Rabu, 29 Februari 2012

Dari Voice Beralih ke Data

SATELITPOST, PURWOKERTO-Provider celluler semakin banyak diminati masyarakat. Akses yang semakin kompleks dan memudahkan masyarakat menjadi daya tarik tersendiri.

Masyarakat menggunakan layanan short massage service (SMS) dan voice atau telepon untuk berkomunikasi dengan pihak lain. Namun saat ini peminat SMS dan voice sudah mengalami penurunan.

Pandu Pratama Nursamsu ST, Manager Marketing Indosat mengatakan, peralihan ini dirasakan dengan adanya penurunan peminat SMS. Masyarakat sudah mulai beralih menggunakan data atau internet untuk melakukan akses komunikasi atau informasi.

"Provider celluler merasakan, karena lebih banyak masyarakat yang menggunakan layanan internet. Bahkan, layanan SMS mulai ditinggalkan oleh masyarakat," katanya.

Celluler data sangat berpengaruh terhadap dunia bisnis. Karena hal itu sangat membantu untuk memermudah akses para pebisnis.

Pandu melihat kalangan menengah ke bawah juga sudah menggunakan fasilitas internet. Bahkan dalam segala bidang mereka sudah meninggalkan media konvensional.

Ada satu sisi yang harus diketahui bahwa peminat celluler tergantung lokasi di mana ia berada. Karena lokasi pengguna sangat menentukan akses yang dapat dinikmatinya. Misalnya tergantung power yang digunakan atau pengguna terlalu banyak di suatu daerah sangat menentukan koneksi celluler. (nurhayatifitri99@yahoo.co.id)

Ada 7 Program Kredit di BKK Banyumas

SATELITPOST, PURWOKERTO-Ada tujuh program kredit yang dirancang Bank Perkreditan rakyat (BPR) BKK Kabupaten Banyumas. Namun yang banyak diminati masyarakat adalah kredit modal kerja.

Dari hasil laporan per 31 Januari 2012 kredit yang ada di BPR BKK Cabang Baturraden kredit modal mencapai Rp 9 miliar. Hal itu menunjukkan peningkatan minat masyarakat terhadap modal usaha. Seperti yang disampaikan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman (FE UNSOED) Najmudin SE ME, bahwa masyarakat akan terus membutuhkan modal usaha.

Terlebih dengan kebijakan pemerintah yang seolah mengharuskan masyarakat melakukan pinjaman ke bank. Kredit modal kerja yang dilakukan masyarakat mayoritas dalam sektor usaha jasa dan perdagangan. Untuk usaha jasa mencapai Rp 5 miliar. Sedangkan usaha jasa mencapai Rp 1 miliar.

"Masyarakat lebih banyak berminat untuk melakukan kredit modal kerja," ujar Sakurin SE, Pimpinan BPR BKK Cabang Baturraden. (nurhayatifitri99@yahoo.co.id)

Wanitaku

Sepantas apakah aku bandingkan keindahanmu, wanitaku
Dengan senja samar, melukiskan senyum yang begitu menggoda
Dengan angin sepoi, meniupkan belaian yang begitu mesra
Atau dengan fajar pagi, menghangatkan jiwa yang begitu bening
Engkau hawa yang berbatang ara
Malam ini ia temukan daratan dalam dadamu
Tak dapat ia tahan jemari yang kian membuatmu terlena
Tanpa ada rayuan yang harus disenandungkan
Karena itulah sumber penghidupanmu
Aduhai wanitaku
Dalam kesederhanaan roman yang begitu tenang
Aku temukan ada gejolak batin yang sesungguhnya tidak engkau inginkan
Aku dengar bahwa malam ini adalah pilihan
Agar engkau dapat menunaikan mimpimu yang belum tuntas
Agar engkau dapat bertahan dengan nanar yang begitu kejam
Karena senja belum menghampiri
Maka aku tak mampu menjadikanmu
Sebagai hawa yang dirindukan banyak bintang
Mungkin engkau sudah tidak ingin menjadi pelayan jalang
Apapun engkau, tetaplah menjadi wanitaku
Mentari yang akan dirindukan untuk menjadi penerang dunia
Meskipun malam ini begitu suram

Purwokerto, 02 Februari 2012

Lebah Jantan


Wangi parfumku masih tertinggal pada puncak yang nakal
Membakar asa, memantik lebah jantan pada lidahnya yang manis
Melepas haus setelah menyeruput madu dari denyut jantungnya 
Aku ingat pesan sang kekasih,
bahwa aku bukanlah bunga jalang  
Bahwa aku bukanlah awan mendung yang mendatangkan hujan  
Tapi aku adalah secercah cahaya yang akan menyinari dunia
Aku menikmati musim yang penuh dengan pendosa 
Bahkan tuhan membiarkanku luput untuk sebentar
Agar aku dapat menari bebas di pelataran surga
      Namun, di bawah senja tua aku mendengar seruan, tautan
      Bahwa jalanku bukan jalan yang aku lewati sekarang
      Bahwa lembarku bukanlah lembaran yang aku tulis sekarang
      Adakah titah tuhan yang memanggil?
      Ataukah hanya seruan umat yang mengucil?
Perjalanan ini tak selesai karena aku tak mampu menyelesaikannya
Sedang aku bergegas meninggalkan lebah di teras senja
Engkau malah melucutiku dengan cambuk besi
Aku ragu dengan jawaban sebelumnya
Bahwa engkau tak dapat menerimaku yang sudah mabuk meneguk madu
      Aku ingin kembali, sebelum serbuk bunga menabur diatas kerendaku
      Karena aku sama dengan engkau
      Yang tetap jua saling melilit, sebagaimana alam yang begitu kejam. 


Purwokerto, 02 Februari 2012  

Kesakitan

 Menyeberanglah, karena alur sungai tak akan berhenti
Terbanglah, karena angin akan terus sepoi di musim ini
Sebelum duri beranak dari rahimmu
Hingga kesakitannya akan ramah dengan darah
Untuk selalu menunggu di dermaga yang berubah perangai
Sisi lain dari sakitmu adalah isyarat
Bahwa engkau harus melayaninya setiap saat
Meskipun dunia tak mampu berikan penghargaan
Atas perangai yang sering engkau korbankan
Plafon kamar akan berubah menjadi langit indah
Ia akan lebih sabar melindungi tubuhmu yang lampai
seperti ababil yang ingin selalu meminang bidadari surga
akan tetap pantas aku kenakan gaun dari sutra
untuk mengajakmu kembali menjemput dunia
dunia yang tak akan pernah menertawakanmu
karena sesungguhnya engkau sama sepertiku

Purwokerto, 02 Februari 2012

Selasa, 21 Februari 2012

Dari Rental Hingga Toko Komputer

SETELAH sukses dengan dua tokonya yang sekarang, Edi berencana mendirikan toko yang sama di Jalan HR Bunyamin. 

Usaha yang ditekuninya sejak tahun 1999 mengalami jatuh bangun. Saat itu bertepatan dengan musim krisis moneter. 

Dengan dibantu sang istri, Ika Nurwidiyastuti sebagai administrasi, Edi memulai karir dengan membuka rental computer. 

"Saat itu rental masih pakai computer second Pentium tiga. Satu jam hanya Rp 1 ribu," katanya. 

Setelah merintis usaha rental, pengusaha muda tiga anak ini melanjutkan karir dengan menjual komputer second. Hingga pada tahun 2007 sudah mulai menjual produk baru. 

Krisis moneter yang saat itu dirasakannya menginspirasi untuk membuka usaha sendiri karena sulit mencari pekerjaan. Edi sempat bercita-cita menjadi pegawai pajak. Namun karena hanya lulusan program Diploma tiga (D3) Fakultas Ekonomi, Universitas Jenderal Soedirman tahun 2000 lantas ia mengurungkan niatnya. 

Saat pendirian usaha ia mengalami banyak kendala. Diantaranya modal yang terbatas, lokasi yang sulit untuk dijangkau, kompetitor yang saat itu sudah mulai bermunculan."Yang penting pendapatan lancar," ujarnya. 

Jiwa bisnis sudah melekat padanya sejak duduk dibangku kuliah. Untuk menyiasati keterbatasan usahanya ia mengambil barang dagangan dari orang lain untuk dijual lagi. 

"Saya hanya mengambil untung Rp 50 ribu dari hasil penjualan," katanya. Usahanya saat ini sudah berkembang pesat. Hingga ia harus dibantu oleh 19 karyawan untuk dua toko miliknya. 

Selain epada pembeli ia juga menjual ke toko-toko di luar kota seperti Banjarngera, Cilacap, Kebumen. Kompetisi bisnis komputer yang sudah semakin pesat ini juga menjadi kekhawatiran baginya. Ia berharap dengan kompetisi yang semakin ketat usahanya tetap berjalan lancar. 

"Semua pedagang mengalami ketakutan akan usahanya. Namun setiap pengusaha mempunyai cara sendiri untuk mengatasi hal tersebut," ujarnya. (Fitri Nurhayati) 

Segarnya Es Kelapa Pelangi Tigor

SATELITPOST, PURWOKERTO- Makanan dan minuman akan tetap eksis dalam dunia bisnis. Seperti kerjasama yang dilakukan Sumadi dan Warsono. Mereka bersama-sama menyewa tempat untuk membuka usaha di pertigaan Gedung Olahraga (GOR) Satria, Purwokerto. 

Usaha yang terkenal dengan es kelapa muda Tigor ini didirakan Sumadi sejak delapan tahun lalu. Ia mengawali hanya dengan satu buah es, itupun kadang tidak habis. Kini usahanya setiap hari mencapai hingga 500 buah kelapa. 

Pria yang tinggal di Arcawinangun ini menamakan usaha kelapa muda Tigor rasa surga. "Maksudnya kelapa muda pertigaan GOR kalau ser langsung lega (surga)," ujarnya. 

Ia menyewa tempat untuk usahanya ini mencapai Rp 17 juta per tahun. Karena nominal sejumlah itu baginya cukup mahal, Sumadi bekerjasama dengan Warsono. 

Warsono, pria yang pandai membuat masakan khas Cina ini berjualan satu atap dengan Sumadi. Keahliannya memasak makanan khas Cina didapatnya saat ia bekerja direstoran pelangi, Jakarta. 

Kelapa muda tidak terlalu banyak berrisiko."Kalau tidak habis bisa dijual hari berikutnya," katanya Sumadi. 

Mereka menawarkan barang dagangannya dari mulut ke mulut. Pengunjung yang berdatangan akan memberitahukan kepada pengunjung lain. 

Yang membedakan kelapa muda ini adalah kelapa muda yang benar-benar muda. Tidak ada campuran dengan kelapa tua. Gula atau sirup pemanis yang dipakainya juga asli, tidak oplosan. (nurhayatifitri99@yahoo.com) 

MNC Komputer Terinspirasi Seri Neon

SATELITPOST, PURWOKERTO- Media elektonik sudah menjadi barang yang tidak asing lagi bagi masyarakat. Ladang bisnis ini mempunyai sasaran peminat tersendiri. Seperti yang dilakukan Edi Suparno, pemilik toko komputer Madya Notebook Center (MNC). 

Bisnis yang dilakukan sejak 14 tahun lalu sudah mempunyai toko cabang di Dr Angka. Produk komputer yang disediakan adalah Axioo, Hp, dan Asus. Baginya pedagang harus mengetahui keseluruhan tentang barang dagangan. 

"Saya harus paham betul tentang spekulasi barang dagangan," Ujar Edi, Senin (20/2) 
Komputer merk Axioo memiliki tiga seri produk yaitu Zetta, Neon, dan Pico. Yang membedakan dari ketiganya adalah spesifikasi masing-masing seri. 
Bapak dari tiga anak ini menamakan usahanya denngan MNC. Ia terinspirasi dari spesifikasi yang ada dalam seri Neon. Saat ini MNC menyediakan laptop, aksesoris, komputer rakitan. 

Pembeli dapat melakukan pembelian secara kredit melalui leasing yang bekerjasama dengan MNC. Bisa melalui Adira atau FIF. 
Pria yang dulu pernah menekuni usaha rental ini meyakinkan bahwa tokonya bergaransi resmi. MNC menjual barang dengan adalah harga bersaing, melayani dengan baik, dan lebih memperhatikan garansi serta pelayanan servis.(nurhayatifitri99@yahoo.co.id) 

Twins Salon Kembali Buka di Purwokerto

SATELITPOST, PURWOKERTO-Salon yang pernah tutup selama tiga bulan ini, sudah mulai eksis melayani pelanggan. Twins salon tutup karena ada kendala teknis, yaitu air macet sehingga menghambat pelayanan. Kendala itu tidak menjadikan Jois, Pengelola salon kelimpungan. Setelah kendala terselesaikan, ia gencar melakukan promo dan memberikan pelayanan ekstra kepada pelanggan. 

Ani, pemilik salon asal Purbalingga ini sudah setahun mendirikan usaha kecantikan ini. Hingga tahun 2011 lalu ia sudah mempunyai tiga salon. Satu di Purbalingga dan dua diantaranya di Dukuhwaluh dan Jalan Dr Angka. 

Sasaran dari salon ini adalah semua kalangan karena harganya terjangkau. Bisnis salonnya sudah maju hingga dalam sehari ia mendapatkan omset hingga Rp 300 ribu dari satu salon."Meskipun untung sedikit yang terpenting hasilnya lancar," ujar Jois. 

Salon ini mempunyai peralatan wajah lebih lengkap.Pemilik Twins tidak khawatir dengan persaingan banyak salon di Purwokerto. Karena baginya pelangggan bisa menilai sendiri pelayanan salonnya itu. 

Wanita yang dipercaya menjada Twins oleh Ani mengaku menyukai tata rias sejak SMK. Ia mengikuti perkembangan kecantikan. (Fitri Nurhayati) 

Layer Model Rambut Paling Tren

SATELITPOST, PURWOKERTO-Kecantikan indentik dengan tata rias rambut dan kulit wajah. Layer, model rambut yang saat ini sedang banyak diminati masyarakat. Kulit putih juga masih tetap menjadi pilihan wanita Indonesia. Layer, gaya rambut sederhana dan elegan diminati pengunjung Twins Salon. Salon yang terletak di Jalan Dr Angka ini memberikan klualitas yang memuaskan. 

"Produk bagus tapi harga masih terjangkau," ujar Jois, pengelola Twins salon. 

Perawatan rambut dan kulit biasanya dilakukan beberapa salon dengan harga berkelas. Salon ini menyediakan dengan harga terjangkau untuk semua kalangan. 

Pelanggan yang datang biasannya potong rambut dan perawatan rambut. Salon ini melayani aneka facial untuk memutuhkan wajah. Perawatan wajah mulai dari harga Rp 40 ribu hingga Rp 45 ribu. 

Jois, wanita yang pernah bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 3 Purwokerto jurusan tata rias ini dapat melayani empat macam facial. Facial pemutih, facial jerawat, facial jala untuk mengencangkan kulit bagi yang berusia di atas 30 tahun, facial ginseng untuk meremajakan kulit, facial topeng untuk meremajakan kulit namun dengan aroma yang berbeda.(nurhayatifitri99@yahoo.co.id) 

Minggu, 19 Februari 2012

Menguntai Soun Untuk Menyambung Hidup

Menelusuri sawah dengan berjalan kaki sebelum pkl 07.00 menjadi kebiasaan sehari-hari bagi Narpen. Wanita berumur 50 tahun ini menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai penguntai soun di Perusahaan Gunung Jati milik orang cina.
Sejak 21 tahun lalu ia menjadi buruh untai soun untung menyambung hidupnya. Karena sang suami yang tadinya sebagai tulang punggung kelauarga sudah meninggal dunia. Ia tinggal bersama anak bungsunya yang sekarang bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Purwokerto.
Penghasilannya dari menguntai soun tidak dapat mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Tapi ia tetap merasa senang karena hanya pekerjaan itu yang dapat dilakukannya bahkan ketika harga soun masih Rp 25 rupiah.
Wanita ini hanya mendapat penghasilan Rp 15 ribu per hari. Hasil kerjanya itu ia berikan Rp 6 ribu kepada sang anak untuk pergi ke sekolah. Sisanya ia gunakan untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Bahkan ia pernah hanya mendapatkan uang Rp 5 ribu rupiah ketika musim hujan. Karena soun tidak dapat dijemur sehingga hasil yang diuntainya hanya dari jemuran hari sebelumnya.
“Yang penting bisa dapat uang untuk menyambung hidup” katanya.
Ia merasa kekurangan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Karena tenaganya yang sudah tidak seperti dulu, kini ia hanya mampu menguntai 50 bal soun perhari.
“Untuk biaya sekolah bulan ini sudah nunggak, tapi saya belum bisa bayar,” ujarnya.
Narpen mempunyai tiga anak. Anak sulungnya bekerja di Jakarta dan anak keduanya sudah menikah dengan orang Jakarta. Ia mempunyai dua cucu yang sering dikangeninya.
“Saya ingin mengunjungi cucu di Jakarta,” ujarnya.
Pernah suatu ketika ia akan mendapat bantuan dari sang bos untuk biaya sekolah anaknya. Tapi waktu itu ia sedang cuti untuk mengunjungi cucunya di Jakarta. Setelah tiga kali Narpen dipanggil sang bos untuk mendapatkan bantuan tapi ia tidak kunjung datang, bantuan itu akhirnya hangus.
Wanita yang sudah ahli menguntai soun ini terkadang juga ikut bekerja pada tetangga yang sedang memanen padi. Terpaksa ia mengambil libur kerja untuk membantu memanen padi.
“Untuk penghasilan tambahan kadang saya ikut bekerja pada tetangga saat musim tanam,” katanya.
Ia sering meminjam uang kepada tetangga untuk memenuhi biaya sekolah anaknya. Ia berharap dapat menyekolahkan anaknya hingga kuliah dari hasil kerjanya. (nurhayatifitri99@yahoo.co.id)

Buruh Soun Dibayar Murah

Dunia bisnis menjadi persaingan ketat bagi pemilik modal. Mereka mempekerjakan karyawannya dengan dibayar murah. Agar usahanya dapat mendapat untung yang besar.
Teori tersebut dianut oleh pengusaha Cina. Mereka mempunyai banyak karyawan yang bekerja untukknya. Seperti Budianto, pengusaha soun Gunung Mas, yang sudah memiliki banyak cabang di Purwokerto.
Budianto (nama Jawa) memiliki ratusan karyawan untuk mengembangkan usahanya. Ia memiliki lima cabang pabrik yaitu di Desa Karangsoka, Ledug, Pliken, Mersi, dan Arca.
Pemilik usaha soun ini membayar buruh borongannya Rp 350 per bal untuk ukuran kecil dan Rp 600 untuk ukuran besar. Pekerjanya dibayar harian sesuai dengan hasil yang diproduksi para buruh.
“Saya paling dapat Rp 15 ribu per hari,” kata Narpen, buruh borongan Soun Gunung Mas di Karangsoka.
Samud Ahmad Purwanto (41), buruh yang dipekerjakannya sejak tahun 1989. Kini ia sudah diangkat sebagai kepala cabang di Karangsoka.
Kepala cabang ini mengawali pekerjaanya sebagai kuli pabrik soun. Setelah menjadi kuli selama tiga tahun ia diangkat sebagai divisi bagian penguntai soun. Karena pekerjaannya yang dianggap baik oleh pimpinan, Budianto, ia diangkat sebagai kepala cabang sampai sekarang.
“Harus menunjukkan pekerjaan yang baik untuk diangkat menjadi kepala cabang,” kata pria yang baru satu tahun diangkat ini.
Ia mengawasi pembuatan oleh buruh pabrik, mulai dari bahan mentah hingga pengemasan. Bapak lima anak asal Bojongsari ini paham betul tentang pembuatan soun.
Soun yang berbahan dasar sagu ini proses pengerjaannya harus melalui tahapan panjang. Mulai dari cor hingga mengemas bahan jadi. Ada dua macam sagu yang digunakan yaitu aci basah dan aci kering. Aci basah adalah bahan dasar yang belum bermerk, sedangkan aci kering adalah bahan dasar yang sudah bermerk.
Pekerja harus mencuci sagu terlebih dahulu kemudian mencampurnya dengan dengan obat, kaporit. Setelah direndam kemudian sagu dicuci hingga 12 kali pencucian untuk menghilangkan bahan kimia tersebut.
“Proses pembuatan soun cukup panjang,” ujarnya.
Hasil rendaman kemudian dicor atau dimasak kemudian dipres atau dicetak pada alat pengepresan. Pengepresan harus melalui sodor (memasukkan bahan dasar ke seng) kemudian gedeg (mengeluarkan dari seng).
Setelah soun dicetak kemudian dilakukan medag (menjemur) hingga kering, lalu medag (mengangkat hasil jemuran), dan gebrak (mengeluarkan dari seng). Soun yang sudah jadi kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen, selisih berat dari bahan baku menjadi bahan jadi. Dan yang terakhir adalah proses pengemasan.
Bisnis yang berawal dari usaha rumahtangga ini, kini sudah menjadi usaha besar yang dikirim hingga ke Sumatera.

Emas Tetap Menarik untuk Investasi

SATELITPOST, PURWOKERTO-Saat ini investasi emas menjadi tren di kalangan masyarakat Purwokerto dan Sekitarnya. Melihat fenomena ini Edi Joko Setyadi SE MSi, Kepala Program Studi Akuntansi D3, Universitas Muhammadiyah Purwokerto mengatakan sebagai fenomena bangkitnya ekonomi Islam.

"Saya memandang dari sudut pandang ekonomi islam. Seperti zaman Nabi Muhammad SAW, harga domba di Arab waktu itu 1 real. Berapapun harganya, masyarakat akan tetap berusaha untuk mendapatkannya," ujarnya belum lama ini.

Begitu juga dengan emas. Emas sekarang menurut Joko menjadi kunci perekonomian dunia. "Berapapun tingginya harga emas, masyarakat akan tetap berminat untuk memilikinya. Baik digunakan secara pribadi untuk perhiasan sehari-sehari ataupun untuk berinvestasi. Emas memiliki nilai jual tinggi, bahkan sangat menguntungkan karena harganya yang terus meningkat," katanya.

Meskipun harga emas terus meningkat, namun yang menjadi pedoman masyarakat bukanlah harga tersebut, melainkan nilai intrinsik yang terkandung didalamnya. Artinya masyarakat lebih memikirkan ada atau tidaknya barang tersebut di pasaran. (Fitri Nurhayati)

Belajar Bisnis Batik dari Ayah

Oleh: Fitri Nurhayati

BELAJAR membatik dari sang ayah membuat Wulandari sukses berbisnis Batik hingga sekarang. Bisnis yang berdiri sejak 1981 lalu ia tekuni bersama sang suami, Sendjaja Gondho.

Keluarga yang awalnya berbisnis kecil-kecilan ini kini sudah memiliki cabang di Tasik. Di Tasik ia mempercayakan kepada sang anak. Sehingga usaha akan terus berlanjut.

Sang ayah yang dulunya pandai membuat batik cap membuatnya terinspirasi untuk membuka Wisma Batik Solo.

"Saya harus tahu model batik yang terbaru," ujarnya.

Satu bulan sekali ia mengambil batik Solo untuk dijualnya di Purwokerto. Wulan bersama sang suami berharap agar batik tetap diminati masyarakat.

Sukses Berkat Bisnis Batik

SATELITPOST, PURWOKERTO- Batik menjadi pakaian ciri khas asal Indonesia. Meskipun banyak berdatangan model pakaian modern namun batik tetap eksis di kalangan masyarakat.

Seperti yang dilakukan Wulandari, pemilik wisma batik di Purwokerto. Usahanya yang berdiri sejak 1981 ini merupakan usaha keluarga yang turun temurun hingga sekarang.

"Selain di Purwokerto, wisma batik ini juga ada di Tasik. Disana yang mengurus anak saya," kata wanita berusia 55 tahun ini.

Wulandari bersama sang suami menggeluti usaha batik hingga kini memiliki delapan karyawan untuk membantunya. Ia menyediakan batik Solo, Pekalongan, Banyumas, dan Madura. Ia mengambil barang dagangan langsung dari kota-kota tersebut. Sebulan sekali Wulan berbelanja ke Solo.

"Saya harus tahu model batik yang terbaru," ujarnya.

Sebelum batik digalakkan oleh masyarakat, ia sudah menggeluti bisnis batik bersama keluarga. Agar usahanya tetap eksis, ia harus mencari corak-corak baru yang tidak dimiliki toko lain. Meskipun batik di klaim oleh Malaysia, namun dirinya tidak merasa khawatir dengan kondisi tersebut.

"Batik Indonesia lebih bagus daripada buatan Malaysia," ujarnya.

Ia berharap masyarakat tetap menikmati batik, agar batik merupakan cirri khas Indonesia. Meskipun banyak berdatangan model pakaian modern dikalangan masyarakat.

Toko yang buka setiap pukul 09.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB ini menjual berbagai jenis batik, mulai dari bahan, pakaian jadi, celana, rok, kerudung, tas, sandal, dan sebagainya. (nurhayatifitri99@yahoo.co.id)

Pashmina Termurah Rp 35 Ribu

SATELIT POST, PURWOKERTO-Jilbab yang tadinya menjadi ciri khas bagi sebagian kalangan, saat ini sudah menjadi tren di masyarakat. Terlebih dengan model jilbab yang saat ini menjadi daya tarik bagi para desainer untuk menciptakan kreasi baru.

Trend jilbab menjadi inspirasi bagi Fatma Nur Mufida, pemilik toko jilbab An-Nur. Wanita usia 30 tahun ini memulai karirnya dengan berbisnis jilbab di Purwokerto. Ia terinspirasi dari kebutuhan jilbab yang saat ini sudah menjadi gaya fashion di kalangan masyarakat.

Wanita asal Purbalingga ini berusaha menciptakan kreasi jilbab untuk dinikmati masyarakat. Pertama kali ia membuka usahanya di Jalan Komisaris Bambang Soeprapto setahun lalu. Hingga saat ini ia sudah mempunyai dua cabang di Purwokerto.

Bisnis jilbab yang sudah semakin ramai di Purwokerto tidak menjadi ketakutan baginya. Karena usahanya sekarang sudah beralih sebagai usaha home industry. Modal awal untuk bisnis ini terdiri atas bea sewa Rp 20 juta dan Rp 100 juta untuk isi toko.

"Saya sudah mulai memproduksi sendiri, jadi bisa jual jilbab dengan harga lebih murah," ujar wanita berjilbab pink ini, Minggu (19/2), di toko pertama miliknya.

Bisnis yang ditekuninya selama satu tahun ini dibantu 10 karyawan untuk menjaga tiga toko dan enam karyawan untuk memproduksi di rumah. Desain produk yang dibuatnya mengikuti tren di pasaran. Ia mematok harga Rp 35 ribu untuk pashmina paling murah.

"Saya mengikuti style di pasaran namun untuk pengadaannya saya produksi sendiri," ujarnya.

Produk yang sedang digarap saat ini adalah jilbab pashmina seperti yang sedang tren di masyarakat. Ia juga menciptakan kreasi pashmina dengan perpaduan warna yang menurutnya sesuai. (nurhayatifitri99@yahoo.co.id) Fotografer: Idhad Zakaria

Jumat, 10 Februari 2012

Gang Paradise

Angin masih saja berbisik, mengabarkan keramaian di luar sana. Sementara aku sendiri di sudut gelapku, menikmati kesenyapan yang terlalu anyir. Segalanya mendebu, wajah-wajah mereka, senyuman mereka, aku saksikan dalam kesibukannya masing-masing. Semuanya bersijingkat di sekitarku. Aku benar-benar tak tahu, karena hati ini sudah semakin kelam. Setelah beritaku terbit di media kampus, banyak pihak yang merespon. Begitu juga dengan birokrasi kampus yang tidak terima dengan pemberitaanku.
“Tulisan macam apa ini? Kau membuka aib kampusmu sendiri,” begitu ocehan yang langsung dilontarkan rektor padaku di ruang ber-AC dengan cahaya yang cukup terang ini.
 Hampir semua lembaga di kampus merespon tulisanku. Aku menulis tentang mahalnya biaya pendidikan di kampus, sehingga berakibat mahasiswa harus mencari uang tambahan untuk menyokong biaya hidup dan perkuliahannya. Mereka menyimak setiap kalimat yang aku tulis, termasuk pekerjaan sambilan mahasiswa di Gang Paradise setiap malam. Mereka mengeluh dengan nasib hidup diperantauan. Juga tentang segenap kebijakan birokrasi kampus yang menjadikan mereka terpaksa bekerja hingga pagi hari. Kondisi seperti itu yang menginspirasiku menulis berita ini. Menarik sekali, mendengar kisah-kisah tentang kejamnya kehidupan bagi sebagian mahasiswa.
Aku dicecar habis-habisan di ruang rektor. Akhirnya meskipun cahaya terang menerobos melalui jendela, aku merasa seolah-olah telah memasuki sebuah dunia berselimut bayangan. Ruang-ruang yang aku pandangi seolah begitu gelap sehingga aku tak mampu melihat bentuk-bentuk perabot yang dinikmati pak rektor di ruangannya. Ketika melihat udara di luar, mataku seolah-olah buta. Seakan-akan sehelai tirai terbentang didepan mata. Diriku seakan memasuki keheningan salju. Aku ingin melarikan diri dari cerita-cerita tentang mereka. Dalam dunia jurnalistik ada kode etik yang memperbolehkan seorang narasumber atau yang bersangkutan menyampaikan hak jawab. Dengan senang hati aku menerima hak jawab tersebut. Dengan berbekal fakta dan data yang aku bawa pertarungan sengit itu berlangsung di ruang yang menurutku satu-satunya paling mewah di kampus ini, ruang rektor. Dan pada akhirnya aku memenangkan pertarungan ini.
Enam tahun aku menyandang bandrol mahasiswa. Kini ketika aku berusaha menyelesaikan kuliah, aku kembali dikejutkan dengan masalah klasik dengan birokrasi kampus. Sudah menjadi langganan bagiku mendapat peringatan Drop Out (DO) dari kampus karena beberapa tulisanku yang sangat kontroversial. Tapi kali ini agak berbeda, aku benar-benar terancam. Ancaman DO kali ini sungguh aku rasakan begitu menakutkan. Entah mengapa. Mungkin karena Universitas punya banyak alasan untuk mengeluarkanku dari kampus.
Terbesit wajah-wajah keluargaku di kampung halaman. Betapa aku kasihan kepada mereka apabila mendengar nasibku sekarang ini. Ah, aku tidak tega rasanya. Namun pada akhirnya aku benar-benar mendapat ilham untuk segera melangsungkan pendadaran. Dekanku mempermudah kelulusanku. Mungkin agar aku cepat-cepat meninggalkan kampus ini sehingga tidak menambah ulah lagi di kampus. Memang sia-sia belaka menunggu gelar sarjana selama enam tahun masa penantian apabila aku menyerah. Tapi ada kepuasan tersendiri kawan. Aku dapat menapaki sejarah, betapa kebenaran dapat aku tegakkan di kampus yang pada awalnya aku cintai ini.
***
Angin berhembus sepanjang pagi, ketika aku berkeliaran di fakultas untuk memainkan peranku sebagai wartawan kampus. Dengan sigap singgah digedung rektorat yang saat itu dijejali mahasiswa yang setia mengantri untuk membayar semesteran. Aku mencatat berbagai macam hal dan kejadian. Kemudian langkahku menyusuri tangga yang keramiknya mengkilap menuju lantai dua tempat singgasana para birokrat kampus. Tetapi, kenangan tidak lagi melayang menuju jalanan terang seperti khayalanku di masa kecil. Bayanganku tidak lagi terbang layaknya burung gereja yang berkicau di pagi hari. Ingatanku terurai panjang, namun tidak terlontar lagi bayangan dimana aku dapat menikmati kehidupan kelas menengah yang teramat aku rindukan, bahkan dalam mimpi-mimpiku. Saat ini angin hanya mengabarkan ihwal keputusan dan penderitaan.