah tak boleh menutup mata karena masih banyak sekolah yang belum bisa melaksanakan UN berbasis komputer.
Teknologi memang menjanjikan kemudahan dan penghematan, namun konsekuensinya pun tidak mudah. Apalagi kualitas pendidikan masing-masing daerah pun berbeda-beda. Pemerintah hendaknya mempersiapkan sistem, piranti keras, dan tenaga teknis yang matang agar peserta didik tidak dirugikan.
UN 2015 bisa dijadikan percontohan penerapan media komputer dalam dunia pendidikan. Seharusnya penggunaan media ini tidak hanya saat UN saja, namun diterapkan juga dalam proses pembelajaran sehari-hari. Baik guru maupun siswa akan lebih terbiasa dengan teknologi yang semakin canggih. (*)